4. Bercanda

281 53 7
                                    

Serial FAJARHILMA – 4. Bercanda

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 9 Januari

( ngambil dari Shalih Squad XD )

-::-

"Segala sesuatu selain dzikrullah itu permainan dan kesia-siaan, kecuali terhadap empat hal; yaitu seorang suami yang mencandai istrinya, seseorang yang melatih kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua sasaran (dalam permainan panah, termasuk juga dalam berlomba), dan seseorang yang berlatih renang."

( HR. An-Nasa'i. Shahih, kata Muhammad Abdul Halim Hamid )

"Pisang goreng, siaaap!"

Suara Hilma terdengar dari dapur, menuju ke ruang depan, tempat Fajar tengah menonton berita, sembari sesekali sibuk dengan ponselnya.

Dengan kepala mencari sosok Hilma yang membawa sepiring pisang goreng, Fajar meletakkan ponsel di atas meja, memperbaiki posisi duduknya dan mengusap-usapkan kedua telapak tangannya satu sama lain.

"Alhamdulillaah, punya istri shaliha ya begini yash! Kenyang urusan perut mah!" kata Fajar. Wajahnya terlihat suka cita.

"Bisaan lo," kata Hilma, mengambil tempat duduk di sisi kanan Fajar. "Geseran dong..."

Fajar menggeser duduknya, lalu mencomot satu pisang goreng dan memakannya dengan satu gigitan lumayan besar.

"MasyaaAllah, Ayang... enak pisan ini mah pisang goreng di depan mah LEWAT!" puji Fajar, membuat Hilma cengengesan.

"Kalau mau nambah, udah ngga ada lagi, Jar. Udah semua, cuma sepiring," kata Hilma, membenahi geraian rambut panjangnya. Dia ikutan mengambil satu potong pisang goreng. "Eh lo ngga kepanasan apa ya? Ini masih panas, doh!"

Fajar semringah, "Adem aja dekat kamu mah, Ayang Aa nu geulis pisan..."

Hilma mengekeh pelan, menepuk paha suaminya yang hari ini mengenakan celana pendek selutut.

"Ayah kamu pasti jualan pisang goreng ya?" kata Fajar.

Dan Hilma menatapnya dengan pandangan; Hah? Lo kan tahu bokap gue cuma PNS???

"Apaan sih, Jar, lo kan tahu, bokap gue---"

"Ya udah seh bilang aja, KOK TAHU?" sela Fajar cepat. Masih cengengesan.

"Kok tahu?"

"Karena kamu manis banget kayak tebu..."

"Ga nyambung!"

"Emang," tukas Fajar. "Tapi hati kita kan selalu tersambung. Eaaa..."

"Jar, lo cuma makan pisgor, kenapa jadi kesambet gitu?"

"Aa teh bukan kesambet atuh, Yang... tapi kesetrum," kata Fajar, mengendus-endus lengan kiri kaus Hilma, "kesetrum cintanya Yayang Hilma..."

Fajar ngakak karena Hilma menempelkan telapak tangan ke wajah Fajar dan mendorongnya pelan. Mereka memang biasa main toyor-toyoran setelah diresmikan halal.

Pasangan yang aneh.

"Jar, lo fix kesambet! Ini mau Magrib... malem Jumat pula!" sergah Hilma tak tanggung-tanggung.

Jam dinding masih menunjukkan pukul lima sore di hari Kamis tanggal merah ini. Fajar biasa menutup bengkel kecil-kecilannya pada tengah hari jika istrinya libur ngantor.

"Eh, eh, tapi pinggang gue pegal deh kayaknya," Hilma menegakkan punggung, memijat pelan pinggang kirinya dengan tangannya sendiri.

Tanggap, Fajar lekas mendaratkan tangannya ke pinggang belakang yang dimaksud.

"Yang mana? Ini?"

"Iya, di situ," kata Hilma kemudian. "Aduh, iya pelan-pelan aja, Jar. Duh sakit banget iiish!"

Meski tangannya ditepuk agar menghentikan gerakan memijat pinggang Hilma, tapi Fajar bukannya berhenti, malah menggeser posisi pijatannya menjadi pinggang bagian samping.

Hilma meringis geli.

"Bukan di situ, Jar. Geli! Hahaha," seru Hilma seraya menggeser duduknya. Fajar cengengesan.

"Aneh dih, tadi katanya sakit..."

Bercanda, Fajar menyentuh lagi titik geli yang dimaksud Hilma.

"Jar, Jar, sumpah geli ya," omel Hilma sembari tertawa-tawa. Tubuhnya bergerak tak karuan.

Tapi Fajar malah menambah intensitas sentuhannya.

"Jar, pinggang gue lagi sakit, hahaha, aduh, FAJAR!"

Hilma sudah rebah di tepian sofa. Kepalanya mendongak sembari terus tertawa. Kakinya sudah berada di pangkuan Fajar.

Fajar menarik tangan istrinya, membuat Hilma duduk lagi. Duduk miring di sisi kanan Fajar, dengan kedua kaki melangkahi pangkuan Fajar.

"Yang mana pinggangnya yang pegal sih?" tanya Fajar lagi, kali ini agak serius.

"Jangan dikelitikin!" gerutu Hilma, merapikan rambutnya yang mulai agak berantakan.

"Ngelitikin kamu kan dapat pahala atuh, Yang," kata Fajar kemudian.

"Dari mana urusannya ngelitikin gue itu berpahala, Jar, ya ampun!" pekik Hilma, snewen.

"Eh, Rasul aja sama istrinya bercanda-bercandaan. Dapet pahala tuh kalau ikutin cara beliau. Itu baru bercanda doang, apalagi kalau---" kata Fajar lagi. Seringainya tampak. Hilma berjengit ngeri.

"Heh, Jar, udah setengah enam ih, gue ngga mau ya cuma setengah jam, nanggung! Abis Isya aja entar!"

Hilma menarik kakinya, mengambil sepotong pisang goreng lainnya sebelum beranjak ke kamar. Meninggalkan Fajar yang melongo.

"Apalagi kalau mijetin istri yang pinggangnya sakit, Yang. Ayang!" teriak Fajar dari sofa.

Ingin hati menyusul Hilma, namun urung. Pisang goreng lebih menggoda.

"Emang dia mikir apaan sih?" Kemudian tersadar lantas menyeringai. "Hooo, aing tahu lah! Abis Isya ya awas nanti..."

[]

FAJARHILMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang