2. Pacaran

406 66 28
                                    

FAJARHILMA – 2. Pacaran

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 10 Maret

-::-

Senja di pantai berpasir putih di area Gili Trawangan di pulau Lombok aslinya memang begitu indah untuk dinikmati oleh mata, tanpa terhalang layar kaca atau kaca jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja di pantai berpasir putih di area Gili Trawangan di pulau Lombok aslinya memang begitu indah untuk dinikmati oleh mata, tanpa terhalang layar kaca atau kaca jendela. 

Hilma membiarkan kakinya yang dibalut kaos kaki warna pink itu penuh dengan pasir menempel. Tak jauh darinya ada Fajar yang asik mengambil air laut untuk dilempar ke arah sang istri, sembari tertawa-tawa.

Jelang Magrib kali ini, mereka memang berupaya menikmati sunset di luar hotel, atau di pantai aslinya, bukan di dalam kamar seperti hari-hari kemarin.

Hilma membenarkan jilbabnya yang diterpa angin pantai. Satu tangan terulur di hadapannya.

"Main air atuh, Ayang," kata Fajar, si pemilik tangan tersebut. "Yuk?"

Mengangguk senang, Hilma menyambut uluran tangan tersebut. Merasakan genggaman Fajar pada tangannya, memberikan efek aneh. Desiran di hatinya. Dan dengan kiku, Hilma berjalan bersisian dengan pria yang baru empat hari ini resmi menjadi suaminya.

"Malu, Jar, banyak orang," bisik Hilma seraya menepuk lembut lengan suaminya dengan tangannya yang kosong.

"Biarin wae," kata Fajar terkikik. "Kan udah halal," tambahnya. Diangkatnya tangannya yang memegang tangan Hilma. "Dapet pahala nih, Yang, kalau pegangan tangan kayak gini kalau udah halal hehe..."

Hilma hanya menanggapinya dengan kekehan malu-malu.

Kini, kaki-kaki mereka menyapa air laut yang sejuk. Hilma mengeratkan genggaman tangan mereka. Fajar menoleh, tersenyum senang dan mengangkat lagi tangan Hilma, mencium punggung tangan istrinya sekejapan.

"Bagus ya, Yang?" kata Fajar, merujuk pada langit sore yang cerah. Awan berarak menghiasi langit yang kini perlahan meredup. Matahari hendak tenggelam. "Mataharinya mau tenggelam tuh!" ucapnya. "Eh, tahu ngga, kenapa atuh matahari tenggelam tiap hari?"

"Hah?"

Hilma bingung sendiri.

Kenapa matahari tenggelam?

Kenapa, coba?

Kenapa pertanyaan beginian yang hadir, coba? Fajar pasti mau gombalin dia lagi nih.

"Karena matahari ngga bisa berenang, HEHEHE, jayus yak!" kata Fajar dengan gelak tawanya sendiri. Emang ngga lucu sih duh...

Tapi Hilma tertawa. Dia merunduk dengan tangan kosong mengambil air dan menyiramkannya ke wajah Fajar.

Yang disiram sok-sok meronta. Hadeh, alay banget seh penganten baru? Emang menikah tuh seasik itukah?

Fajar lekas menarik Hilma dalam pelukannya. Tapi cuma sebentar. Karena agaknya Hilma tidak betah lama-lama bemesraan di depan umum.

"Yeuh, kalau di kamar mah betah ya, Yang?" tanya Fajar, usil. Membuat Hilma mencubit pinggangnya.

FAJARHILMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang