Chapter 4

446 50 7
                                    







Sepeda yang dibuntuti Prilly  berhenti di perkampungan kumuh. Prilly seberusaha mungkin  menjaga jarak dengan Ali.



Prilly mendengus sebal karena mobilnya tidak bisa memasuki area perkampungan. Terpaksa dia menghentikan mobilnya dan melanjutkan misi dengan berjalan. Jujur saja, Prilly tak pernah memasuki tempat yang seperti ini. Kumuh, bau, dan sumpek! Namun buat cinta, bukannya badai pun bakal dilalui? Eaaaaak.




Prilly memikirkan ke tempat apa Ali akan pergi. Kalau ke rumahnya jelas bukan. Prilly tau di mana Ali tinggal.




Ali berhenti di tempat yang bertuliskan Mushola Al-Ihsan. Ngapain dia? Prilly mengawasi Ali bak CCTV di depan rumah warga. Untunglah mushola itu bangunannya model terbuka. Jadi Prilly tak perlu susah-susah untuk mengintip.




Ali mengambil wudhu, lalu menghadapkan diri di depan microfone. Dan saat itu, satu perkampungan mendengar suara Ali yang merdu. Ali adzan! Prilly tak bisa menahan jantungnya yang berdetak kencang. Dia tak menduga kalau hal ini sudah menjadi kebiasaan Ali. Aaaah, pangerannya emang the best deh!



Satu persatu jamaah berdatangan. Prilly seperti orang bodoh karena hanya diam sambil memberikan senyum ke orang-orang yang lewat.




Hingga sholat ashar selesai dan jamaah satu per satu bubar, Prilly tak melihat ada tanda-tanda Ali akan pulang. Justru Ali berbincang dengan banyak anak kecil di sana. Tunggu, Prilly melihat lebih jeli lagi. Dan ternyata ... Ali mengajar anak kecil itu mengaji! Prilly menggigit bibir bawahnya agar tak mengeluarkan teriakan. Hah! Hari yang wow bukan? Ada banyak kejutan yang Ali berikan hari ini. Selama di sekolah, Ali terkenal sebagai anak seorang buruh cuci yang pintar dan cuek. Siapa sangka ternyata dia taat agama? Ah, Prilly jadi semakin bangga dengan pangerannya.




Selama kurang lebih satu jam Prilly memperhatikan Ali yang begitu sabar mengajar anak-anak kecil itu. Tawa dan canda, mushola itu terasa lebih hidup.




Sekitar pukul 5 sore, Ali membubarkan halaqoh mengaji itu. Sampai mushola sudah benar-benar sepi tak ada orang, Ali beranjak mengenakan sepatunya. Berjalan sambil membawa sepeda yang terlihat lusuh namun berharga di mata Ali. Masih dalam proses misinya, Prilly kembali berjalan pelan-pelan di belakang Ali. Mengikuti. Dia penasaran hendak ke mana lagi pangerannya. Mungkinkah pulang ke rumah? Entahlah. Mari kita lihat bersama-sama.






Sepertinya Prilly berbakat menjadi penguntit karena sampai saat ini Ali tak menyadari kehadirannya. Namun perkiraannya harus hancur ketika dia mengingat sesuatu. Ya, sesuatu.





Ali berhenti berjalan ketika melihat mobil seseorang yang dia kenali. Ali berpikir, mengorek dalam memorinya nama pemilik mobil itu. Hingga Ali menemukan jawabannya ketika menolehkan kepala ke belakang.


"Prilly?"



Cewek yang sekarang tertangkap basah itu mendesah. Penguntit macam apa yang ketauan begini!



Ali langsung meletakkan sepedanya ke tanah dan menghampiri Prilly.


"Ngapain lo di sini?" Tanpa ba-bi-bu, Ali langsung menyerang Prilly dengan pertanyaan tajam.



"A-aku abis jenguk saudara d-di sini," jelas Prilly terbata.



Ali tertawa. Menertawakan kebodohan seorang perempuan di depannya ini.



"Seorang anak pemilik SMA Fantasia punya saudara di perkampungan yang kumuh?" Ali bertanya sinis, "Mana mungkin!"



Prilly mendongak. Menatap Ali dengan tatapan yakin, "punyalah! Kenapa pula gak punya?"



SavaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang