Chapter 6 - Ibu dan Tetesan Air

240 18 0
                                    

(NSFW)

Esoknya aku terbangun pukul sebelas siang dengan perasaan yang sulit untuk diterjemahkan. Aku tidak pernah bangun dan merasa sesukar ini sehingga membuatku termenung selama berjam – jam. Rasanya ragu untuk keluar kamar karena ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman. Pikiranku terombang – ambing dalam bayangan kejadian semalam. Seperti aku telah melakukan kesalahan, seperti merasa terbuang padahal aku diperlakukan begitu baik. Aku kecewa, jelas sekali aku merasa kecewa.

Lalu dalam lamunan yang tidak berujung, seseorang mengetuk pintu kamarku dengan laun hingga perhatianku terpecah.

"Tidak dikunci, masuk saja." ucapku setengah berteriak.

Pintu terbuka dan Ibu masuk ke dalam kamar dengan senyuman yang terlihat tidak menggembirakan. Ia diam sejenak di antara daun pintu yang terbuka seraya menatapku sehingga tanpa sadar aku pun menatapnya dalam diam. Kemudian ia berjalan masuk ke dalam kamar lalu duduk di samping tempat tidurku. Tubuhnya menghadapku yang terbaring malas di antara selimut yang berantakan dan bantal – bantal yang bertebaran hingga ke lantai.

Lalu Ibu bertanya, "Kau baru bangun?"

"Tidak." jawabku.

Ibu kembali menciptakan hening dengan tidak segera membalas perkataanku seakan ingin memberi tahu jika pikirannya sedang bekerja keras untuk berkata – kata.

"Jungkook."

"Ibu." balasku cepat – cepat, "Aku ingin mendengar sebuah penjelasan."

Ibu mengangguk kecil, "Aku tahu."

"Apa maksudnya perkataan Yoongi-hyung malam itu? Apakah benar, segala yang dikatakannya?"

Ia mengangguk lagi.

Sungguh Jungkook? Kau baru menanyakannya setelah nyaris empat malam berlalu sejak kejadian itu terjadi? Tidak aneh, pada dasarnya aku memang selalu tidak memiliki ide dalam menentukan kemana sebenarnya arah hidupku ini.

Aku melanjutkan, "Aku perlu tahu."

"Kau tahu Jungkook... Aku telah melakukan hal – hal buruk karena impianku. Sejak dulu sekali, aku telah pergi ke banyak tempat untuk mencari kesempatan agar mampu hidup sebagai orang yang pantas. Aku tahu, aku adalah maniak gila yang tidak memiliki keinginan lain selain menjadi kaya. Sungguh aku benar – benar manusia yang buruk dan menyedihkan. Namun aku lelah, lelah sekali karena direndahkan dan dihakimi karena ketidakberadaanku. Aku lelah diinjak - injak dan dianggap sebagai manusia yang pantas ditindas tanpa mampu melakukan apapun untuk menghentikannya."

Ibu tersenyum pilu.

Lalu ia melanjutkan, "Masa lalu membutakanku, Jungkook. Sejak kecil, aku hidup bersama puluhan anak di sebuah panti asuhan kecil. Kau mungkin baru tahu akan hal itu karena Ibu tidak pernah mendapat kesempatan untuk menceritakan masa laluku. Lagi pula, kurasa sebenarnya kau tidak perlu tahu betapa saat itu- bagiku makan dua kali sehari adalah sebuah kejadian luar biasa yang selalu kutunggu kehadirannya." ucapnya semakin menurunkan nada suaranya, "Aku sangat miskin, kami sangat miskin. Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat sehingga aku harus hidup sesulit itu." Ia mengalihkan pandangan ke luar jendela, "Rasanya saat itu pagi selalu menjadi waktu yang menyiksa karena selain selalu merasa hampir mati karena terkoyak lapar, aku juga harus bekerja dengan tangan – tangan kecilku yang gemetar tak bertenaga dari pagi hingga malam. Lelah sekali, sulit untuk kujelaskan. Aku tidak ingin kau tahu tentang masa kecilku yang mengerikan."

Keinginannya terdengar bekebalikan dengan matanya yang kini meneteskan air mata.

Ia melanjutkan, "Namun kesukaran hidupku telah memberikanku sebuah mimpi gila yang kerap membuatku menertawakan mimpiku sendiri. Aku ingin menjadi kaya. Aku ingin makan tiga kali sehari, aku ingin bangun tanpa perih di perutku, aku ingin tertidur dalam malam tanpa tangis. Aku ingin hidup secara layak." Ia mengusap air matanya, "Lalu tanpa kusadari mimpi itu kemudian berubah menjadi satu - satunya ambisiku. Setelah aku mampu keluar dari panti asuhan mengerikan itu, sedikit demi sedikit kukokohkan punggungku dengan berbagai cara... membersihkan sepatu, mengantar makanan hingga menjual barang bekas, dan kau tidak akan percaya jika aku menceritakan tentang orang – orang yang membuatku merasa tidak lebih berharga dari sebuah kotoran saat yang kulakukan hanyalah untuk bertahan hidup dengan pekerjaan – pekerjaan itu." ucapannya menegas namun suaranya terkoyak. Tetapi ia masih kuat untuk melanjutkan. "Kemudian aku bertemu ayahmu." Ia tersenyum, "Rasanya sungguh menyenangkan karena aku telah jatuh cinta kepada orang yang percaya kepada mimpiku. Ayahmu, adalah orang pertama yang mengatakan bahwa keinginanku- impianku, bukanlah hal konyol yang tidak pantas diperjuangkan dan ia tidak bergurau saat mengatakannya. Ia membawaku keluar dari kehidupan yang sulit namun kau tahu, aku adalah orang gila yang tidak pernah puas. Aku tidak pernah kelaparan atau merasa terhina saat bersamanya. Ayahmu melindungiku dari berbagai kepahitan hidup yang menakutiku namun yang kuinginkan adalah menjadi pantas."

Eyes TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang