3

110 12 0
                                    

Gadis itu duduk di bangku taman dengan tenang sambil membaca novel yang sangat di favoritinya.

"Pu cupu cupu cupu cupuuuu!" Ucap lantang lelaki berpawakan tampan dengan khas suara penjual sate datang mendekati gadis itu.

Gadis yang semula membaca itu menengokkan kepalanya melihat lelaki tampan dan gagah. Siapa lagi kalau bukan most wanted di SMA sini.

Gavin alexander herwin. Lelaki yang selalu menjahili Teresia di lingkungan sekolah. Teresia tidak menggubris dan melanjutkan acara membacanya.

"Sok cantik banget sih lo di panggil kagak nyaut!" Ucap Gavin mendekatkan tubuhnya ke teresia dan duduk di samping gadis itu.

Teresia hanya menoleh lalu tersenyum tipis dan kembali membaca novelnya.

"Cupu lo! Gue buang ke laut juga nyahok lo!" Ucap Gavin lagi.

Teresia menoleh lalu tertawa renyah menanggapi guyonan Gavin.

"Emang saya mantan kamu?" Balas Teresia membuat Gavin menghela napas kesal.

"Belum! Makanya lo jadi pacar gue dulu! Eh gak deng lu kan jelek mana mau gue sama bentukan kayak lo!" Ucap Gavin panjang lebar namun di balas dengan tawa renyah dari Teresia lagi.

"Siapa juga yang mau kamu jadi pacar saya?" Jawab balik Teresia lalu menutup novelnya dan pergi meninggalkan Gavin yang diam.

Baru kali ini Gavin di tolak cewek yang mukanya aja gak ada bagus-bagusnya.

"Gilak! Gue di tolak gitu? Parah tuh cewek sok cantik banget! Jual mahal lagi. Tapi gak papalah gue suka. Maksutnya suka sama soknya itu loh." Ucap Gavin sambil mengepalkan tangannya dan memukulkan ke telapak tangan satunya.
.
.
.
Teresia memegang dadanya yang sejak tadi berdegup kencang. Dia sudah sejak lama mengagumi Gavin hanya sekedar kagum tidak lebih.

Teresia kagum karena Gavin itu orang kaya sehingga dia bisa membeli apapun yang dia inginkan. Hanya itu yang Teresia kagumi dari sosok Gavin.

"Sumpah, dada saya!" Gumam Teresia masih memegangi dadanya yang dag dig dug.

Teresia memejamkan matanya. Saat sedang mengatur pikiran tiba-tiba mejanya di gebrak oleh orang yang tak berperikemanusiaan siapa lagi kalau bukan Devani Anasya dan kawan-kawan.

"Merem-merem! Kermian lu?!" Ucap Vani sambil menoyor jidat Teresia keras sehingga dia mengaduh.

Teresia hanya mengusap dahinya yang lumayan sakit. Dia tidak berani melihat mata Devani yang tajam itu.

"Oh oke lo ngacuhin gue gitu? Jawab njing!" Ucap Deva menggebu membuat seluruh kelas diam dan berbisik-bisik.

"Sok banget sih lo! Gaya-gayaan ngacuhin bos kita!" Balas Zeya anak buah Deva dan disusul anggukan Desti.

"Eng...enggak Dev. Saya deng--"

"Banyak omong ya lo!" Potong Devani menjambak rambutnya yang dikepang satu itu.

"Sakit Dev..." Rintihnya sambil memegang rambut pangkalnya agar tak lebih sakit.

"Bodo Amat! Kenapa lo hari ini kepang satu?! Biasanya juga kepang dua! Hah mau sok cantik iya?" Ucap Devani menambah kencang tarikannya di rambut Teresia.

"Saya hanya mencoba."

"Alesan lo!" Balas Deva dan menghempas keras kepala Teresia sehingga terkena meja.

Bukannya lebay tapi memang kepala Teresia langsung pusing dan sedikit lecet dahinya akibat benturan yang keras.

"Lemah banget tuh jidat! Murahan sih makanya sekali banting langsung pecah haha." Ucap Deva membuat semua murid tertawa bersama geng Devani itu.

Teresia hanya menahan pusingnya yang sungguh sakit. Dia merasa seperti blank gak tau harus ngapain.

"Hari ini udahan aja deh Van nyiksanya. Tuh liat mukanya kayak mau nangis gitu." Ucap Dista membuat kedua orang itu mengangguk lalu pergi keluar.

Teresia pusing dia hanya bisa memegang dahinya dan menyobek kertas untuk menghapus dahinya yang berdarah.

"Jangan pakai kertas nanti inveksi. Nih pakai tissu aja." Ucap sebuah suara di samping Teresia membuatnya menoleh dan hanya mengabaikan lelaki itu.

"Tidak perlu." Ucap Teresia dengan ketus.

Lelaki itu tak mengindahkan ucapan teresia dia duduk di bangku kosong sebelah Teresia lalu memegang tangan Teresia yang sedang mengusapkan dahinya dengan kertas.

Di usapkannya tissu itu ke dahi Teresia dan gadis itu hanya diam tanpa ada penolakan.

Baik banget. Tapi, apa hanya pura-pura?

Teresia mengamati wajah lelaki di depannya itu. Tidak terlalu tampan tapi lumayan. Mana mungkin lelaki tampan mau membantunya?

Teresia hanya wanita cupu dengan dandanan yang tak jelas. Baju kumel wajah dekil dan masih banyak lagi.

Mana mungkinkan ada yang mau berteman dengannya kalau ada pasti itu hanya untuk memanfaatkan Teresia sebagai penyelesai tugas mereka.

"Nah ginikan lebih baik." Ucapnya membuyarkan lamunan Teresia.

Teresia memegang dahi kanannya yang ternyata terdapat handsaplast.

"Kamu beli handsaplast?" Tanya Teresia.

"Iya lah masak nyolong." Balas lelaki itu tertawa renyah.

"Kalau itu saya tahu. Tapi, kapan belinya?" Tanya Teresia lagi.

"Tadi pagi." Singkat lelaki itu.

"Selalu sedia handsaplast ya?" Teresia bingung. Kenapa lelaki itu sedia handsaplat?

"Persediaan kalau sewaktu-waktu gue luka." Ucap lelaki itu enteng.

"Luka karena apa? Zid...dan?" Ucap Teresia sambil mengeja name tag lelaki itu.

Walau sekelas memang Teresia tidak terlalu mengenal teman sekelasnya. Karena gadis itu yang pendiam jadinya dia jarang terlihat berbicara dengan teman sekelasnya.

"Kepo lo! Oh ya nama gue Zidan Narendra lo Teresia kan?"

"Iya nama saya Teresia Zeyvanka." Balas Teresia tersenyum.

"Kalau malam Tersya kan?"

To be continued...

Jangan lupa vote☆

DUA SISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang