Sekarang... di hadapanku,
Kau mungkin hanya lewat untuk beberapa detik saja.Tapi nanti... aku akan membuatmu menetap selama-lamanya di hatiku.
***
***
"Makasih tebengannya."
Listi mengembalikan helm yang ia pakai, ketika sudah turun dari motor Jihan.Kini mereka sudah berada di depan halaman sebuah panti asuhan.
Kenapa di panti asuhan? Ya, Karena di sinilah tempat tinggalnya Listi.
"Iya..., Eh-eh bentar, pegangin dulu lagi helmnya! Ini ada yang nelfon."
Jihan menyuruh Listi untuk memegang kembali helmnya tadi, karena ia harus mengangkat sebuah panggilan di ponselnya."Hallo?"
"Listi mana?"
Jihan menjauhkan ponselnya dari telinga, ketikan mendapat sapaan pertama berupa pertanyaan. Ia membaca nama kontak yang menelfonnya.'Laki Listi'
Jihan langsung menyodorkan ponselnya ke arah Listi, setelah mengetahui bahwa yang menelfonnya adalah Hilmi. Tadinya ia mengira bahwa yang menelfonnya adalah suami dari kakak nya.
"Noh laki lo,"Listi bingung.
'Kebiasaan deh,' pikir Jihan, lalu ia memutar bola mata malas.
"Itu si Hilmi nelfon, nyari'in lo dia."Listi ber'oh, kemudian menerima ponsel Jihan, dan menempelkan di telinga kanannya.
"Apa?" Tanya Listi langsung ke Hilmi.
"Lo dimana?"
"Udah di depan rumah."
"Tadi pulang sama Jojo kan?"
Listi menatap sebentar ke arah Jihan.
"Iyalah, emang sama siapa lagi? Kan supir pagi gue udah kabor duluan."
Listi dapat mendengar kalau diseberang telfon Hilmi sedang terkekeh."Hehe... sory my Bos, darurat tadi"
"Iya..."
"Entar malam gue ke rumah lo, mau ngerjain tugas, sekalian inih ada oleh-oleh dari bunda."
"Serah lo." Listi menyahut dengan malas.
"Oke. Inga-""Udah napah? Ini kesian Jojo dari tadi mau pulang."
"Bent-"
Tut.
Listi langsung mematikan telfonnya secara sepihak, karena pasti Hilmi tadi ingin bertanya tentang Riko yang tidak ditemuinya.Ngomong-ngomong soal Riko, apakah sebaiknya ia bertanya ke Jihan saja. Rasanya itu ide bagus, dan juga pasti Jihan kenal dengan si Riko.
"Jo, gue mau nanya boleh?"
Listi bertanya setelah mengembalikan ponsel Jihan."Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sakura
Teen FictionListi sangat anti dengan yang namanya percintaan. Karena baginya cita-cita lah yang lebih utama di bandingkan dengan cinta. Tetapi, entah kenapa malah cinta itulah yang bisa membawa seorang Halisti bisa mencapai... cita-citanya.