(Not) Cheating!

5.4K 394 55
                                    

Langit musim panas yang cerah dengan suhu 35° membuat siapapun yang berlalu lalang di pusat kota hanya mengenakan pakaian terminim mereka. Wajah kemerahan dan keringat bercucuran sudah biasa dilihat oleh seorang gadis yang sejak tadi duduk di bawah pohon palem seorang diri.

Rambut gulalinya dicepol tinggi untuk mengurangi rasa gerah, meski tidak banyak membantu. Suasana cerah disekitarnya tak lekas menular pada tatapan matanya yang cenderung sendu-penuh kesedihan dan keputusasaan.

Sakura, tak bisa menutupi apa yang tengah ia rasakan. Kesedihan telah menggerogotinya. Dan alasan dibalik itu adalah seorang pria bermarga Uchiha yang memintanya bertemu siang ini sekitar lima menit lagi—Sakura terlalu on time. Tapi bukan itu masalahnya, yang ia butuhkan hanya sebuah penjelasan berdasarkan fakta atas apa yang beredar di media sejak tadi malam.

"Sakura maaf, aku terlambat."
Si pembuat janji—Uchiha Sasuke telah berdiri dihadapannya. Tapi bukan itu yang menyita perhatiannya, melainkan sosok kecil yang tengah menatapnya tanpa dosa.

Gadis musim semi itu mencoba tak meneteskan air mata sekalipun harus berusaha tak berkedip untuk waktu yang lama. "Kurasa semua itu benar." Ia beralih menatap Sasuke, "dengan adanya dia telah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya."

"Sakura please dengarkan aku."

Ia mengatur emosinya dengan menarik napas, "Aku di sini untuk mendengarkanmu. setidaknya itu rencanaku. Tapi saat ini tidak perlu lagi, dan meskipun ingin menamparmu itu tak cukup sakit untuk dapat kau mengerti apa yang kursakan."

Ia melangkah maju dan langsung kuaangkat kedua tanganku sebagai tanda penolakan. 

"Aku tau, kau sangat kecewa. Mungkin lebih dari itu jika aku telah berhasil menemukan kata-yang tepat." Sang bocah menatap bingung ke arah Papanya, "Aku bersumpah tidak ingin menyembunyikan ini darimu. Tapi anak ini tidak bersalah."

Aku masih bertahan tanpa air mata, " Aku sukup baik untuk memahami itu, tidak ada seorang pun di dunia yang terlahir dengan dosa. Terlepas diinginkan atau tidak sepenuhnya salah orang tua mereka."

"Sakura please.."

"Sasuke, aku di sini tidak hanya ingin mendengarkanmu saja, tapi juga mengakhiri apa yang seharusnya berakhir."

"Tidak tidak tidak.. Kau tidak boleh.. Kita tidak.." Sasuke kesulitan menyelesaikan kalimatnya. Mata jelaganya telah berkaca-kaca.

Aku tau ia tak bisa merelakan hubungan kami—sama halnya denganku—tapi ini berawal darinya. Maka keputusan terbaik adalah aku yang mengakhiri.

"Kita selesai. Berbahagialah dengan keluarga barumu. Semoga kau bisa setia pada ibu dari anak ini. Cukup aku saja yang kau khianati." Kali ini aku tak sanggup menahan air mata. Setidaknya aku mampu menyelesaikan ucapanku dengan jelas.

Tidak pernah kutemukan kata toleransi untuk sebuah pengkhianatan. Betapapun aku mencintai Sasuke, dengan kesetiaan yang tercoreng tak bisa lagi kami bersama. Aku terluka tapi bersiap untuk bahagia, meskipun kami tak ditakdirkan bersama, aku yakin aku bisa. 

"Selamat tinggal Sasuke."
Aku menatap wajah mungil dalam pelukan Sasuke beberapa saat sebelum akhirnya berlalu.

Berulang kali kali Sasuke memanggil pilu namaku, tapi berhasil kuabaikan.
.
.
"Cut!" teriak sang sutradara. "Kerja bagus!"

"Break 10 menit." ucapnya lagi pada kami semua.

Aku baru saja akan keluar dari ruang ganti saat pacarku menghalangi jalanku.

"Kau sangat keren tadi!" pujinya.

"I know" balasku singkat, "Bisakah kau menyingkir? Aku mau lewat!"

"Alasan apa yang membuat moodmu jelek hm?" Sasuke memelukku. Selama ini dia yang paling tau kalau mood boosterku adalah es krim dan sebuah pelukan hangat darinya.

"Ish, apa yang kau lakukan!  Banyak orang yang melihat!" gertakku kesal. Entah apa yang salah, pelukan kali ini tidak mempengaruhiku.

Sasuke masih memelukku, "Memangnya aku melakukan apa? Hanya memeluk pacarku yang on her period sepertinya. Lagipula kita bisa membantu para paparazzi itu mendapat sebuah berita hari ini."

Sasuke menundukkan wajahnya menatapku, "Jadi katakan, ada apa?"

Aku balas menatapnya sekilas sebelum membenamkan wajahku pada dada bidangnya, "Kau selingkuh Sasuke.." cicitku.

"Astaga Sakura, itu hanya film. Kau terlalu terbawa peranmu."

"Tapi aku sungguh merasakan sakitnya pengkhianatan itu."

Meskipun tidak melihat, bisa kurasakan ia tengah menghembuskan napas, "Menghayati peran itu baik, tapi jangan berlebihan, sayang. Mana mungkin aku selingkuh darimu? Bulan depan kita akan menikah, ingat?"

"I love you." kataku tiba-tiba.

"Love you more."

Mendengar kata-katanya membuatku terisak tanpa sadar. Aku hanya merasa ingin menangis. Itu saja. PMS sialan! 

Sasuke mencoba mengurai pelukan kami, yang langsung kutahan. "Hey, hey? Mengapa menangis? Kau sudah cukup banyak mengeluarkan air mata pada adegan barusan."

"Aku tidak tahu." jawabku sambil terisak.

Sasuke terlihat memikirkan sesuatu dan melihat ke arah smartwatchnya. 

Bingo!

Ia menghela napas sebagai jawaban yang ia cari. Sesuai dugaannya, aku sedang dalam masa premenstrual syndrome. Biasanya, awal bulan selalu lebih menantang dari hari-hari lainnya. Sasuke pernah bilang kalau ia bersiap sedia jika kejadian seperti ini akan berakhir dengan emosi menguras kesabarannya. He loves me that much. 

Kami telah bersama selama 7 tahun dan aku lebih dari siap untuk mencintainya sampai kami menua, dan itu berarti selamanya.

"Okay sebentar lagi kita take untuk adegan selanjutnya." Sasuke mengingatkan.

"Awas kalau selingkuh." cetusku sambil keluar dari rengkuhannya dan berlalu pergi. Sekali lagi aku mendengar ia menghembuskan napas. Meskipun terlihat ketus, sebenarnya aku hanya tidak ingin dia melihatku tersipu malu. 

—END

🙂

Sasusaku's Love Story (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang