BAGIAN 8

476 26 3
                                    

Slap!
"Ups...!"
Belum juga Rangga bisa berbuat sesuatu, dari dalam gua sudah melesat cahaya kilat menuju ke arahnya. Cepat Pendekar Rajawali Sakti memiringkan tubuhnya ke kanan, dan cahaya kilat keperakan itu lewat sedikit di sampingnya. Bergegas Rangga menggeser kakinya ke kiri dua langkah. Lalu tubuhnya kembali cepat merunduk, begitu terlihat cahaya kilat keperakan kembali melesat cepat ke arahnya.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu cahaya kilat itu lewat di atas kepala, cepat Rangga menegakkan tubuhnya. Lalu, kedua tangannya cepat dihentakkan ke depan sambil berteriak keras menggelegar. Seketika itu juga, dari kedua telapak tangannya yang terkembang ke depan keluar cahaya merah bagai api menuju ke mulut gua dengan kecepatan bagai kilat. Bagi Pandan Wangi yang melihat dari jarak yang cukup jauh, sudah tahu kalau saat itu Rangga mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir dari jarak jauh.
Glarrr...!
Satu ledakan keras menggelegar dan dahsyat terjadi, begitu cahaya merah bagai api yang keluar dari kedua telapak tangan Rangga menghantam mulut gua. Seketika getaran pun terjadi bagai sebuah gempa.
Tampak gua itu hancur, menimbulkan kepulan debu yang membubung tinggi ke angkasa. Batu-batu berhamburan, beterbangan ke segala arah. Memang sangat dahsyat jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir yang dilepaskan Rangga tadi. Gua itu benar-benar hancur, hingga batu-batuannya bertebaran ke segala arah.
Rangga masih tetap berdiri tegak, menunggu sampai kepulan debu yang menyelimuti mulut gua yang sudah hancur itu menghilang. Sedikit pun tak terlihat adanya bayangan berkelebat keluar dari dalam gua. Saat itu, kening Rangga terlihat berkerut. Kelopak matanya pun menyipit melihat mulut gua masih terlihat menganga, walaupun sudah hancur berkeping-keping.
"Hm...," Rangga menggumam kecil perlahan.
Wusss!
Pada saat itu, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan kuning berkelebat begitu cepat keluar dari dalam gua. Dan bayangan itu langsung meluruk deras ke arah Rangga yang masih berdiri sekitar dua batang tombak di depan gua.
"Haiiiit..!"
Cepat Rangga melenting ke belakang sambil berputaran beberapa kali. Lalu dengan manis sekali kakinya menjejak tanah. Tapi betapa terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti, saat melihat bayangan kuning itu langsung meluruk deras ke arah Pendeta Gondala.
"Awaaas...!"
"Hah...?!"
Namun, Pendeta Gondala hanya bisa terbeliak saja melihat bayangan kuning itu meluruk bagai kilat ke arahnya. Dan belum juga bisa bertindak sesuatu, tiba-tiba saja satu kilatan cahaya keperakan berkelebat begitu cepat menyambar ke arah lehernya. Namun pada saat yang bersamaan, Pandan Wangi cepat mencabut kipas mautnya. Langsung dikebutkannya ke arah kilatan cahaya kilat keperakan itu, hingga....
Wukkk!
Trang!
"Akh...!"
Pandan...!"
Rangga jadi tersentak kaget, melihat Pandan Wangi terpental sambil mengeluarkan jeritan tertahan. Gadis itu menghantam sebatang pohon besar hingga tumbang, dan jatuh bergulingan di tanah beberapa kali. Sedangkan kipas mautnya terpental ke udara, lepas dari genggaman.
"Suiiit..!"
Saat itu, tiba-tiba terdengar siulan yang nyaring menyakitkan telinga. Dan tepat di saat Pandan Wangi baru bangkit, muncul dua orang laki-laki bertubuh tinggi tegap berotot, disusul seorang wanita tua berjubah kumal. Pada tangan kanannya tergenggam sebatang tongkat yang ujungnya berbentuk runcing.
Dua orang laki-laki tegap berotot yang tidak mengenakan baju itu langsung meringkus Pandan Wangi. Sedangkan perempuan tua berjubah kumal sudah menempelkan ujung tongkatnya yang runcing, tepat di tenggorokan si Kipas Maut.
Sementara, Rangga tidak sempat lagi memperhatikan Pandan Wangi, karena perhatiannya tertumpah pada Pendeta Gondala. Pendeta tua itu kini tengah sibuk menghadapi seorang pemuda berbaju kuning yang menggunakan pedang bercahaya keperakan yang mengeluarkan kilat dari ujungnya.
"Apa yang harus kulakukan...?" desis Rangga bertanya sendiri.
Pendekar Rajawali Sakti jadi kebingungan sendiri. Dia tidak tahu, mana yang harus didahulukan. Sementara Pandan Wangi tidak berdaya berada dalam cengkeraman teman-teman Jaka Anabrang, sedangkan Pendeta Gondala harus menghadapi Jaka Anabrang yang menggunakan Pedang Halilintar. Dan Rangga tahu, Pendeta Gondala tidak akan mungkin bisa menandingi kesaktian Pedang Halilintar. Dan di saat Pendekar Rajawali Sakti tengah diliputi kebimbangan, tiba-tiba saja....
Crasss!
Rangga jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba Pendeta Gondala menjerit keras. Dan lebih terkejut lagi, saat pendeta tua itu terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang berlumuran darah. Rupanya, Jaka Anabrang sudah berhasil membabatkan Pedang Halilintar ke dada pendeta tua itu. Darah langsung mengucur deras dari dada yang sobek terbabat pedang berkilatan itu.
"Mampus kau, Pendeta Tua! Hiyaaat..!"
"Oh...?!" Rangga tersentak kaget begitu melihat Jaka Anabrang melesat cepat bagai kilat, sambil mengayunkan pedangnya ke leher Pendeta Gondala. Dan tanpa berpikir panjang lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung melesat sambil mencabut pedang pusakanya.
"Hiyaaa...!"
Sret... Cring!
Bettt!
Dan secepat itu pula, Rangga membabatkan Pedang Rajawali Sakti ke Pedang Halilintar yang melayang deras mengarah ke leher Pendeta Gondala. Hingga....
Trang!
Glarrr...!
Kembali terdengar ledakan yang begitu dahsyat menggetarkan jantung, ketika dua pedang yang memiliki pamor dahsyat beradu tidak jauh dari leher Pendeta Gondala.
"Yeaaah...! Hup!"
Sambil melenting ke belakang, Rangga menghentakkan tangan kirinya. Didorongnya tubuh Pendeta Gondala hingga terpental jauh ke belakang. Sementara, Jaka Anabrang juga melesat ke belakang sejauh dua batang tombak. Beberapa kali tubuhnya berputaran di udara, dan manis sekali kedua kakinya kembali menjejak tanah. Pada saat itu kedua kaki Rangga juga sudah menjejak tanah, setelah melakukan beberapa kali putaran di udara.
"Phuuuih...!"
Jaka Anabrang menyemburkan ludahnya dengan sengit. Sorot matanya begitu tajam, menembus langsung ke bola mata Rangga yang berdiri sekitar empat batang tombak di depan. Perlahan kakinya bergeser mendekati. Sementara, Rangga tetap berdiri tegak dengan pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan tersilang di depan dada. Sorot matanya juga terlihat tidak kalah tajam.
"Kau hanya bermimpi untuk bisa merebut Pedang Halilintar dari tanganku, Kisanak. Sebaiknya, menyingkir saja, dan bawa pergi gadis ingusanmu itu!" terasa sangat dingin nada suara Jaka Anabrang.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
Pendekar Rajawali Sakti menggeser kakinya sedikit demi sedikit ke kanan. Namun sorot matanya masih tetap terlihat begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata pemuda yang kini sekitar satu batang tombak lagi jaraknya di depan.
"Serahkan pedang itu, Jaka Anabrang. Kau tidak berhak memilikinya. Pedang itu bukan milikmu!" ujar Rangga. Nada suaranya juga tidak kalah dingin.
"Phuih! Tidak ada seorang pun yang bisa memiliki pedang ini kecuali aku!" dengus Jaka Anabrang sengit.
"Jangan paksa aku bertindak dengan kekerasan, Jaka Anabrang."
"Ha ha ha...!" Jaka Anabrang malah tertawa terbahak-bahak.
Sedikit pemuda itu melirik Pandan Wangi yang tidak berdaya. Kedua tangan gadis itu tampak dipegangi dua orang laki-laki bertubuh tinggi tegap. Sementara tenggorokannya terancam oleh ujung tongkat runcing perempuan tua berjubah kumal. "Bawa dia!" perintah Jaka Anabrang lantang.
Tanpa diperintah dua kali, kedua laki-laki bertubuh tinggi tegap dan berotot itu langsung melesat cepat membawa Pandan Wangi, diikuti perempuan tua berjubah kumal yang tadi menempelkan ujung tongkatnya ke tenggorokkan si Kipas Maut itu.
"Keparat! Pengecut..!" desis Rangga menggeram berang, melihat tindakan Jaka Anabrang.
"Ha ha ha...!" tapi Jaka Anabrang malah tertawa terbahak-bahak.
Sementara, seluruh wajah Rangga sudah terlihat memerah. Gerahamnya juga menggeretuk, menahan kemarahan yang meluap melihat kelicikan Jaka Anabrang yang menawan Pandan Wangi. Sementara di tempat agak jauh, terlihat Pendeta Gondala terbaring dengan dada sobek mengucurkan darah.
"Kubunuh kau, Jaka Anabrang! Hiyaaat..!"
Rangga benar-benar tidak dapat mengendalikan kemarahannya. Sambil berteriak keras menggelegar, dia melompat dan langsung membabatkan Pedang Rajawali Sakti ke leher pemuda berbaju kuning itu.
Bettt!
"Hiyaaat..!"
Trang!
Tapi, Jaka Anabrang malah menyambut serangan itu dengan Pedang Halilintar. Akibatnya dua pedang beradu keras sekali, sampai menimbulkan ledakan dahsyat menggetarkan bumi. Rangga langsung melenting ke udara, dan berputaran dua kali. Lalu cepat sekali tubuhnya meluruk deras sambil mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
"Haiiit..!"
Jaka Anabrang cepat-cepat melompat ke belakang sambil membabatkan pedang ke atas kepala. Dan pada saat itu juga, Rangga memutar tubuhnya, hingga kepalanya berada di bawah. Dan bagaikan kilat, pedangnya langsung dibabatkan ke arah dada lawan.
"Yeaaah...!"
Bet!
"Ups!"
Jaka Anabrang jadi tersentak kaget setengah mati. Cepat-cepat dia melompat ke belakang. Dan dengan cepat pula pedangnya dibabatkan ke depan dada, menangkis sabetan Pedang Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru berkilauan.
Trang!
Kembali dua pedang berpamor sangat dahsyat itu beradu, tanpa dapat dicegah lagi. Dan lagi-lagi, Rangga melompat ke belakang sambil berputaran beberapa kali. Lalu, manis sekali Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di tanah.
"Huh!"
Rangga mendengus, merasakan tangan kanannya bergetar. Dan memang, setiap kali pedangnya berbenturan dengan Pedang Halilintar, tangan kanannya selalu terasa bergetar. Cepat disadari kalau Pedang Halilintar memang memiliki kekuatan dahsyat sekali. Dan itu tidak mungkin bisa ditandingi dengan menggunakan jurus-jurus biasa.
"Hap!"
Rangga segera menyiapkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang jarang sekali digunakan jika tidak terpaksa. Dan dalam menghadapi lawan yang sangat tangguh seperti Jaka Anabrang ini, Rangga terpaksa melakukannya. Cahaya biru yang memancar dari Pedang Rajawali Sakti tertihat semakin menyilaukan mata.
"Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga melompat dan langsung membabatkan pedangnya disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Tapi....
"Heh...?!"
Pendekar Rajawali Sakti jadi tersentak setengah mati, ketika merasa kan pedangnya hanya membabat angin saja. Dan lebih terkejut lagi, begitu melihat Jaka Anabrang sudah lenyap, tanpa dapat diketahui lagi. Pemuda itu benar-benar menghilang, bagaikan tertelan bumi.
"Setan keparat..!" geram Rangga sambil menghentakkan kakinya, kesal. Dengan sinar mata yang tajam, Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tapi, Jaka Anabrang memang sudah tidak ada lagi. Entah ke mana perginya. Benar-benar tidak diketahui.
"Rangga."
"Oh...?!"
Rangga bergegas berpaling begitu mendengar suara lirih. Bergegas dihampirinya Pendeta Gondala yang terbaring menelentang dengan darah masih mengucur dari dadanya yang terbelah. Tampak wajah pendeta tua itu sudah kelihatan pucat membiru. Sementara, matanya juga tidak lagi memancarkan cahaya kehidupan. Rangga cepat-cepat mendekatkan telinganya ke bibir Pendeta Gondala yang bergerakgerak seperti hendak mengucapkan sesuatu.
"Rangga.... Kau harus hati-hati menghadapinya. Dia sudah berhasil menyatukan jiwanya dengan Pedang Halilintar. Apa pun yang terjadi, kau harus bisa memisahkannya dari pedang itu. Sangat berbahaya kalau sampai seluruh jiwa Pedang Halilintar bisa dikuasainya...," terdengar lirih sekali suara Pendeta Gondala.
"Aku akan berusaha, Paman," janji Rangga.
"Sayang, aku tidak bisa lagi mendampingimu, Rangga...."
"Paman...!"
"Rangga! Kau pasti ingin tahu, kenapa Padepokan Eyang Banaspati hancur...."
Rangga mengangguk.
"Salah seorang muridnya mencoba merampas Pedang Halilintar. Itu membuat Jaka Anabrang marah. Maka padepokan itu dihancurkannya setelah membunuh muridnya. Bahkan penduduk Bangkalan juga dibantai satu persatu."
"Lalu, bagaimana dengan Eyang Banaspati sendiri?"
"Dia terluka sangat parah. Dan sekarang berada di puri. Butuh waktu lama untuk menyembuhkannya. Rangga.... Kau harus berjuang sendiri. Tidak ada lagi yang membantumu...."
Rangga hanya bisa menarik napas panjang, melihat Pendeta Gondala menghembuskan napasnya yang terakhir. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Dan kepalanya tertunduk begitu dalam, menatap tubuh Pendeta Gondala yang terbujur tidak bernyawa lagi.
"Aku akan merebut pedang itu dari tangannya, Paman. Aku janji...," desis Rangga mantap.
Perlahan Rangga menegakkan kepalanya, memandang ke angkasa beberapa saat Kemudian, kakinya menghampiri sebuah kipas baja putih yang tergeletak tidak seberapa jauh dari mayat Pendeta Gondala. Dipungutnya kipas baja putih itu, dan dipandanginya beberapa saat. Kemudian, kipas maut itu diselipkan ke balik ikat pinggangnya.
"Pandan.... Seharusnya kau tidak perlu datang ke sini," desah Rangga menyesalkan kemunculan Pandan Wangi. Dan kini, gadis itu berada di dalam cengkeraman teman-teman Jaka Anabrang.
Kini Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu lagi, bagaimana nasib Pandan Wangi. Ada kepedihan dalam hatinya. Tapi, semua kepedihan itu jadi lenyap, mengingat Jaka Anabrang bisa menahan Pandan Wangi secara licik. Bahkan kegeramannya pun muncul menyelimuti hatinya.
"Kau harus mati di tanganku, Jaka Anabrang...!" desis Rangga menggeram.

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 89. Pendekar Rajawali Sakti : Pedang Halilintar 🎉
89. Pendekar Rajawali Sakti : Pedang HalilintarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang