part 3- Rain

0 0 0
                                    

Hujan kembali mengguyur kota ini di penghujung musim.

"He was my north, my south, my east and west, my working week and my sunday rest." -W.H. Auden

Begitulah quotes yang muncul di layar ponselnya. Gadis itu begitu terpesona pada bahasa Inggris, termasuk jika ada peribahasa. Sastra adalah kesukaannya. Jadi dia tak akan kesulitan jika ada tugas membuat puisi atau menulis cerpen.

Bukankah itu tidak sulit bagi seorang kutu buku yang setiap hari membaca untuk menghabiskan waktu luang.

Hari ini dia ke kafe. Berharap menemukan inspirasi disana. Terlalu pelik hanya untuk menulis sebuah cerpen. Sebelumnya cuaca terlihat cerah tapi tiba-tiba saja hujan turun.

Aleena memasang headsetnya dan mulai menikmati suasana hujan. Menenangkan.

Selalu saja seperti ini, hujan membawa kenangan. Membuat sedih. Tapi tidak dengan Aleena, hujan selalu membuatnya tersenyum meski banyak kenangan menyakitkan ketika hujan turun. Hatinya sama sekali tidak bersedih.

Seperti empat tahun yang lalu, ketika dia melihat Aldri di dekati oleh seorang teman kelasnya. Cantik, putih, berlesung pipi dan tentunya pintar. Gadis yang sempurna. Aldri bahkan tertawa lepas bersamanya. Mereka duduk berdampingan. Aldri bahkan tersenyum sangat manis padanya. Itu terakhir kalinya, sebelum dia memutuskan untuk menjaga jarak dengan Aldri.

Entah ada apa dengan hatinya. Terasa seperti ada yang sakit. Memangnya dia harus apa? Dia bahkan hanya seorang teman.
Lupakan tentang perasaannya. Dia tak lagi membalas sapaan Aldri ketika melewati ruang kelasnya atau saat menunggu Lisya. Lisya tak pernah bertanya tentang ada masalah Aldri dengannya karna kedekatan Aldri dan Dhea sudah jadi rahasia umum di kelasnya. Keduanya sudah saling menunjukkan kedekatan dimana pun. Juga karna Dhea kini telah menjadi sahabat Lisya. Mungkin Lisya sudah paham apa terjadi. Sampai pada suatu waktu senior seorganisasi Aleena menembaknya. Butuh waktu sebulan lebih untuknya mengatakan 'iya' toh apa yang bisa diharapkannya dari Aldri. Lelaki itu bahkan sudah menjadi milik orang lain. Jalani saja dulu. 

"Lis, aku perhatiin Dhea sama Rayn kok sekarang dekat yah?"
Tanyaku setelah melewati tikungan.

"Ya ampun Aleena, kamu nggak tau yah? Mereka kan pacaran. Udah seminggu malah."

Aleena kaget setengah mati. Rayn memang se-ekskul dengannya tapi dia tidak pernah terlihat dekat dengan Dhea. Tidak seperti kedekatan Dhea dan Aldri. Ini tidak masuk akal.

"Beneran Lis? Kamu bohong kan? Kukira Dhea sama Aldri."
Aleena berusaha menutupi keterkejutannya tapi tidak berhasil.

"Ih, beneran. Aku tau sebenarnya Dhea itu suka sama Rayn cuma dia malu. Rayn pun sama kayak Dhea. Pas tau itu aku comblangin deh mereka. Akhirnya cocok dan mereka jadian deh. Uhh seneng baget. Jadi, Dhea dan Aldri itu cuma temen biasa. Gak lebih kok."

"Loh kamu kenapa Na?"
Melihat ekspresi Aleena yang tak biasa.

"Mmm gak papa kok. Cuma kaget aja. Syukur deh klo Rayn sama Dhea. Aku turut bahagia juga. Kan Rayn temen aku juga." Aleena memaksakan semyum agar Lisya tidak curiga dan lenih banyak bertanya lagi.

"Dhea sama Rayn? Bagaimana bisa? Bagaimana dengan Aldri? Apa dia baik-baik saja? Ohh tidak aku berbuat kesalahan. Gak seharusnya aku kayak gini ke Aldri. Gak seharusnya aku salah sangka ke dia. Sekarang harus bagaimana?"

Giliran Aleena yang berselisih dengan dirinya sendiri. Berperang melawan perasaannya sendiri. Dia terlanjur menerima Dion. Dia fikir demgan menerima Dion, dia bisa melupakan Aldri. Dia bisa belajar mencintai Dion, tapi tidak bisa. Banya kelakuan Dion yang tidak dia suka.

Dion egois, terlalu mementingkan dirinya sendiri. Selalu berbangga dengan apa yang dia telah capai. Pemarah, keras kepala dan over protective. Aleena ingin segera terlepas dari Dion. Bukan karna Aldri. Tapi memang dia sudah tak tahan lagi dengan tingkah Dion yang semakin hari semakin jadi.

  Aleena tidak bisa memutuskan Dion karna khawatir, Dion akan melakukan hal-hal yang aneh mengingat betapa sayangnya dia terhadap Aleena. Tapi mirisnya selama mereka berpacaran, Aleena tak pernah menaruh hati sedikitpun terhadap Dion.

Aleena berfikir jika dia tidak bisa memutuskan Dion secara lagsung, dia akan membuat Dion tidak suka padanya. Dion yang akan memutuskan sendiri. Jadi tidak akan merasa bersalah.
Aleena mulai memutuskan kontak dengan Dion, berusaha menghindar setiap kali bertemu Dion. Bhkan dia hanya menjawab singkat-singkat saja ketika Dion bertanya, itu pun dia tidak berhenti berjalan. Dia menjawab sambil melewati Dion yang kesal.

Anyone Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang