Chapter 9

467 57 2
                                    






Mobil Prilly berhenti sempurna di parkiran. Dia turun dari mobil. Untuk pagi ini dia tidak bersama Ali. Cowok itu kata ibunya sudah berangkat terlebih dahulu.



Prilly kesal sebenarnya, tapi ada sedikit yang membuatnya senang. Ya, dia bertemu dengan calon mertuanya tadi.
Sosok yang lemah lembut dan cantik. Beruntung sekali kalau Prilly menjadi menantunya.

Prilly menyusuri lorong yang sepi. Ini masih pagi jadi belum terlalu banyak yang berangkat.

Dia memilih ke kelas Ali dulu daripada ke kelasnya. Ada perasaan rindu yang ingin dituntaskan.

Dan benar saja, pangerannya ada di sana. Di bangku bagian tengah. Sedang bercumbu mesra dengan buku-buku.

Prilly langsung berlari heboh menghampiri Ali.

"Aliii!"

Sang empu yang merasa namanya terpanggil mendongak. Menatap gerangan siapa yang memanggil namanya. Sudah ia duga. Lagi-lagi cewek itu.

"Ali kok gak nungguin aku sih?" tanya Prilly sambil duduk di bangku depan Ali. Mimik mukanya sengaja dia buat seimut mungkin.

Ali diam. Sibuk mencatat.

"Ali, gak denger apa?" tanya Prilly lagi. Kali ini dengan kepala yang ia condongkan agar sejajar dengan Ali yang menunduk.

"Iya, denger." Ali memundurkan kepalanya. Prilly terlalu dekat.

"Terus kenapa tadi gak nungguin?"

"Emang harus?"

"Ya haruslah! Kan kita pacaran."

Ali tersenyum kecut,"pacar boongan juga."

Prilly tersentak. Menyadari ucapan Ali yang benar namun terasa menyakitkan.

Ruangan itu sunyi sejenak. Sebelum akhirnya Prilly menggeleng. Tak boleh lemah!

"Eh, Pacar! Ajarin aku matematika mau gak?"

Prilly mencoba tak mempedulikan ucapan Ali. Hari ini dia tak mau sakit hati lagi. Terkadang ada saatnya kita harus pintar buat bersikap bodo amat.

Cewek itu berpindah posisi menjadi duduk di sebelah Ali. Dia mengeluarkan bukunya lalu membukanya di depan Ali.

"Ini aku ada tugas. Tapi gak ngerti. Ajarin ya, Li," pinta Prilly.


Ali menatap sekilas buku di depannya.

"Itu gampang. Lo bisa ngerjain sendiri."

Astaga! Demi apa? Rasanya Prilly ingin mencakar Ali yang gantengnya kebangetan tapi mulutnya pedes gak karuan.

Untungnya sayang.

Prilly memanyunkan bibirnya. Waktunya merajuk telah tiba.

"Ayolah, ajarin. Ntar kalo gak ngerjain dihukum, Li."

"Gak."

"Li, ajariinnn!"

"Gak!"

Prilly mendengus kasar. Auto dapat hukuman ini mah.


"Prill, sorry. Bisa pergi gak?"

Prilly melihat siapa yang mengeluarkan suara.

"Apa sih lo! Songong banget berani ngusir gue!"

SavaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang