Tak kusangka jalannya serumit ini
Terjatuh tersandung terluka beberapa kali
Gelap terang hujan dan terik menyertaiTak peduli darah dan luka di kaki
Aku harus berlari
Aku tak menyerah pada diriku sendiriRasa sakit ku jadikan medali
Hanya demi mengejar mimpiSebuah takdir yang harus kulalui
Pengorbanan darah, keringat, dan air mata yang membasahi pipiTak usah pedulikan ini
Apa mungkin kau peduli?
Mungkin rasa ibamu hanya ilusi──̇─̇─̇─❒₍⸙ᰰ۪۪᭢❒──̇─̇─̇─
"Kamu yang pilih filmnya, aku mau ke toilet dulu"
Seutas senyum membalas perkataan Chandra. Sungguh cantik ciptaan tuhas yang satu ini. Bagai malaikat namun tak bersayap.
Rintik air mulai terdengar. Setetes air yang datang terus menerus membasuh tangan dan muka.
"Huh"
DRTTT!!
DRTTT!!
DRTTT!!
"Halo, Ya?"
"Dimana?"
"Bioskop, kenapa?"
"Nanti kerumah bunda ya"
"Agak malem ya bun, soalnya Chan masih ada perlu"
"Iya gapapa, bunda tunggu dirumah. Kabarin kalau mau kesini ya"
"Sukses anaknya bunda. Dah"
TUT!
¦16.40
Chan, masih lama?
Filmnya udah mau mulai nihBergegas ia menemani Arlyna. Ntah kenapa Chandra tipikal orang yang gasuka di tunggu.
"Maaf ya lama tadi bunda telfon"
"Yaudah, ayo masuk udah mau mulai filmnya"
o0o
"Kenapa bun?"
Penasaran, iya. Chan bingung ntah kenapa dia disuruh menghadap ke bundanya.
"Besok anterin bunda ke rumah nenek bisa? Bund kangen sama nenekmu itu. Tapi kalau ngga bisa gapapa kok"