1. Sudah Cukup

559 78 22
                                    

FAJARHILMA – 1. Sudah Cukup

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 7 Maret

-::-

Bagaimana menceritakan kisah dua sejoli yang bertemu di kampus, tentang cinta yang nyaris bertepuk sebelah tangan, tapi pada akhirnya bersatu di pelaminan?

Fajar ingin sekali mengabadikan kisah mendapatkan hati Hilma di dalam satu judul buku. Tapi cukuplah Buku Nikah mereka menjadi saksi penting bahwa kini mereka sudah siap-siap untuk menyongsong masa depan bersama-sama.

"Di sini ada laundry yang murah ngga sih, Jar? Gue nanya resepsionis, mahal banget pricelist-nya!"

Itu tadi suara Hilma dan ini adalah hari ke tiga mereka berada di satu pulau yang mempunyai kekayaan alam berupa gunung dan lautan. Pulau Lombok menjadi destinasi mereka untuk berbulan madu setelah sesiangan menggelar resepsi pernikahan, pada malam harinya mereka bergegas ke bandara.

"Emang bajunya kotor semua?" tanya Fajar dengan kening mengernyit.

"Ya masih ada sih..."

"Lagian sih, ke bawah buat makan doang mah pake baju yang kemaren aja, Yang," kata Fajar pada istrinya. "Di sini ngga pake baju juga ngga apa-apa, hehehe..."

"Haha-hehe aja lo!" ucap Hilma dengan semburat merah di wajahnya.

Parah sih, udah tiga hari, tapi mereka keluar kamar hotel cuma buat makan aja atau Fajar seorang diri keluar buat menunaikan shalat lima waktu. Selain karena capek, Hilma juga merasa sudah cukup menikmati pemandangan pantai di Gili Trawangan yang terhampar bagus luar biasa di balik jendela kamar mereka di lantai dua.

"Laundry aja, Ayang," kata Fajar lagi. "Ben bilang, semua biaya udah dijamin selama kita di sini. Ngga usah khawatir."

Mendengarnya, Hilma mengerucutkan bibir. "Justru itu. Ngga enak lah, nanti tagihannya bengkak. Masa cuci satu lembar baju seratus ribu? Gue sekali pake baju kan berapa lembar tuh?!"

Helaan napas Fajar terdengar seiring dengan bahunya yang turun. "Serba salah aja Aa mah di mata Ayang yah..."

Dan Hilma tertawa. "Ya udah," katanya lantas menuju lemari pakaian, "pake ini lagi aja deh."

"Asik, jadi lihat sunset ya?!" kata Fajar lagi.

Hilma mengangguk seraya melepas pakaian yang tergantung di lemari tadi untuk ia sampirkan di sandaran kursi.

"Bahagia banget sih, biasanya juga lihat sunset dari jendela," ucap Hilma.

Tuh, seperti yang tadi dibilang, jendela kamar mereka menyuguhkan pemandangan luar biasa, yakni matahari tenggelam setiap sorenya. Biasanya Hilma akan duduk di kursi dekat jendela, menekuk kakinya dan Fajar duduk menempel di sampingnya sambil merapikan helaian rambut di sekitar telinga.

Hilma sih diam saja diperlakukan begitu. Selain karena Fajar sudah berstatus sebagai suaminya, juga karena Hilma bingung harus merespons apa. Pemandangan luar biasa, atau perlakuan luar biasa?

Tapi sore ini, Fajar secara khusus memintanya untuk keluar sekitar jam lima sore, menjejak pasir pantai dan menikmati matahari tenggelam tanpa terhalang jendela kamar. Hitung-hitung mereka merasakan embusan angin pantai, bukan pendingin ruangan terus.

"Ya kan beda. Maksudnya, kayaknya sih beda," ucap Fajar. "Tapi pasti beda lah, lihat sunset di kamar sama di pantai langsung."

"Udah pernah?"

"Yeuh," Fajar pura-pura sewot ditanya begitu. Padahal dia ngga akan bisa sewot sama Hilma. "Pernah atuh! Diajak mantai sama Hamas waktu itu ke Pulau Tidung. Nginep semalem. Sembarangan ya Ayang kalau nanya."

Fajar menghampiri istrinya dan menyerang pinggang Hilma sampai perempuan itu tergelak berusaha menjauh. Gitu deh, namanya juga pengantin baru.

"Ya udah, gue mandi dulu ya," kata Hilma kemudian. "Sok atuh Aa kalau mau shalat Asar."

"Ciye, sekarang berani manggil Aa yaaa..." goda Fajar.

Hilma mengeluarkan seringainya, menatap Fajar dengan intens. Penuh goda.

"Emang mau banget digoda ya?" tanya Hilma yang hari ke tiga ini sudah mulai bisa menguasai respons tubuhnya jika berdekatan dengan Fajar. Ya gimana ya, diserang mulu, lama-lama terbiasa.

Ehem.

Sedangkan Fajar, ditanya begitu, malah ciut. Perlahan dia bergerak dari tempatnya duduk.

"J-jangan, Yang!" tolak Fajar serta merta. Dia lari dan menuju pintu keluar. "Jangan sekarang atuh! Udah mau azan Asar bentar lagi, malah digodain! Repot nanti ketinggalan Asar, harus mandi junub dulu..." ucapnya dengan tangan memegang gagang pintu.

Sementara Hilma menahan tawa di tepian kasur.

"Awas ya..." Fajar bicara dengan telunjuk mengarah ke istrinya. Tapi tawanya lepas juga. "Berani ya sekarang ya..."

"Udah, sana shalat dulu," kata Hilma, memotong kalimat suaminya. "Ayang mandi dulu."

Hilma memberikan flying kiss pada suaminya yang masih bertahan dengan pintu setengah terbuka. Sedangkan Fajar, menerima flying kiss tadi, menangkapnya, lantas meletakkannya di dadanya sendiri.

Alay banget emang berdua, heran.

Detik berikutnya, Fajar mengucap salam sebelum menutup pintu dan menghilang dari hadapan Hilma.

Bagi Fajar, tidak perlu menulis kisah mereka di dalam buku. Saling goda seperti tadi saja, sudah lebih dari cukup baginya. Hilma ada di dekatnya, sudah luar biasa untuknya.

[]

FAJARHILMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang