2. Ada yang Mengawasimu

4.1K 512 52
                                    




Braile dan Jeff sudah sampai di paviliun. Wanita itu tampak takjub melihat kenyataan bahwa ruangan ini tampak begitu besar untuk ukuran sebuah paviliun. Di samping paviliun tersebut masih terdapat rumah yang jauh lebih besar. Akan tetapi, Braile tidak menangkap keberadaan asisten rumah tangga maupun penjaga kebun. Sangat mustahil jika Jeff mengurus bangunan sebesar ini sendirian.

"Ya, aku mengurus semua ini sendirian," ucap Jeff begitu menyadari bahwa Braile tampak takjub dengan pemandangan yang ditangkap netranya.

"Oh, tapi terkadang orang kepercayaanku membersihkan rumah dan paviliunku. Jadi, aku sedikit terbantu," lanjut Jeff kemudian. Sementara itu, Braile hanya mengangguk tanda paham akan apa yang telah Jeff jelaskan.

Hari ini, Braile menghabiskan sisa malam di paviliun. Begitulah, pria itu memaksa Braile untuk tinggal bersamanya meskipun Braile sudah bersusah payah untuk menolak. Demi alasan keefisiensian, katanya. Yah, tidak ada salahnya. Toh, mereka tidak benar-benar tinggal di dalam satu atap yang sama. Braile ditempatkan di paviliun, sedangkan Jeff berada di dalam rumah utama. Jeff juga telah berjanji untuk membiayai segala keperluan Braile. Lagi dan lagi, Braile tidak diperbolehkan untuk menolak.

Setelah berbincang dengan Jeff seputar kontrak pekerjaan, Braile akhirnya diberi kesempatan untuk beristirahat di dalam kamar. Wanita itu segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Mencari sebuah kontak dengan nama Johnny Suh, Braile mengirimkan pesan kepada rekannya tersebut.

"We got the target. Mulai sekarang, aku bisa mengawasinya secara langsung," tulis Braile dalam pesan tersebut.

Seseorang yang menerima pesan tersebut mengulas senyum. Tampaknya, hari baik sedang datang padanya. Semua yang telah lama dipersiapkan berjalan sesuai rencana.

"Good job! Hati-hati di sana."

Hari pun berganti. Begitu terbangun dari bunga tidurnya, Braile dikagetkan dengan Jeff yang sudah duduk manis di ruang tengah paviliun. Pria itu membaca surat kabar sembari ditemani oleh secangkir kopi. Braile terperanjat, membuat fokus Jeff teralihkan.

"Oh, sudah bangun?" tanyanya lalu meletakkan cangkir kopi yang semula berada di genggaman tangannya.

"Pagi," sapa Braile. Wanita itu terlalu bingung harus merespon apa. Akan tetapi, ucapan selamat paginya diabaikan begitu saja. Jeff bangkit dari tempat duduknya.

"Minggu ini, saya akan menghadiri pesta lelang di Makau. Kamu harus ikut, karena ada tugas yang akan saya berikan."

Braile hanya mengangguk. Toh, tidak ada gunanya ia menolak. Jeff tidak akan pernah mengizinkannya. "Baik, Tuan."

"Saya sudah mempersiapkan semuanya. Termasuk dress dan make-up artist." Tangan Jeff mulai bergerak untuk meraih cangkir kopinya. Ketika cangkir sudah hampir menyentuh bibirnya, gerakan Jeff terhenti.

"Sayang sekali, kan, jika wajah cantik itu dibiarkan begitu saja?" Mendengar itu, darah Braile berdesir. Wanita itu dibuat terdiam dengan apa yang dikatakan Jeff barusan. Setelah membuat Braile cukup merona, Jeff berjalan pergi begitu saja, meninggalkan kopinya yang baru disesap sedikit.

"Apakah menjadi asisten itu adalah kata lain dari menjadi pembantu?" gerutu Braile sembari menyambar cangkir kopi milik bosnya tersebut.

Setelah mencuci bersih cangkir kopi yang ditinggalkan oleh Jeff, Braile kembali ke kamar, mengabarkan kepada rekannya mengenai kegiatan Jeff di hari Minggu.

"Dia akan menghadiri pesta lelang di Makau. Lebih baik kau ikut."

Tak perlu menunggu lama, Braile mendapatkan balasan dari Johnny.

"Oke. Aku akan atur semuanya."

Hari yang dinanti akhirnya datang. Untuk pertama kalinya, Braile bertemu dengan orang kepercayaan Jeff—Lee Taeyong. Braile berusaha menyapa dengan mengulas senyum. Akan tetapi, Taeyong hanya membalas dengan tatapan dingin. Braile segera mengurungkan kembali senyum menawannya.

TRAP [PUBLISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang