2

47 10 3
                                    

Saat jam pulang sekolah, warung mbak Inun yang letaknya di depan sekolahan selalu ramai oleh anak-anak cowok yang memarkir motornya di sana. Biasanya kelompok siswa yang berangkat telat atau yang memiliki rencana membolos.

Warung Mbak Inun adalah bangunan rumah yang bagian depannya digunakan untuk warung. Pagar kayu rendah mngelililingi halaman luas yang biasa digunakan untuk parkir sepeda motor para siswa. Padahal di dalam gedung sekolah sudah disediakan lahan parkir yang lias, tapi tentu saja menyusahkan untuk siswa yang berniat membolos jam terakhir.

Lukman, Ikhsan dan Anwar sedang ribut nonton film porno di hp Ikhsan. “Gilak. Kok mau sih cewek cantik gitu main ma kakek-kakek. Sama kakek gue aja masih gagahan kakek gue,” seloroh Lukman.

Aldo yang duduk di samping mereka  memandang telapak tangannya. Gelenyar aneh yang ditinggalkan cewek itu masih terasa di sana. Jabatan tangannya seolah meninggalkan sengatan magis yang merambat ke otaknya. Membuat cowok itu terus memikirkannya.

“Do, sini nonton. Diem-diem bae. Tipes, lo?” Anwar mencolek pundak Aldo.

“Males gue. Lagi nggak napsu.” Aldo kehilangan minat berkerumun dengan mereka menonton film dari hp Ikhsan. Pikirannya hanya tertuju ke cewek itu. Dia ingin melihatnya lagi. Dia ingin merasakan kelembutan tangannya lagi. Dia ingin melihat senyumnya. Dia  ingin menatap mata indahnya lagi.

Lukman mendorong bahu Aldo. “insap, lo. Biasanya paling depan kalo urusan ginian.”

Aldo meliriknya sekilas. Lalu kembali menghisap rokoknya. Mengepulkan asapnya ke udara.  Memutar kembali di ingatan saat dia melihat cewek itu berjongkok di atas trotoar. Wajahnya  memerah menahan tangis.
ALdo seperti pecandu yang sakau. Dia butuh melihat cewek itu untuk mengobati kehausan akan kecantikannya.

Lagi, dihisapnya rokok ke tiga. Kepulan asap yang diembuskannya ke udara tidak bisa membawa terbang bayangan cewek itu dari kepalanya.

“Nyebat mulu, Do.” Aldo merasakan seseorang menepuk bahunya. Sandra. Dia berlalu ke meja Mbak Inun setelah merampas hp Ikhsan dan meletakkannya di sembarang meja.

Sandra adalah teman sekelas Aldo. Dia memiliki rambut hitam yang di potong pendek sebahu. Dia dan gengnya sering nongkrong di warung mbak Inun. Lukman bilang, itu cara Sandra mendekati Aldo Namun, selama ini Aldo tidak memedulikannya. Aldo sikap Samdra  biasa saja. Padahal, orang buta saja tahu kalau gadis itu tergila-gila sama Aldo.

“Ngelamun aja sih. Mikirin gue ya?” Sandra meletakkan gelas soda gembiranya di dekat gelas es teh Aldo. Duduk di sebelah Aldo.

Dia lantas mengambil sebatang rokok Aldo, lalu menyulutnya. Jangan heran, dia memang perokok. Dia bilang, rokok bisa mengembalikan kewarasannya. Mereka yang di sana juga tidak peduli apa hal yang membuatnya tidak nyaman hingga melarikan diri ke rokok. Mereka merasa tidak cukup suci untuk menghakimi Sandra.

Sandra menyesap soda gembiranya, kemudian kembali menghisap rokoknya. Mengembuskan asap ke udara. “Do, ada film bagus. Kita nonton yuk. Gue bisa telepon temen gue yang jaga tiket di bioskop biar booking kursi buat kita.”

“Gue ngikut yang lain aja ” jawab Aldo tanpa menoleh ke arahnya.

“Dih, Aldo. Kita nonton berdua aja. Ya--”

Aldo baru akan menjawab, saat  melihatnya. Cewek yang sejak tadi memenuhi kepala. Dia berdiri di gerbang sekolah. Tangannya memegang topi kardusnya. Wajahnya tampak lelah. Namun, dia tetap terlihat cantik.

Aldo terus memandangnya tanpa peduli apa yang diucapkan Sandra.
Aldo ingin menghampirinya, tapi kakinya  seperti terpaku dengan lantai warung Mbak Inun.

WAKTU AKU SAMA ALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang