Ketika separuh nyawaku tercabut
Di ujung gelisah dan rasa takut
Batinku meronta berteriak marah
Meskipun akhirnya aku hanya bisa terjatuh pasrah.Kehilanganmu benar-benar melukaiku
Bumi dan langitku runtuh
Bersama hembusan nafas terakhirmu
Aku paham yang hidup harus tetap melanjutkan hidupTapi hidup tanpamu,aku tak benar-benar hidup
Aku minta maaf masih berat untuk terbiasa
Aku minta maaf rinduku masih penuh air mata──̇─̇─̇─❒₍⸙ᰰ۪۪᭢❒──̇─̇─̇─
Cahaya menembus cendela dan mengisi ruang kamar yang luas dan hanya ada satu orang didalamnya.
"Chan bangun woy"
Pria itu mencoba membangunkan chan di tengah tidurnya, namun nihil ia kelelahan kemarin."Bangun anjing malah nyengir lo"
Chan tersenyum bahagia, ntah itu sengaja atau dia masih di alam bawah sadar"OM, CHAN GAMAU BANGUN KASIH JATAH AJ-"
"Diem lo bngst, gatau gua masih ngantuk apa sialan" celetuk Chan
Chan terbangun sebab teriakan Nath mengisi seluru ruangan kamar. Dengan sigap Chan menutup mulut Nath agar celotehnya tak di gubris oleh papahnya.
"Pfft... Percaya aja lo, papa lo lagi keluar gatau kemana. Lo mandi gih gua mau kerumah bentar ntr balik kok"
"Hmm" Chan masih dengan muka bantalnya mencoba merespon Nath.
"Duluan sayang" Nath tertawa lepas sehabis kalimat itu diucapkan.
"Dasar tolol"
Chan berjalan menuju kamar mandi di kamarnya. Baru saja didalam tersengar suara bel pintu depan berbunyi.
Kring!!!
Kring!!!
Kring!!!
'Ah sialan'-Gumamnya
"Siapa?"
Ceklek..
"Ya? Cari siapa? Pak Brawijaya lagi keluar. Kalau penting nanti saya sampaikan"
"Ah tidak, saya tetangga baru. Salam kenal, saya cuman keliling-keliling mau kenalan sama orang kompleks sini"
"Ooh iya tante, maaf tadi kurang sopan"
"Ah gapapa. Oh ya ini anak tante"
"Dek kenalan sana"-bisiknya
Mereka saling berjabat tangan satu sama lain.
"Rara"
"Chandra"