PROLOG

49 15 34
                                    

6 tahun yang lalu...
Tepatnya pada hari Senin tanggal 29 Juli 2013

Saat itu, hujan deras melewati tempat kami tinggal. Seorang gadis berusia 10 tahun tengah asik membaca buku berjudul "Rumus-rumus Fisika". Entah mengapa ia menyukainya, aku juga tak tau mengapa aku bisa mengerti materi itu saat aku masih duduk di bangku kelas 6 SD.

Gadis itu menatap jam dinding yang terus berdetik. Dilihatnya, waktu.

"Pukul 17.59 sore."

Sebentar lagi malam. Gadis itu terlihat menunggu seseorang. Aku terus menatapi pintu kayu berwarna coklat tua itu.

"Belum datang..."

Gadis itu kembali membaca, seharusnya ia tengah membaca materi UN yang akan dilaksanakan sekolah nya—bukan, membaca buku rumus-rumus Fisika yang tentu belum ia pelajari. Aku tak tau apa yang aku pikirkan saat itu. Tepat saat aku kembali mengalihkan fokus ku pada halaman-halaman buku itu. Pintu rumah tiba-tiba terbuka dari luar dengan cara kasar.

"BRAKK !!!"

Ku lihat seorang pria dewasa yang tak asing bagiku tengah mengenakan kemeja kuyup dengan dasi yang sama kuyupnya.

"Papa ??" Pikirku dalam hati.

"Sayang, mana Mama kamu ??" Tanya nya dengan nafas memburu seolah tengah ketakutan setengah mati. Tapi, aku tak terlaku peka akan hal itu.

"Mama belum pulang, Pa. Dari tadi aku udah nungguin, tapi belum datang juga. Maaf, Pa. Aku nggak lihat Mama."

Aku tak tau wajah macam apa yang Papa perlihatkan padaku saat itu. Aku terlalu polos untuk mengetahuinya. Yang pasti, setelah mendengar ucapanku ia sempat terdiam bak patung yang baru saja dibekukan. Tapi, tiba-tiba ia menatapku dengan nanar.

"Sayang..."

Setetes air jatuh dari matanya, aku belum pernah melihat Papa menangis. Dengan cepat, tiba-tiba Papa merangkul tangannya di leherku, membuat ku terkejut hingga tak dapat berkata-kata.

"Ma-maafkann, Papa !!"

Papa semakin menangis, aku semakin heran mengapa ia terus menangis. Padahal, Papa selalu mengajari ku untuk tidak menangis. Menangis itu hanya untuk orang lemah yang punya banyak masalah dan kurang kasih sayang. Papa bilang aku masih kecil, jadi aku tak memiliki banyak masalah, papa juga bilang aku tak perlu khawatir akan kasih sayang yang ia dan Mama berikan padaku. Jadi, apa Papa sekarang sedang lemah ?? Apa Papa punya masalah ?? Tidak mungkin Papa kekurangan kasih sayang.

"Pa ! Papa ada masalah ?? Papa nggak boleh nangis. Menangis hanya untuk orang lemah, Papa yang mengajariku !!" Bujuk Ku sambil terus menarik-narik lengan kemeja Papa agar ia berhenti menangis.

"Iya, sayang. Papa nggak bisa nahan air mata nya. Dia datang tanpa Papa suruh. Kamu nggak usah khawatir. Kamu juga nggak boleh nangis, kalau kamu udah tau semuanya."

Papa memain-mainkan rambut hitam panjang ku yang tergerai. Ia suka melakukannya saat ia merasa tak memiliki jawaban lagi.

"Papa tenang aja ! Aku nggak akan menangis !! Sampai kapanpun, aku nggak akan ngeluarin air mataku ! Karena aku nggak lemah, aku kuat demi Papa !!"

Papa tersenyum, ia kembali berdiri dan mengelap air matanya yang masih bersisa. Tapi, ia kembali menunduk agar dapat berhadapan wajah denganku.

"Sayang, ingat pesan ini. Kamu harus ingat ! Hati-hati dengan ........ ....... !!"

Aku mengangguk walau tak mengerti sepenuhnya. Papa kembali mengusap kepalaku, hingga ia berkata sesuatu.

"Ingatlah semua kenangan mu ini, Bella."







Wallpaper :


Tanggal dipublikasikan :
12 Maret 2020

Jumlah kata :
504 kata

Surat Untuk Bella ( ON-HOLD )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang