Chapter VI

6 0 0
                                    

Hari demi hari berlalu. Soora masih juga belum terbiasa dengan keadaannya.

Tentu saja. Pasti butuh waktu lama untuk ia bisa membiasakan dirinya. Yang terpenting sekarang, ia telah dapat menerima semua kejadian yang menimpa dirinya dengan besar hati.

Tapi ada hal yang membuat dirinya nelangsa. Orangtua nya sudah mulai tak memperdulikannya.

Sebagai anak semata wayang, tentu kedua orangtua nya berharap Soora mampu mengangkat derajat keluarganya.

Mengingat kehidupan keluarga Soora yang bisa dibilang pas - pas an.

Namun harapan kedua orangtua nya lenyap begitu saja. Sekarang untuk berjalan saja Soora kesulitan. Ia tak bisa melakukan aktifitas seperti orang normal lain.

Ia sekarang cacat. Bagaimana bisa ia membanggakan kedua orangtua nya?

Memang ia menyadari, bahwa selama masa sekolah menengah pertamanya ia banyak menyia - nyiakan waktunya untuk hal tidak berguna.

Pulang malam, kebut - kebutan di jalan, merokok, membolos sekolah, dan banyak kenakalan remaja lainnya. Harap maklum, Soora hanyalah seorang remaja yang sedang mencari jati diri.

Dan tanpa ia sadari, bahwa jalan yang ia ambil adalah kesalahan besar. Memang penyesalan selalu datang terakhir.

"Ayah, ibu setelah lulus aku akan pergi dari rumah ini. Aku akan hidup mandiri. Tidak menyusahkan ayah dan ibu lagi" Ucap Soora tiba - tiba.

Ia telah memikirkannya dari beberapa hari yang lalu. Ia tidak tahu bagaimana reaksi kedua orangtuanya. Hening. Sama sekali tidak ada jawaban.

"Baiklah kalau itu mau mu" Suara berat itu milik ayahnya. Mendengar nada ketidak pedulian dari sang ayah, Soora merasa pedih. Tapi ia berusaha tegar.

Ia sadar betul bahwa sikap ayahnya yang seperti itu, juga disebabkan oleh tingkah lakunya yang benar - benar diluar batas.

"Kau yakin bisa melakukannya sendiri? Jika memang itu pilihanmu, terserah padamu" Ucap sang ibu kemudian. Soora tersenyum pahit. Ibunya ingin terlihat seolah memperhatikannya.

Padahal Soora tahu bahwa ibunya juga sudah tak membutuhkan anak tidak berguna seperti dirinya.

"Ya, pengumuman kelulusan sebentar lagi. Aku akan segera angkat kaki dari sini"

**

Hari ini merupakan hari pengumuman kelulusan. Rasa cemas menghampiri dirinya. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.

Apakah ia akan lulus?

Itulah pertanyaan yang menganggu pikirannya. Kelakuannya selama di sekolah benar - benar jauh dari kata baik.

Soora terus meremas - remas tangannya sendiri sembari menunggu orangtuanya pulang. Sebenarnya ia ingin melihat hasilnya sendiri.

Tapi pihak sekolah ingin berbicara kepada orangtua Soora. Hal itulah yang membuatnya menjadi was - was.

Apakah ia lulus atau harus mengulang lagi masa sekolah menengah pertamanya.

Setelah sekitar 1 jam menunggu, suara deru sepeda motor membuat nafasnya tercekat. Jantungnya berdebar kian hebat.

Tak lama, suara pintu terbuka dan langkah kaki mendekat menyapa gendang telinga Soora.

"Kau lulus"

Suara dari sang ibu hampir membuat Soora ingin menjerit dan melompat - lompat. Tapi tentu saja niat itu tak dilakukannya. Kakinya sudah tak se-normal dulu lagi.

"Nilai ujianmu semua bagus - bagus. Walau kelakuanmu selama ini jauh dari kata baik, sekolah memutuskan untuk meluluskanmu setelah mempertimbangkan banyak hal"

Mendengar hal itu dari ibunya, ingin rasanya ia ke sekolah dan berlutut serta berterima kasih kepada semua bapak ibu guru dan staff sekolahnya.

"Mereka bilang, mereka ingin memberimu kesempatan untuk memperbaiki hidup di SMA" Lanjut ibunya sementara Soora masih diam belum menjawab.

Sekarang hanya hening yang tersisa. Soora tidak tahu dimana keberadaan ayahnya. Mungkin beliau sedang ada di kamarnya.

"Ya, karena hasil kelulusan telah diumumkan aku akan segera membereskan barang - barangku" Ucap Soora kemudian. Ia berjalan dengan hati - hati menuju kamarnya.

Soora sudah bisa mengenali benda dengan indera perabanya, dan untuk menghafal jalan ia tinggal menghitung langkah.

Itu bukan hal yang sulit untuknya sekarang. Jadi ia yakin pasti ia bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Untuk urusan biaya hidup, tempat tinggal, dan juga sekolah ia tak perlu ambil pusing. Entah darimana, om dan tantenya mengetahui kejadian yang menimpanya.

Lalu mereka bersedia menanggung semua kebutuhan finansial Soora. Mungkin ayahnya atau ibunya yang bercerita, ia tak tahu pasti.

Hari ini ia mendapat kabar, om dan tante nya pulang dari San Fransisco. Dan besok mereka akan menjemput Soora untuk tinggal di hunian barunya.

Sebenarnya Soora tak ingin meninggalkan kedua orangtuanya. Seberapa pun mereka membenci Soora, Soora yakin orangtuanya tetap menyayanginya.

Dan begitu pula sebaliknya, Soora tetap menyayangi kedua orangtuanya yang telah merawatnya hingga sebesar ini. Tapi keputusannya sudah bulat.

Ia tak ingin menjadi beban ayah dan ibunya lagi. Ia ingin hidup mandiri. Dan apabila nanti ia sudah bisa menghasilkan uang sendiri, ia berjanji akan mengembalikan uang om dan tantenya demi memenuhi kebutuhannya.

Juga ia akan kembali menemui ayah dan ibunya, memberikan kedua orangtuanya kehidupan yang lebih layak di usia mereka yang kian lama kian menua.

Soora mengambil koper yang telah ia siapkan di sebelah lemari pakaiannya. Ia membuka lemarinya dan memasukkan semua pakaian yang ada.

Beberapa hari sebelumnya, tante nya sempat menelfon dan mengatakan cukup membawa baju saja.

Untuk kebutuhan yang lain, tantenya sudah menyiapkan yang baru. Sebenarnya tantenya juga sudah menyiapkan baju - baju baru untuknya.

Semoga saja, Soora bisa menjalani hidupnya dengan lebih baik lagi.

-

Hello i'm back guys :)

Masih dengan cerita flashback masa lalunya Lee Soora

Untuk chapter berikutnya juga masih akan membahas tentang kehidupan masa lalunya sebelum mencapai titik Lee Soora sekarang

Untuk Jungkook kapan dong? Ya tunggu aja wkwk, masih banyak yang tersembunyi juga nih dari Lee Soora.

Contohnya : Kenapa sih Soora bisa 'sejijik' itu sama Jungkook?

Nah kalau mau tau stay tune aja di ff ini wkwk, enjoy guys maaf kalo pendek :(

biglaff!

AEOLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang