Someone Like You

2.4K 149 30
                                    

Hola hola! :v

This story inspired by adele's song: Someone Like You

.

.

.

Aku membenci segala pesta dan kerumunan, terlebih jika hati yang sedang dalam proses untuk baik-baik saja. Rasanya tetap menyesakan, claustrophobia langsung memenuhiku meski berada di tempat yang luasnya bahakan setara dengan gedung sekolah, atau gedung-gedung lainnya yang begitu megah dan dahsyat. Susah sekali mencari oksigen dan bernapas normal atau menjaga air mata tetap berada di tempatnya. Sangat sulit hingga aku yakin sebentar lagi akan mati. Seketika pemikiran itu menghantamku dengan sangat gila.

Apakah kematian akan lebih baik daripada tetap berada di sini untuk lima menit kedepan?

Apakah tenggelam lebih menyenangkan daripada harus berusaha menekan emosi yang kurasakan sekarang?

Apakah memotong nadi terasa lebih mudah daripada aku harus memotong segala kenangan manis yang berakhir menyakitkan?

Kewarasanku terkikis dan semakin didukung ketika aku melihat seorang pelayan yang berlalu sambil membawa pisau di atas nampan dengan hati-hati, lalu aku mulai memikirkan berapa waktu yang kubutuhkan untuk menyambar pisau itu serta mengarahkannya pada bagian yang langsung bisa mengirim jiwaku ke nereka. Jujur saja, dengan suicide siapa yang bakal mengharap surga?

Opsi lainnya.. aku bisa mengarahkan pisau itu pada orang yang telah meruntuhkan duniaku, menghancurkan hatiku lebih dari sekadar kepingan, dan mematikan harapanku untuk bertahan di situasi sulit. Aku bisa menjadi malaikat maut untuknya, dan menyeret rohnya ke hadapan tuhan agar ia mempertanggungjawabkan segala dosa-dosa pada salah satu hamba-Nya yaitu aku.

Mungkin, setelah itu aku akan diseret ke pengadilan setelah sebelumnya diinterogasi berjam-jam oleh kepolisian. Kemungkinan terburuk, aku hanya harus mendekam di balik jeruji besi untuk beberapa tahun ke depan. Lalu bagaimana dengan harapan, cita-cita, dan impian? Apakah di sana akan ada penyesalan?

Tidak. Tidak. Tidak! Impian mungkin telah tertelan oleh keadaan, cita-cita mungkin berakhir menjadi angan, tetapi harapan...

Kurasa, aku akan selalu memilikinya selama memiliki keyakinan pada Tuhan!

Tetapi menghabisi nyawanya setelah apa yang diperbuatnya padaku tetap terasa menggiurkan, saat ini iblis-iblis neraka pasti sedang mengelilingiku untuk merealisasikan niat busuk membunuh seseorang.

Aku menarik napas dan menghembuskannya keras-keras, hal yang kulakukan sejak memasuki pesta mewah ini—selain menahan tangis tentu saja. Aku sudah akan melangkah pergi sebelum sebuah suara menginterupsiku.

"Sakura?" akhirnya si teman biadabku muncul juga. Ya, Ino lebih dari biadab karena membawaku ke tempat sialan ini. Tempat yang berisi manusia unggul dalam materi, angkuh, dan terutama dia.. the bastard from hell, mungkin keturunan langsung dari lucifer mengingat sifatnya yang 11 12.

"Kau baik-baik saja" tanyanya lagi ketika aku berusaha menjaga kewarasanku dengan tetap diam.

"Apa aku harus baik-baik saja?" jawabku sambil berusaha menahan gejolak emosi yang dapat meledak kapan saja—termasuk saat ini. Bukan hal yang sulit buatku meraung dan mengumpat seperti orang gila karena sekarang aku memang sudah gila!

"Actually, it's okay to be not okay..." Katanya dengan wajah penuh penyesalan.

"Basi." Ino meringis tapi tak menampiknya, ia malah memberi ekspresi penuh simpati dan aku sungguh tak membutuhkannya. Satu-satunya hal yang kuinginkan adalah pergi dari sini—kalau bisa juga pergi dari dunia ini.

Sasusaku's Love Story (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang