LEMBAR BARU

127 17 2
                                    

Tidak terasa 6 bulan telah berlalu, kini tibalah babak baru memasuki kelas 11. Setelah upacara bendera hari senin kamipun memasuki kelas masing-masing.

"Tugas ini berat, Sist." tutur Bobby kemudian duduk disampingku. Dibawah pohon kelengkeng di samping halaman.

Iya lagi-lagi Bobby harus berkutat dengan murid-murid penguna jam karet alis terlambat masuk.

"Nikmati saja,"

"Coba kamu lihat, masa setiap pagi pemandanganku orang lari-lari di tempat. Terpapar sinar matahari apa kamu tidak takut aku terbakar?"

Aku hanya senyum, sebenarnya Bobby mau melucu atau apa? Garing.

"Apa si Bob, tidak usah ngeluh itu pemandangan baru, daun muda lho."

"Tidak, lebih baik Bu Irene, yang ini masih bau amis."

Sebenarnya aku sudah ditunggu anak-anak yang lain untuk mendampingi murid kelas 10 tapi aku malah memilih bersantai disini bersama Bobby.

Tidak ada alasan lain kecuali ingin melihat June. Sudah berhari-hari ia tidak ke rumah, entah kenapa yang jelas itu membuatku rindu.

"Bob, June apa kabar?"

"Entahlah, June kan kabur dari rumah." ujar Bobby membulatkan mataku.

"Dan tidak ada yang tahu dia kemana, termasuk Hanbin."

"Hanbin bukannya sudah tepatin janji sering main ke rumah, kenapa June bodoh,"

"Kamu yang tidak update tentang June, wah pokoknya 3 hari yang lalu parah."

Mendengar kata-kata Bobby seperti itu aku jadi khawatir. Terakhir kali saat bertengkar dengan ayahnya ia sampai seemosi itu, apa sekarang juga?

"Aku ke kelas dulu ya, sudah ditunggu yang lain. "

Setelah pamitan dengan Bobby aku segera ke kelas. Pembekalan sudah di mulai jadi aku menunggu di luar takut menganggu.

Satu kelompok sebenarnya dengan Hanbin tapi aku tidak enak untuk bertanya ini itu. Tapi June benar-benar membuatku resah. Tuhan... kenapa harus ada rasa dengan orang macam June, susah dipahami tapi tidak tahan untuk meninggalkannya barang sejenak.

"Jun, miss you... cepet kembali aku kangen, nanti kita pacaran ya kalau sudah berjumpa lagi,"

***

Ku kira pertemuan kita akan sangat indah, ternyata aku salah.

Ada kalanya lebih baik berpisah.

Aku merindukanmu sampai resah, ternyata yang kurindukan membuatku pasrah.

Setelah 4 hari tidak masuk sekolah tiba-tiba June berangkat bersama Mawar. Seantero sekolah membicarakan kedekatan mereka, katanya mereka berkencan.

"Hancur, memang benar sejak awal seharusnya tidak perlu jatuh cinta padanya," batinku.

Aku merasa tidak memiliki kekuatan lagi bahkan hanya untuk pergi ke kelas setelah melihat June bersama Mawar. Pedih, aku tidak bisa membayangkan bagaimana saat aku melewati ruang kelasnya kemudian tidak sengaja berpapasan dengannya. Apa yang harus kuperbuat, lidahku kelu hanya air mata yang berkata jujur.

Akhirnya aku memilih duduk di kantin dekat kelas 10. Kutenangkan hatiku terlebih dahulu sembari meneguk susu coklat.

Saat hendak meneguk susu coklat yang baru saja di berikan Bu Kanti mendadak Javier keluar dari kelasnya. Sontak saking terkejutnya minuman yang masih panas kuteguk alhasil lidahku kepanasan.

"Mbak, malah disini kan sudah bel masuk,"

"Sedang bad mood, sudah sana masuk."

"Sebentar mau ke toilet,"

"Kenapa tidak dari tadi sebelum bel?" intonasiku jadi lebih tinggi, karena gemas.

Javi hanya tersenyum seraya melewatiku. Dibelakangnya ada anak laki-laki lain yang nampak akrab dengannya. Ia juga tersenyum padaku.

"Mbak, lebih baik masuk kelas. Hari ini kan Mas Adi mulai mengajar disini jangan sampai ada yang tahu kelakuan keponakannya tukang bolos,"

"Ehhh... jangan ih menyebalkan," setelah menjitak kepala Javier aku segera berlari-lari kecil menuju kelas.

Sesanpainya di depan kelas ternyata masih sangat rame. Aku langsung masuk saja karena belum ada guru.

"Tumben telat?" sapa Niar yang duduk di didepanku.

"Biasa paling tidak jauh-jauh dari Bobby," sahut Yunhyeong sembari menggeser duduknya.

Kali ini aku duduk dengan Yunhyeong karena teman sebangku ku tahun lalu pindah ke luar kota. Sedangkan Yunhyeong memang sejak kelas 10 ia duduk sendiri berteman dengan sepi.

***

Sepulang sekolah tepatnya di parkiran aku tidak sengaja berpapasan dengan June karena motornya diparkir tepat disebelah mobil Renjun. Kami saling menatap satu sama lain tanpa sepatah kata.

Tidak paham mengapa ia kembali seperti dulu, June yang asing. Tidak suka dengannya yang seperti ini sok keren, sok tegar padahal aslinya ambyar.

"Aku tahu Jun kamu sedang membutuhkan seseorang," bisikku dalam hati.

"Bisa geser sedikit? Awas nanti ketabrak," ucap June sembari mengatur posisi motornya.

Saat ini aku berada disamping mobil dengan jarak sempit yang memungkinkan untuk terserempet. Tak berkutik sedikitpun, jantungku berdebar tak karuan hingga kakiku tak mampu digerakkan.

"Malah bengong, minggir sebentar saja habis itu mau gelar karpet tiduran disini juga tidak apa-apa,"

Aku masih diam, bingung ingin memeluknya karena rindu telah merenggut jiwaku namun sebelum itu terjadi Mawar datang.

"Jadi mengantarku ke rumah?" kata Mawar kemudian duduk di belakang June.

Harusnya aku pindah dari tadi jadi tidak perlu melihat June tersenyum ketika memberikan helm pada Mawar. Tanganku gemetaran menahan air mata.

"Tidak boleh menangis, pokoknya tidak boleh menangis karena laki-laki, Okta kamu bukan gadis lemah," batinku.

Untung saja tak lama kemudian Javier dan teman-temannya datang. Setidaknya sekarang aku tidak seperti patung melihat orang bermesraan.

"Mas June, kapan main ke rumah lagi?" sapa Javier.

"Lain kali ya, maaf sekarang masih sibuk."

"Ok, ditunggu."

Dengan Javier baik, kalau denganku ketus sekali. Salahku apa sampai ia tega membakar hatiku sepanjang hari. Misalnya hati ini dapat bilihat dengan mata telanjang sudah seperti arang, hangus lebur bagai abu.

Karena patah hati yang sudah tidak bisa ditoleransi lagi tanpa basa basi kuambil helm yang disangkutkan di spion milik Jaemin. Tanpa tahu apakah dia mau memboncengku atau tidak aku langsung menaiki motornya.

"Ayo jalan, Jae."

"Hah?"

"Jaemin kan?"

"Iya,"

"Ya sudah ayo jalan,"

Walau masih bingung Jaemin tetap melajukan motornya. Saat melewati June dan yang lainnya aku memalingkan pandangan.

"Mas Jaemin... nitip kakakku ya," sahut Javier sayup-sayup masih terdengar.

"Kamu pikir aku gorengan pakai segala dititipin," balasku sambil teriak-teriak juga.

TBC. . .

MAS PACAR [KOO JUNHOE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang