08.

58 13 1
                                    

Salju turun dengan lebat. Tapi itu tak menyurutkan niat Sehun untuk datang ke rumah Kris.

Kris tampak kaget mendapati pemuda itu di depan rumahnya.

“Apa keadaanmu sudah membaik? Masuklah. Cuaca sedang tidak bagus.” Kris mengajaknya masuk dengan nada cemas.

Setelah Sehun duduk di sofa hangat yang berada di kamarnya, ia segera membuatkannya teh hangat.

“Ada sesuatu, kan?” Kris segera bisa menebak. Sehun tak menjawab.

“Bicaralah. Aku akan mendengarmu,” ucap Kris lagi.

Sehun menyeruput teh hangatnya lalu meremas-remas tangannya sendiri.

“Aku tak tahu harus bercerita kepada siapa lagi. Biasanya aku akan segera ke rumah Nana. Tapi kau sendiri tahu, kan? Ia masih marah padaku.”

Kris mengangguk. “Bicaralah.”

“Ibuku dipecat. Rumah kontrakan kami akan segera berakhir bulan depan. Jadi dia mengajakku pindah ke Tokyo.”

Kris ternganga.

“Pindah ke Tokyo? Selamanya?”

“Bisa jadi,” jawab Sehun.

“Tapi sekolahmu 'kan tinggal satu tahun lagi?”

Sehun manggut-manggut. “Aku sedang berencana untuk menolak ajakan ibuku. Dia bisa ke Tokyo, dan aku tetap ingin di sini. Toh aku punya pekerjaan paruh waktu, kan?

"Aku bisa mencari rumah di atap yang murah. Hidup sendiri memang bukan hal yang mudah. Tapi, aku pasti bisa. Ya,kan? Selain itu ...” Sehun menghentikan kalimatnya sesaat. “Aku tak bisa berjauhan dengan Nana.”

Sehun kembali menarik napas berat. Terlihat sedang memikirkan sesuatu yang berat baginya.

“Tapi, jika aku tetap tinggal di sini. Maka ibuku akan sendirian di Tokyo. Ya, kan? Di luar negeri, sendirian. Ia tak punya siapa-siapa selain aku. Karena itu ... aku tak tahu harus bagaimana, Kris?” Ia  menatap sahabatnya dengan tatapan putus asa.

Kris menyandarkan punggunggnya di kursi dengan lemas. Ia juga bingung ingin menjawab apa.

“Tolong jangan ceritakan dulu ini pada Nana, ya?” pintanya.

Kris tak menjawab karena ia tahu bahwa ia memang tak bisa menjanjikan untuk tidak menceritakan hal itu pada Nana.

Karena sesaat setelah Sehun pulang dari rumahnya, pemuda itu menyambar jaketnya lalu menerjang hujan salju, menuju rumah Nana.

Ia memang mencintai Nana. Tapi ia takkan mendapatkan cintanya dengan cara seperti ini. Tidak!

***

Nana menatap Kris dengan heran ketika pemuda itu ada di depan pintu rumahnya dengan nafas terengah-engah. Terlihat ia baru saja menerjang lebatnya hujan salju.

“Kris, ada apa? Masuklah. Di luar dingin sekali.” Ia segera mengajak pemuda itu masuk namun ia menolaknya.

“Kau harus bicara dengan Sehun, Nana. Ini tak adil. Ini tak adil untuk kalian berdua,” ucapnya dengan nafas  tersengal.

Nana mengernyitkan dahinya. “Ada apa?” Ia bertanya heran.

“Sehun akan ke Tokyo. Ibunya mengajak ia pindah ke sana. Kondisi keuangan keluarganya sedang tidak bagus. Jadi ...” Kris menelan ludah.

“Bicaralah dengannya Nana. Kumohon,” lanjutnya.

Nana mematung.

Sehun, pindah ke Tokyo?

Bokura Ga ItaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang