SEPULUH

90K 5.5K 210
                                    

Sejak kejadian melihat tubuh topless Arkan, Kay tidak berani lagi meminta bimbingan dari Arkan. Bahkan Kay sudah seminggu tidak pergi ke kampus. Jangankan ke kampus, merevisi desain penelitiannya seperti yang Arkan mau saja tidak dilakukan Kay. Kay bahkan menyimpan desain penelitiannya dilemari paling bawah bersama tumpukan baju yang jarang dipakainya.

Meski telah seminggu berlalu, wajah Kay masih saja memerah ketika mengingat keindahan tubuh Arkan dan Kay merasa dirinya memang telah gila karena selalu saja terbayang roti sobek kotak-kotak diperut Arkan. Karena itulah Kay tidak berani menampakkan dirinya dikampus.

Bahkan hari inipun Kay mengabaikan pesan Arkan yang bertuliskan ; 'Kamu kapan mau bimbingan lagi?'

Well, sekilas Arkan seperti pembimbing yang berhati malaikat yang terjebak dalam nama iblis bukan? Coba sebutkan, dosen mana yang menanyakan mahasiswanya secara pribadi melalui pesan aplikasi;  'kapan mau bimbingan lagi?' Kayaknya cuma Arkan deh! Akan tetapi Arkan tidaklah sebaik itu saudara sebangsa setanah air sebumi. Kay yakin sekali Arkan mencarinya bukan untuk membimbingnya tapi untuk menyiksanya. Buktinya setiap Kay datang untuk bimbingan dia malah berakhir tragis.

Bahkan Kay beberapa kali tidak fokus hingga harus ditegur oleh atasannya tempat ia berkerja. Kay bekerja di salah satu coffee shop ternama. Terutama hari ini, Kay sedikit kewalahan karena partner kerjanya sedang sakit sehingga ia harus merangkap sebagai kasir dan pelayan
Meskipun diam-diam Kay bersyukur karena kesibukannya cukup mengalihkan perhatiannya dari bayang-bayang Arkan.

"Selamat siang, selamat datang" sapa Kay sambil tersenyum lebar saat mendengar bel yang tergantung didepan pintu berbunyi.

Kay segera berjalan menuju meja kasir untuk menerima pesanan. Senyum manis Kay langsung luntur saat melihat rahang tajam dan tatapan dingin dari pria senang sekali menyiksanya.

"Kenapa kamu mandangin saya begitu? Mau nyubit lagi?" tanya Arkan yang sudah biasa dicubit Kay dalam situasi tertentu terutama dalam situasi seperti ini.

"Kok bapak bisa ada disini?" tanya Kay bingung.

"Coba saya tanya sama manager kamu kenapa saya nggak boleh kesini" ucap Arkan yang terdengar seperti ancaman bagi Kay.

"Bapak ih" timpal Kay kesal.

"Saya disini sebagai konsumen jadi jangan tatap saya seperti itu. Kamu harus menatap dan berbicara dengan manis selama saya disini karena sekarang saya adalah konsumen dan konsumen adalah Ra-Ja" ucap Arkan dan Kay menghela napasnya sambil memaksakan seulas senyumannya.

"Baiklah. Bapak ingin memesan apa?" ucap Kay berusaha manis dan tersenyum manis menatap wajah Arkan yang datar-datar saja.

"Ice Americano satu" ucap Arkan sambil menyerahkan selembar uang seratus ribu. Kay menerimanya lalu menyerahkan struk dan kembalian Arkan. Kay dengan segera membuatkan americano pesanan Arkan. Arkan memperhatikan Kay dengan alis kirinya yang terangkat.

"Silahkan. Selamat menikmati" ucap Kay sambil menyerahkan segelas americano pesanan Arkan.

"Nampaknya nanti saya tidak perlu ke kantin depan kampus pagi-pagi untuk ngopi" timpal Arkan sambil menerima americanonya.

"Kenapa? Bapak mau kesini tiap pagi? Tapi kan jauh kalau dari kampus lagipula coffee shop kami buka mulai jam 08.00 disaat bapak sudah harus cuap-cuap didepan kelas" ucap Kay dengan kening mengernyit.

"Tentu saja tidak. Ngapain saya buang-buang waktu kesini kalau akhirnya saya bisa menikmati kopi kamu setiap pagi nantinya" ucap Arkan yang meninggalkan Kay dengan seribu tanya.

Tatapan mata Kay masih mengikuti sosok Arkan yang memilih duduk di meja didepannya. Tepat didepan Kay. Arkan menatap Kay tanpa dosa tanpa rasa bersalah membuat Kay menghela napas dan menganggap Arkan mungkin hanya asal bicara saja.

SCRIPTSHIT (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang