Chapter 6

454 50 2
                                    


Pagi menjelang siang ketika adegan panas itu terjadi. Bisik-bisik mulai terdengar mengisi setiap sudut SMA Fantasia.

"Eh, jadi mereka pacaran boongan? Kasihan Prilly."

"Jahat banget sih Ali!"

"Lagian Prillynya gak tau diri sih."

Kira-kira begitulah bisik-bisik yang terdengar di telinga Prilly. Namun, dia tak mempedulikan ocehan itu. Bahagia atau luka dirinyalah yang merasakan sendiri. Apa orang lain tau? Jadi bodo amatlah!

Prilly berlari mengejar Ali. Sekali lagi perlu ditekankan; Prilly tidak mau terlihat lemah di depan Ali. Hati lelaki itu pasti bisa Prilly dapatkan walau entah kapan.

Keduanya sampai di halaman belakang sekolah.

"Ali!"

"Ali!

"Ali!"

Yang dipanggil seakan tuli. Menghentikan langkah namun tak menengokan kepala. Dari tadi sampai sekarang Prilly berlari sambil menangis. Air mata ini akan menyakitkan jika tak dibuang.

"Ali, kamu tau, kan? Kalau berita itu tersebar, aku bisa aja minta ke papah buat DO kamu dari sini." Jelas Prilly tertatih.

Ali menggertakan gigi. Tidak bisakah perempuan ini berhenti mengganggunya? Ali hanya ingin sekolah dengan tenang karena dia sadar dirinya hanya anak seorang buruh cuci. Ali ingin mengukir prestasi sebanyak-banyaknya. Ali ingin belajar sebaik-baiknya. Tapi kenapa ... perempuan ini hadir dengan tingkah yang sangat mengganggunya?

Ali diam. Menunggu Prilly meneruskan ucapannya.

"Kamu gak takut, Li?" Tanya Prilly serak.

Ali diam. Semesta pun seperti turut diam menyaksikan dua insan yang tengah bertengkar.

"Apa kamu tau? Kalau ini kulakukan karena s-saya-ng k-kamu?"

Angin bersiul lembut. Matahari sudah menampakan dirinya sepenuhnya.

Ali masih diam.

Prilly semakin tak tahan. Dilepaskannya lagi sesak yang dipendam. Memutuskan berbalik badan  dan pergi. Namun, dia harus mengurungkan niatnya ketika ke-4 temannya datang.

"Prilly! Lo gak papa?"

Ke-4 orang itu langsung mengerumuni Prilly. Perempuan yang ditanya itu menggeleng kecil sambil menunduk.

Naureen yang melihat Prilly begitu menyedihkan geram dengan sikap Ali. Sesusah apa sih Ali membuka hati?!

"Eh, lo!"

Naureen maju dengan berani. Kali ini Ali menengokan kepala dan berbalik.

Naureen mengangkat dagunya, "Lo cowo bukan sih? Kalo cowo kenapa tega nyakitin hati perempuan?"

Ali memasang wajah datar.

"Heh! Gua tanya sama lo Ali!"

Naureen semakin tak terkendali. Dia berjalan mendekati Ali sampai hanya 1 meter di antara keduanya.

Naureen menatap tajam, "minta maaf  dan mulailah terima dia!" 
Ucap Naureen penuh penekanan.

Ali tersenyum sinis. Memperhatikan keadaan yang seperti lelucon semata.

"Prilly!"

"Mau ke mana?!"

Dua orang itu langsung menengokan kepala.

"Naureen, Prilly pergi!" Ucap  Zarra yang di matanya tampak rasa cemas.

Naureen tersenyum tenang, "biar Ali yang kejar."

Orang yang disebut namanya itu menatap dengan tatapan tak percaya. Sedangkan Naureen mengangkat bahu acuh. Ali menatap bergantian ke-4 sahabat Prilly, dan semuanya mempunyai tatapan yang sama, 'tolong kejar Prilly.'

Ali menghela napas. Enggan namun harus.


Dia melangkahkan kaki, lalu lama-lama berlari.

Dia tau di mana Prilly.


***

Ruangan itu dipenuhi isakan. Mungkin jika orang lain mendengar akan merinding. Karena tampak suaranya, tapi tak tampak orangnya.


Braak!




Suara pintu didobrak terdengar. Lalu suara derap kaki melangkah mendekat.

Prilly berharap suara itu dari pangerannya. Namun sepertinya mustahil. Akhirnya dia kembali meneruskan tangisnya.


"Prill!"


Prilly mendengar itu. Kalau tidak salah suara Ali. Ya Tuhan, benarkah dia tak salah dengar?


Prilly semakin terisak.



"Prilly! Kenapa sih lo bego banget?"



Prilly masih mendengarnya. Ya benar itu suara milik pangerannya. Tapi tunggu ... kenapa terdengar menyakitkan?



"Lo kejar cowok yang jelas-jelas gak suka sama lo? Bahkan dia benci sama lo? Apa itu gak bego, Prill?"



Prilly menyahut dalam hati, "iya, Li. Aku emang bego. Makanya kamu gak mau sama orang bego kayak aku."


Tuhan, ini benar-benar sakit.


"Itu cinta apa obsesi, Prill? Buka mata lo!"


Kali ini suara Ali disertai bangku yang terbanting.



Prilly terlonjak dalam persembunyiannya. Sakitnya semakin dia rasa.



Kemudian hening. Tidak ada lagi suara yang terdengar.



Prilly mengusap air mata. Lalu mengangkat kepala.


Dan saat itu juga, dia merasakan tubuhnya terangkat. Lalu terhempas dalam sebuah pelukan.



"Setau gue, cewek butuh pelukan kalo sedih."


Prilly mendengar suara itu di telinganya. Begitu dekat.
Satu tetes air mata terjatuh.




Dia membalas pelukan itu. Sama dengan Ali, dia pun mempererat pelukannya.




"Maaf, Prill," ucap Ali tulus.



Rasanya Prilly ingin menangis lagi. Rasa haru memenuhi rongga dadanya. Dia sangat bahagia.




Barang-barang di perpustakaan seakan menjadi saksi membaiknya dua insan itu.


"Li, kumohon jangan pergi."



Ali tak menjawab.
Dia tersenyum.


















SavaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang