🌸part 1: Pesan

84 9 0
                                    

Riko
Bilangin ke cewe yang namanya Listi di kelas lo!
Pulang sekolah, gue mau bicara di taman belakang.
•10.47

"Bicara? Di taman belakang...? Buat apa?"
Dahi Listi berkerut, tanda ia tak paham setelah membaca sebuah pesan di ponsel Hilmi.

Sedangkan Hilmi yang merasa ditanya hanya mengangkat bahu acuh. Ia juga tidak tau kenapa kakak kelasnya itu mengirim pesan kepadanya untuk bicara dengan Listi.
Setau Hilmi, Listi itu tak pernah berinteraksi dengan cowok, baik itu dari kakak kelas, Adik kelas, bahkan dengan anak kelas di sebelah. Pergaulan Listi itu sangat terbatas, ia hanya bergaul dengan orang-orang di kelasnya saja. Hilmi yakin sekali, pasti Listi tidak kenal dengan kakak kelasnya yang bernama Riko itu.

"Emangnya Rikos itu siapa?"
Nah kan, pertanyaan dasar dari seorang Listi pun keluar.

Hilmi menyentil pelan dahi Listi.
"Sembarangan aja lo nyebut nama orang..., namanya itu Riko bukan Rikos."

'Ah, ternyata namanya riko'. Listi manggut-manggut, kemudian membaca lagi pesan di ponsel Hilmi untuk kedua kalinya.
Bukan salah Listi jika ia salah menyebut nama orang itu, karena Hilmi yang menamakanya Rikos di kontak itu.
"Iya...iya, terus dia itu siapa? Kenapa katanya mau ngomong sama gue?" Listi menggoyang-goyangkan ponsel yang digenggamnya itu di depan wajah Hilmi.

"Kuda goa... kuda goa. Masa sama Abang Riko lo nggak tau sih?" Hilmi tak habis pikir dengan Listi ini.
Orangnya itu cantik?...
Iya.
Manis?...
Iya.
Pintar?...
Iya.
Rajin?...
Iya.
Nyebelin?..
Iya juga.
Tapi kenapa seperti orang yang anti sosial saja kalau di sekolah?
Pertanyaan seperti itulah yang masih membara di otak Hilmi dari dulu hingga sekarang.

"Ab-abang? Dia kakak kelas Hil...?"
Hilmi diam.
Entah kenapa, rasanya baru saja ia melihat Listi seakan... gugup.

'Ah lupakan saja.'
Hilmi hanya mengangguk dua kali, kemudian ia menguap lebar. Ini sudah jam istirahat kedua, dan itu adalah saatnya Hilmi tidur. Ia mengambil ponselnya dari Listi dan memasukkannya ke dalam laci. Hilmi menarik nafas panjang untuk bersiap tidur. Dan itu tak lepas dari pandangan Listi.

"Lo mau tidur?"
Oke... oke. Seharusnya Listi tidak perlu bertanya lagi, Karena ia juga sudah sangat hapal tentang kebiasaan setiap harinya si Tupai Hilmi Nazar ini.

Hilmi tak menjawab. Ia menelungkupkan kepalanya dengan tangan yang dilipat di atas meja, dan langsung menutup kedua matanya.
Listi yang melihat itu hanya menghela nafas pasrah. Padahal ia masih ingin bertanya-tanya lagi ke Hilmi.

Beberapa menit berlalu dengan Listi yang hanya memandang punggung Hilmi yang sekarang sudah naik dan turun secara teratur. Ia sangat bosan... apalagi mengingat jika jam istirahat ke dua ini sangat lama. Teman-temannya yang lain pasti sedang memburu makanan sambil bersantai di luar, sedangkan ia hanya seorang diri dengan Tupai setengah kebo yang sayangnya lagi adalah teman sebangkunya.

Listi menyandarkan punggungnya ke bangku, matanya melirik ke arah ponsel Hilmi yang ada di dalam laci. Terlihat layar ponsel itu menyala dan sedikit bergetar. 'Sepertinya ada yang menelfon Hilmi.'

Tangan Listi bergerak hendak meraih ponsel Hilmi, berniat ingin melihat siapa yang menelfon Hilmi di jam istirahat begini. Tetapi belum sempat Listi menyentuh ponsel itu, tangan kiri Hilmi sudah bergerak meraih ponsel itu dengan posisi kepala masih telungkup di atas lipatan tangannya.
Kemudian tanpa melihat siapa yang menelfonnya, Hilmi langsung menekan tombol hijau dan menyenderkan ponsel itu di telinga kannya.
Listi mendengar suara gresak-grusuk dari seberang telfon, karena Hilmi mengangkat telfon itu dengan volume yang tinggi.

"Apasih?" Hilmi bertanya kepada si penelfon dengan nada sebal dan mata yang masih terpejam rapat.

"APASIH, APASIH. Kamu itu udah dibilangin jemput Bunda jam dua belas. Ini malah nggak datang sampe jam satu. Dari tadi ditu-"
Hilmi langsung menegakkan tubuh dan menjauhkan ponselnya dari telinga, karena mendapat omelan dari sang bunda. Ia bahkan menepuk jidatnya karena lupa sesuatu.

Langit SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang