Part 3: MIRIS

23.5K 3.3K 1.3K
                                    


Part 3: MIRIS



"Jinny Adelia?" Ezra mengernyit, menolehkan kepala pada pemuda manis yang berdiri di depan mejanya di Ruang OSIS.

"Hm. Katanya tim sukses dari Arseno? X-4?" tanya pemuda itu membuat Ezra mengangguk. "Lo nggak salah? Lo biarin?"

"Maksudnya?" Ezra makin mengernyit.

"Lo harusnya tau kalau jadi ketua timses calon ketua OSIS dan lolos tahap seleksi awal, itu artinya bakal otomatis lolos jadi pengurus OSIS periode berikutnya. Seno calon kuat, udah 80% dia pasti lolos tahap ini. Timnya berarti juga bakal lolos. Ngerti?"

"Ngerti," Ezra mengangguk tenang. Ia membalik halaman jurnalnya, kembali melanjutkan menulis laporan tak terlalu fokus sepenuhnya.

"Jinny Adelia murid kelas satu, cewek, yang udah pernah kena SP1. Di akhir semester dua ini, namanya udah jadi langganan buku hitam. Lo bisa tanya Arka, Arka sampai hapal," katanya menyebutkan nama si ketua PD sekolah.

"Terus?" Ezra masih tak peduli banyak membuat salah satu anggota PD juga pengurus OSIS di depannya melengos melihat itu.

"Anak-anak nggak suka. Seno milih dia Cuma karena dia sahabatnya. Harusnya lo lebih bisa jaring mana orang-orang yang bisa masuk tim sukses OSIS," ucap pemuda itu tegas.

Ezra mendecak, jadi mendongakkan kepala dengan ekspresi lebih serius. "Yang jadi calon ketua, Arseno. Dia tau siapa yang dia percaya jadi timnya. Lagian, jadi OSIS itu bukan jadi polisi harus seketat itu? Asal lo aktif dan kreatif, lo berguna di OSIS. Santai aja. Kita punya banyak bagian kan? Jinny bisa dimasukin ke kelompok tugas lapangan," jelasnya panjang lebar tanpa beban.

Pemuda di depannya mendengus kecil, menarik kursi dan jadi duduk ke depan Ezra. "Bukan itu intinya. Gue udah bilang, anak-anak nggak suka. Lo tau sendiri mereka kalau ngomong pedes gimana? Kalau Jinny gabung sama kita, dia bakal jadi yang beda sendiri. Diasingkan. Walau anaknya keliatan Queen Bee wannabe bukan berarti dia kebal sama bully."

Ezra tersentak, jadi terdiam menyadari itu.

"Sekolah kita emang udah mulai melek sama bully karena anak-anak kelas Jaebi bikin kampanye. Tapi, udah banyak yang mulai nyinyir setelah rapat timses. Jinny Adelia tuh bukan murid bandel biasa, dia punya banyak kesalahan yang bisa jadi bahan nyinyir orang-orang."

Ezra mengatupkan bibir. Ia menarik nafas dalam, menghembuskan pelan. "Dam, ini nih yang salah. Kenapa harus si Jinny yang pergi dan ngalah? Kenapa nggak orang-orang yang nyinyir itu yang ditegur buat berenti?" kata Ezra membuat temannya tersebut gantian terdiam.

Ezra melengos pelan, kembali pada laporan di depannya. "Kalau ada yang protes kenapa Jinny Adelia ada di OSIS, suruh datang ke gua."

Pemuda di depannya ini, Midam yang menjabat sebagai wakil ketua Penegak Disiplin EHS, mau tak mau menuruti. Ia jadi meraih hape mulai memainkannya tapi jadi teringat dan menoleh lagi pada Ezra.

"Oh ya. Gimana Mona? Gue kasih nggak nomer lo?" tanya Midam membuat Ezra melirik. "Gue udah bilang lo nggak jawab salam dia kemarin, tapi dia tetep nanyain."

Ezra mendecak, "serah lah," jawabnya tak peduli, membalik halaman dan melanjutkan menulis. "Lagian juga nggak bakal gue tanggepin."

Midam mendengus. Entah Mona teman kelas di 11 MIPA 2 itu sudah jadi perempuan keberapa yang akan ditolak Ezra Adrian. Sejak beberapa minggu belakangan, tepatnya setelah final festival pertandingan futsal, Ezra memang makin menarik diri. Pemuda itu seakan menutup hati rapat.

Enthusiast (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang