Memang waktu berjalan begitu cepat rasanya baru kemarin aku menginjakkan kaki di sekolah untuk pertama kalinya sekarang tinggal beberapa bulan lagi kelulusan. Aku terkekeh melihat pantulan wajahku di cerim, tak banyak berubah. Tak ada yang berubah mungkin selain suasana yang kini sepi.
Setelah peristiwa tidak mengenakkan itu Javier di masukkan ke asrama. Dan meskipun ayah June telah mengakui kejatannya, bertobat tetap saja ibukku tidak merestui hubunganku dengan June. Tapi tidak perlu khawatir kami baik-baik saja walau backstreet.
"Jangan lupa bekal untuk Javi," ujar ibu seraya menaruh kotak makanan di tasku.
"Iya Bu, mana mungkin aku lupa," ku paksa senyumku menggembang walau sebenarnya hatiku sedang tidak baik.
Aku selalu merasa menyesal mengingat Javier yang kini tinggal di asrama karena melindungiku.
"Bu, nanti kalau aku kuliah di Jogja Javier tidak akan di asrama lagikan?"
"Tidak, dia akan tetap disana sampai lulus sekolah."
"Tapi Bu...."
"Lagi pula itu baik untuknya. Dia bisa belajar mandiri, bertanggungjawab dan tidak manja,"
Benar juga apa yang dikatakan ibu. Namun aku merasa kasihan dengan Javier yang melakukannya karena terpakasa. Bagaimana jika ia tidak menyukai suasananya, makannya dan semua kemungkinan-kemungkinan buruk selalu menghantuiku.
"Sudah sana berangkat nanti terlambat,"
Aku hanya mengangguk kemudian menyalami ibu lalu pergi.
***
Hujan pagi ini akhirnya mulai berhenti. Aku baru saja melipat payungku di gerbang sekolah saat June merangkul bahuku.
"Kamu tidak berangkat berasama Mas Adi? Tahu begitu aku jemput,"
"Gundulmu, mau kena semprot ibu?"
June meringis setelah kupukul kepalanya.
"Aku kan bisa menunggu di perempatan. Pokoknya lain kali kalau berangkat sendiri bilang, tidak ada alasan." ujarnya seraya menyelimuti badanku dengan jaketnya.
"Kalau kehujanan begini kan kamu jadi kedinginan, nanti sakit tidak sekolah dan aku bisa mati karena merindukanmu,"
Cih, gombal. Entah sejak kapan ia bisa berkata manis setahuku dulu ia selalu mengatakan hal-hal kasar yang menjengkelkan. Mungkin setelah mengalami koma panjang otaknya mendapat pencerahan.
Tidak apa-apa seperti apapun June aku akan terus mengaguminya dan bahagia bersamanya.
Setelah memasuki aula sekolah kulihat Javier duduk di tepian anak tangga bersama Bobby. Aku berlari-lari kecil menghampiri mereka meninggalkan June yang berjalan santai di belakang.
"Jav, Mbak kangen sekali."
Javier memejamkan matanya sesekali menggeleng karena geli.
"Setiap hari kan ketemu,"
"Tapi tidak ada kamu di rumah rasanya sepi,"
"Aku tidak di rindukan?" sahut Bobby yang kemudian mendapat jambakan dari Niar.
Iya benar mereka sekarang berkencan. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa dekat tahu-tahu sudah jadian saja.
***
Adakah yang merindukan Hanbin. Ia sekarang jarang masuk sekolah karena sibuk menjadi pimpinan perusahaan menggantikan ayahnya. Gelar sebagai ketua OSIS di serahkan kepada Jeno dan wakilnya sekarang Jaemin.
Meskipun June memiliki hak penuh atas perusahaan ia tetap tidak mau berada disana. Ia ingin mewudukkan impiannya sebagai seorang detektif bersama Bobby. Bahkan mereka sudah mulai mencari universitas untuk kuliah nanti.
"Gerimis terus kapan berhentinya, bisa-bisa gak jadi ikut festival." gerutu Yunhyeong yang datang dari arah kelas kemudian duduk di tengah-tengah kami.
"Ya gak mungkin batal karena hujan," celetuk Niar seperti biasanya selalu menyambar bagaikan kilat petir cepat.
"Lagi pula tampil di tengah hujan kelihatannya keren," sambung Bobby antusias.
Akhir-akhir ini semua orang menjadi gila. Melakukan banyak hal seperti apa yang mereka inginkan, bebas tak terbatas. Menikmati sisa-sia masa remaja yang sebentar lagi akan berakhir.
"Hujan adalah romantisme," ucap June mendapat desahan dari semua orang.
***
Taman kota sudah di penuhi orang-orang yang merayakan festival akhir tahun yang memang sudah menjadi tradisi kota. Mayoritas diantara mereka adalah pelajar SMA dan SMP.
Satu persatu band tampil kini giliran band June dan kawan-kawan. Terlihat Hanbin berlari-lari dari parkiran menuju panggung karena baru saja datang.
Semua orang menikmati alunan musik yang mereka suguhkan. Aku baru tahu kalau mereka benar-benar idola, begitu musik mulai menyala gerombolan anak muda mulai berdatangan memenuhi aula panggung sampai berdesakan. Tak jarang beberapa ada yang meneriakkan nama mereka sampai ada yang membawa baner juga.
Setelah turun dari panggung mereka pun menghamipri kami dan duduk berbanjar dibawah pohon beringin yang tumbuh dipinggiran alun-alun. Menikmati udara segar setelah hujan dibawah matahari yang tak begitu menyengat karena masih malu-malu menampakkan diri.
"Mas Hanbin sudah selesai? Kita harus kembali ke kantor ada rapat,"
Hanbin membuang napas kasar setelah sekretaris Yun memerintahkan untuk kembali.
Hanbin masih ingin menikmati waktu bersama kami tapi pekerjaan kantor tidak mengijinkannya.
"Sudah sana mister kerjakan tugasmu," ejek June sembari melambaikan tangan. Hanbin tak terima segera memukul pundak June membuatnya meringis.
"Kau saja sana gantikan aku sekali saja,"
"Akukan boss nya disini. Hanya tinggal duduk manis sembari membubuhkan tanda tangan,"
"Dasar kontraktor,"
"DIKTAKTORRR...." seru kami bersamaan mmengirngi langkah Hanbin yang mulai memasuki mobil bersama sekretaris Yun dibelakangnya.
Terimakasih banyak kepada teman-teman yang sudah mampir dan memberikan dukungan sehingga cerita ini dapat selesai. Saya senang sekali karena selama menulis di wattpad baru kali ini bisa mendapatkan angka viewers sebanyak ini. Semua itu berkat kalian, sekali lagi terimakasih banyak.
Maaf juga, karena pasti saya juga membuat kesalahan atau beberapa hal dalam cerita yang mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi kalian.
Nantikan Sequal dari cerita ini, semoga bisa segera di publikasikan. Sampai Jumpa...
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS PACAR [KOO JUNHOE]
Teen FictionCerita tentang June, Si Sad boy yang pura-pura tsunder. Awalnya selalu menolak dan bilang kalau ia baik tanpa seseorang namun pada akhirnya latar kehidupannya yang rumit terkuak juga. Konflik asmara yang dicampur batin keluarga semakin memperkeruh k...