Chapter 2 - Rumah

284 31 1
                                    

Waktu menuntunku kepada pagi pertama di tempat asing ini. Aku terbangun dengan pening dan tubuh yang terasa remuk. Semalaman aku tidak mampu terlelap dengan tenang. Lalu sekarang pukul delapan pagi dan suara ketukan pintu memenuhi pendengaranku. Sepertinya seorang pelayan. Aku pun membasuh wajah sembarangan lalu turun ke bawah. Sejenak, setelah melewati anak tangga paling bawah aku terdiam, kebingungan. Rencananya aku akan ke ruang makan, tapi dimana ruang makan?

"Jungkook!" teriak Ibu entah berasal dari mana saat aku berjalan menyusuri suatu sudut di rumah besar ini.

Kuputuskan untuk mengikuti sumber suara Ibu dan menemukannya bersama dua orang laki – laki sedang duduk melingkari meja makan yang tertutup kain putih yang terjatuh hingga ke lantai dengan enam kursi yang mengelilinya. Aku menemukan ruang makan.

"Kemari. Kami sudah menunggumu." ucap Ibu.

Aku pun menghampirinya, "Maaf aku bangun terlalu siang." ucapku basa – basi seraya menelusuri seluruh wajah yang mengintari meja makan.

"Kau tidak terlambat sama sekali. Kemari, duduklah disampingku." pinta Ibu dan aku menurutinya, "Bagaimana tidurmu?"

"Kurang nyenyak. Jet lag." jawabku seraya memperhatikan pelayan yang sibuk menata sarapan ke atas piring yang terbelalak di hadapanku.

Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini. Biasanya aku yang melemparkan telur dan roti ke atas piring ayahku setiap pagi sebelum pergi sekolah. Perlakuan ini membuatku agak canggung.

"Makanlah, sayang." ucap Ibu terdengar lembut sekali, "Lalu selagi kau menyantap sarapanmu, aku ingin memperkenalkan suamiku, Min Seungho lalu hyungmu, Min Yoongi."

I see, they are the Mins.

"Halo Jungkook." ucap laki – laki paling tua dengan suara yang agak terkoyak getar. Ia duduk di kursi roda, terlihat cukup renta dengan rambut yang dipenuhi putih serta kerutan yang menjalar di permukaan kulitnya. Kemudian ia melanjutkan, "Selamat datang. Maaf karena tidak menyambutmu kemarin malam. Aku sudah tidur."

"Tidak apa – apa." balasku.

Kemudian kedua orang tua itu terus melanggengkan percakapan dan menanyaiku banyak sekali hal tentang kehidupanku di Korea. Mereka juga bergurau, sesekali. Meninggalkan kesan canggung karena aku tahu mereka tidak biasanya bergurau. Lalu sisanya, tidak ada percakapan yang keluar selain dari mulut Ibu, aku, dan Tuan Min. Laki – laki bernama Min Yoongi itu tidak barang sekali pun mengeluarkan sepatah kata sejak aku duduk di ruangan ini. Ia nampak apatis, tidak menyenangkan. Ekspresinya menyebalkan karena laki – laki pucat berambut hitam itu tidak memalingkan wajahnya sama sekali bahkan saat ayahnya berusaha menariknya ke dalam percakapan.

Ah, aku ingat. Ia adalah orang yang semalam kupergoki sedang tidak melakukan sesuatu yang salah di dalam kamarnya. Apakah ia benar – benar terganggu karena aku tidak sengaja membuka pintu kamarnya? Sungguh? Apakah kehadiranku diabaikan karena kejadian semalam?

"Kudengar sebelum kemari kau mengabiskan seminggu penuh di rumah temanmu Kim Taehyung." ucap Ibu memecahkan perhatianku dari sosok diam yang berada di ujung sorotku itu, "Ia itu temanmu yang pernah tidak sengaja memecahkan vas bunga Ibu saat bermain bola denganmu di halaman belakang rumah, 'kan?"

Aku mengangguk.

Ibu tertawa, "Aku terkejut saat tahu kalian masih berteman hingga saat ini. Langgeng sekali."

"Aku memang hebat dalam mempertahankan kepercayaan orang." balasku, terlantur begitu saja.

Ibu pasti tersinggung.

Lalu tiba – tiba orang bernama Min Yoongi itu bangkit dari duduknya lalu pergi keluar ruang makan tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan hal itu membuatku agak tersinggung tanpa dapat kupahami mengapa.

Eyes TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang