10.

84 14 4
                                    

Sehun membuka pintu hanya untuk mendapati Yuri berdiri dengan kikuk di depan apartemennya.

Pemuda itu baru selesai berkemas-kemas. Hari ini, ia sudah memutuskan pindah ke sebuah apartemen yang lebih kecil dan lebih murah dan tentu saja lebih dekat dengan restoran tempat ia bekerja.

"Untuk apa kau kemari?" Ia bertanya dengan nada tak ramah ke arah perempuan berkaca mata tersebut.

"Aku, turut berduka cita atas apa yang menimpa ibumu. Maaf, aku baru mengetahuinya," jawabnya, lirih.

"Pulanglah. Jangan datang kemari lagi karena aku akan pergi," ucap Sehun tetap dengan kalimat yang tak ramah. Ia berbalik, masuk kembali ke rumahnya. Belum sempat ia menutup pintu, Yuri menyeruak masuk.

"Kau mau kemana?" Gadis itu bertanya.

"Pindah." Sehun menjawab singkat.

"Kenapa?"

Sehun kembali merapikan barang-barangnya tanpa melihat ke arah Yuri.

"Sewa apartemen ini terlalu mahal. Aku tak sanggup membayarnya," jawabnya.

"Lalu sekolahmu?"

"Aku berencana berhenti," jawab Sehun lagi.

Yuri mematung, menatap pemuda yang terus bicara tanpa menatap ke arah dirinya.

"Apa kau sangat membenciku, Sehun?" Gadis itu bertanya, suaranya tak lagi lirih. Sehun terdiam. Ia menegakkan tubuhnya lalu berbalik dan menatap Yuri.

"Kau sudah tahu jawabannya," ucapnya tegas. Kedua mata Yuri berkaca-kaca.

"Bencilah, kalau kau ingin benci. Tapi fakta bahwa kita pernah melakukan sesuatu yang istimewa, kau takkan bisa menyangkalnya."

"Itu sebuah kesalahan! Apa yang terjadi di antara kita adalah sebuah kesalahan! Jangan pernah mengungkitnya lagi! Brengsek!" Sehun berteriak. Ia menendang sebuah kardus di depannya dengan kesal. Bibir Yuri bergetar.

Hening.

"Apakah kau tidak punya perasaan padaku, sedikit saja? Walau hanya sedikit saja?" Yuri menatap lurus ke mata Sehun. Pemuda itu juga membalasnya. Lagi-lagi Ia menggeleng.

"Tidak. Maaf," jawabnya.

Air mata Yuri menitik.

"Ada sebuah rahasia yang ingin kuceritakan padamu." Suara Yuri terdengar bergetar.

Sehun mengernyit. "Apa?"

Gadis di hadapannya menelan ludah.
"Ketika kakakku meninggal, dia tidak mengkhianatimu," ucapnya.

"Selama menjadi pacarmu, kak Nana memang punya banyak pacar gelap. Tapi pada waktu itu, hari ketika dia mengalami kecelakaan dan meninggal, dia tidak mengkhianatimu. Lelaki yang bersamanya waktu itu bukan selingkuhannya, tapi pacar temannya. Dia minta tolong pada kak Nana untuk menemaninya membeli kado."

Sehun mematung.
"Bagaimana kau tahu?" Ia mendesis.

"Karena waktu itu aku juga bersama mereka. Tapi aku tidak ikut mereka berbelanja melainkan turun di tempat les. Jika saja aku ikut mereka, bisa dipastikan, aku pasti juga meninggal bersamaan dengan kak Nana," jawab Yuri.

"Kenapa kau baru menceritakan ini padaku?" Tatapan Sehun tampak kosong.

"Karena aku mencintaimu. Kupikir dengan kepergian kakakku, kau bisa memberikan sedikit saja perhatianmu kepadaku. Tapi ternyata aku salah." Air mata Yuri kembali menitik.

"Lepas dari kakakku, kau malah jatuh cinta dengan Kim Nana." Ia mundur beberapa langkah.

Gadis itu menggeleng dengan putus asa.

Bokura Ga ItaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang