11 | Rindu

11.7K 1K 23
                                    

Menghitung Hari-nya Krisdayanti seolah menjadi soundtrack hidupku yang baru melahirkan dua pekan. Setiap hari aku mengecek kalender di ponsel. Tak lupa juga mengecek hari dan tanggal di kalender dinding. Berharap setiap kali aku melihatnya, hari sudah berubah. Melompat sepuluh bahkan dua puluh hari ke depan. Ah, seandainya bisa .... Sayangnya, itu semua cuma bayanganku saja. Aku menunduk lesu begitu tahu kalau semuanya semu. Hari demi hari berlalu begitu lambat seolah sedang diputar dengan mode slow motion.

"Kenapa, Yang?" tanya Mas Ganjar suatu hari padaku. Wajahku mungkin terlihat gelisah sehingga Mas Ganjar bisa melihat jelas keresahanku. 

Aku makan dengan malas, tidak seperti biasanya yang selalu makan dengan penuh napsu dan hasrat untuk menghabiskannya dalam sekejap.

"Aku nggak papa kok, Mas," dustaku.

"Lauknya nggak enak?" tanyanya lagi.

Aku cuma tersenyum berusaha menyembunyikan kegelisahanku agar Mas Ganjar tidak khawatir atau malah tersinggung.

"Kamu makan dong, Yang, biar ASI-nya banyak. Kalo kamu nggak banyak makan kasian dedek dong." Mas Ganjar kemudian menyendokkan sesuap nasi dan menyodorkannya di depan mulutku.

"Aku suapin ya?" tawarnya.

Aku menggeleng kuat-kuat. "Nggak mau ah. Apaan sih. Malu tau diliat yang lain."

"Ngapain malu? Nanti, kan, biar yang lain tau kalau kita romantis," goda Mas Ganjar yang kubalas dengan cubitan kecil di lengannya. Dia mengaduh lalu mengusap bekas cubitanku.

"Masa aku makan ikan gabus terus sih? Bosen," rengekku setelah dipaksa menelan suapan dari Mas Ganjar.

"Yang, ikan gabus bagus buat nyembuhin luka pasca operasi." Mas Ganjar masih menyuapiku bergantian dengan dirinya sendiri. "Luka bekas caesar, kan, lumayan lama sembuhnya."

"Tapi tempo hari pas kita check up, dr. Mita bilang udah nggak papa, kan? Lukanya, kan, udah kering." Aku masih merengek.

"Tapi belum sepenuhnya sembuh, kan? Kamu jalan aja masih susah. Duduk aja masih kagok. Kudu ngepasin dulu biar nggak nyeri."

"Iya sih tapi—"

Aku sedih sekali. Aku ingin bisa bebas makan makanan yang kusuka lagi seperti sebelumnya tapi kata-kata Mas Ganjar memang ada benarnya. Ibuku juga bilang kalau ikan gabus cepat menyembuhkan luka pasca operasi. Ah, andaikan saja aku melahirkan normal mungkin sekarang aku sudah bisa makan macam-macam. Yah, mau bagaimana lagi? Melahirkan itu memang sama sakitnya, kan? Mau normal atau lewat proses operasi, dua-duanya pilihan yang sama-sama meninggalkan bekas luka.

"Tapi yang penting, kan, lukanya udah kering," tampikku.

"Iya, sabarin dulu aja buat beberapa minggu lagi. Nunggu sebulan lah. Demi dedek. Lagian kamu juga udah nggak dikorsetin sama disuruh minum jamu juga masih bawel aja." Mas Ganjar menyuapkan sesendok nasi penuh karena gemas melihat aku yang ngeyel.

"Iya, iya." Aku memberengut, menepis tangan suamiku yang akan menyuapiku dan melanjutkan makan dengan tanganku sendiri.

Aku tahu mungkin Mas Ganjar kesal tapi dia tetap bertanya dengan santai, "Kamu udah nemu nama buat dedek?"

Ah ya, sampai dua pekan ini kami masih menyebut nama anak kami dengan sebutan 'dedek' karena memang kami sama sekali belum menemukan nama yang pas. Padahal rencananya besok kami akan mengadakan akikah untuk bayi kami.

"Bukannya Mas bilang ngasih nama anak itu kewajiban ayah ya?" Nada sinis terdengar dari kalimatku. Tapi Mas Ganjar menanggapiku masih dengan santai, entah dia tahu tapi berusaha sabar atau memang benar-benar tidak tahu.

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang