01. One of Kind

448 83 27
                                    

I won't tell you I'm lonely
'Cause it may be selfish
I won't ask you to hold me
'Cause that won't mend what's helpless
There's not a thing I could say
Not a song I could sing for your mind to change
Nothing can fill up the space
Won't ask you to stay

___________________________________

"Le, nongkrong dimana kita abis ini?" Vano dengan posisi menyampirkan tas ransel di salah satu pundaknya terlihat berdiri kokoh di depan meja Leo. Bermaksud mengajak sohibnya itu menyambangi salah satu warung makan selepas perkuliahan selesai.

Kebiasaan baru. Biasanya sebelum mereka demisioner, sekre jadi satu-satunya tujuan utama selepas menghadiri kelas. Tapi berhubung sekarang mereka resmi purna tugas, jadilah markas mereka nomaden alias berpindah-pindah. Kadang dirumah Devan, kadang di warung legendaris nasi goreng Mang Asep, atau bahkan di serambi mushola depan Fakultas Psikologi. Emmm--- yang terakhir atas usulan Devan. Katanya biar kalau mereka sedang bergosip, dosanya bisa terpental aura positif mushola.

Dari ujung bangku, Leo yang masih sibuk menata buku catatan dan laptop nya selepas mengikuti perkuliahan mendongak. Mendapati Vano yang sudah siap sedia menggenggam kunci motor nya.

"Duh, gue---"

"Sahabat! Kalian mau kemana? Aing ikut!"

Entah datang dari lubang bumi sebelah mana, tiba-tiba manusia kelebihan narsis bernama Devan Hermawan, datang menyambar obrolan dua laki-laki itu. Sejak dua minggu lalu, mereka bertiga memang mendapat jadwal kuliah yang sama. Menyebabkan Vano dan Leo mau tak mau selalu bertemu dengan bocah satu itu. Kemana-mana pasti Devan selalu membuntuti Leo dan Vano. Karena anak itu meskipun dia social butterfly, tapi katanya dia tidak terlalu suka berganti-ganti circle. Ibaratnya, anak Beban Komdis Bros sudah jadi rumah bagi Devan. Mau sebanyak apapun tempat yang di kunjungi Devan, tetap rumah lah paling nyaman. Begitulah kira-kira definisi per-circle an yang Devan rasakan.

Nasib baik jatuh pada Faris dan Dio yang memilih mengambil kelas yang berbeda. Jadi mereka tidak terlalu sering bertemu Devan akhir-akhir ini. Mungkin sekarang Faris dan Dio sedang berleha-leha sebab hidupnya mulai tenang tanpa adanya Devan.

"Ah anying! Lo lagi lo lagi," gerutu Vano membuang pandangan nya malas. Padahal niatnya Vano ingin sekali-kali nongkrong berdua saja dengan Leo.

Bukan apa-apa. Tapi Devan itu kalau sekalinya diajak nongkrong, dia pasti akan minta tebengan sekalipun dia bawa motor sendiri. Dia lebih memilih meninggalkan motornya di kampus sehari semalam hanya untuk agenda nebeng nya. Vano bukan nya pelit atau dengki dengan bocah satu itu. Tapi kelakuan setan nya yang selalu memeluk pinggang kalau di bonceng yang membuat Vano jijik setengah mati. Apalagi Vano benar-benar tidak bisa dipeluk seperti itu. Rasanya seperti sedang ketempelan makhluk gaib.

"Emang nape? Kaga boleh?" tanya Devan sewot.

"KAGA!"

Devan mencibir lantas beralih menjejeri Leo. "Leee liat Abang Vano..." rengek Devan menunjuk Vano dengan telunjuknya ala-ala mengadu.

"Apaan buset. Gue kagak ngapa-ngapain!"

"Tuuu liat kan Leee... Keluar tanduk nya..." Devan masih menggoyang-goyangkan lengan Leo. Membuat Leo hanya terkekeh, tidak tau harus menanggapinya bagaimana.

Hello Leo | Rj✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang