6

34 7 0
                                    

Betapa terkejutnya Aldo saat mendapati Alexa bersandar di motornya. Hari sudah sore, Aldo baru saja menyelesaikan hukumannya dari kepala sekolah-membersihkan toilet siswa

Gadis itu masih mengenakan seragam putih abu-abunya yang dibalut sweater merah. Dia menunduk, memandang dua jarinya yang saling bertaut.

"Ale-"

Gadis itu mendongak, menatap Aldo kaget. Mungkin terlalu terkejut melihat penampakan wajah Aldo yang nyaris menyerupai zombie.

"Ya ampun, Aldo! Pasti sakit ya. Maafin gue ya. Kalo gue nggak sms lo pasti nggak gini." Ale mendekati Aldo, memandang luka cowok itu dengan prihatin.

Aldo tertawa, mengabaikan nyeri di sudut bibirnya saat membuka mulut. Tak apa, asal Ale-nya tidak menatapnya penuh rasa bersalah. Gadis itu tidak salah apapun. Sekalipun dia tidak mengirimi Aldo pesan, Aldo yakin dia pasti akan tetap menghajar Ikhsan jika mendengar kabar itu dari orang lain.

"Apaan sih, nggak pa-pa ini sih, cowok kalo belum bonyok bukan cowok." Cowok itu kembali terkekeh. "Kenapa belum pulang? Abis ekskul?" tanya Aldo.

"Enggak. Nunggu elo. Tadi anak cowok di kelaa gue pada heboh katanya lo berantem sama kak Ikhsan. Gue jadi mikir itu pasti karena sms gue. Sumpah gue nggak ada niatan ngadu domba kalian. Kak Sandra bener, seharusnya gue diem aja. Jadi lo sama kak Ikhsan nggak berantem gini."

Bahu Aldo menegang. "Sandra pasti udah ngomong yang nggak-nggak sama lo. Nggak usah dengerin, dia nggak tahu apa-apa. Mau lo sms gue apa enggak, kalo gue denger, dia juga gue abisin. Lo percaya kan gue nggak jadiin lo taruhan?"

Aldo khawatir, Ale akan mempercayai kabar yang diembuskan Ikhsan. Sungguh, melihatnya marah dan pergi menjauh adalah hal terakhir yang Aldo inginkan.

Ale menggeleng. "Mana mungkin kalian taruhan buat dapetin gue, kalo kak Ikhsan bilangnya taruhan sama orang lain, gue mungkin percaya. Tapi elo? Ya Tuhan, mana mungkin lo mau dapetin gue, orang yang ada kita berantem mulu, toyor-toyoran mulu." Gadis itu tertawa.

Kalo lo tahu sebenarnya gue juga mau melakukan hal manis kayak cowok-cowok itu lakuin buat lo. Tapi gue justru takut lo ilfil.

"Iyalah! Masa gue suka sama Ale-Ale minuman seribuan sih, ga ada yang mahalan dikit apa?" Aldo mengajak rambut Alexa hingga ikatan ekor kudanya mengendur. Salah satu upaya Aldo menutupi kebohongannya.

"Aldo, ih! Ngacak-ngacak sukanya ih. Rusak rambut gue." Ale kembali memperbaiki kuncoran rambutan.

"Bodo! Eh, lo nunggu supir?"

"Enggak, naik taxi kayaknya"

Aldo menyentil dahi Ale hingga cewek itu mengaduh. "Sok tajir banget sih, mensing duitnya buat jajan mie ayam aja." Aldo mengbil helm yang dia kaitkan di belakang motor. Menyerahkannya untuk Alexa. "Nih pake."

Ale menerima helm tersebut, lantas memakainya di kepala. Motor Aldo lantas meraung rendah meninggalkan gerbang sekolah. Melewati jalan raya dengan jajajran pohon yang daunnya tampak menguning karena matahari senja.

"Kok ke sini?" tajya Ale kala motor Aldo memasuki gerbang perumahannya.

"Rumah lo belum pindah kan?"

"Enggak, sih. Kan tadi bilangnya mau makan mie ayam?"

Aldo terkesiap, dia kan hanya bercanda. "Becanda doang gue, elah."

"Tapi gue pengen beneran."

Tanpa pikir panjang, Aldo lantas memutar balik motornya, menuju warung mie ayam langganannya.

Warung mie ayam langganan Aldo adalah warung mie ayam biasa di pinggir jalan dengan gerobak berwarna biru bertuliskan 'Mie Ayam Bang Jhon'.

Cowok itu meminta Alexa untuk duduk di bangku-bangku plastik yang di tata berhadapan dengan meja kayu panjang sebagai pemisahnya. Aldoesan dua mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh.

WAKTU AKU SAMA ALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang