T O | PROLOG

26 3 1
                                    

Aku kembali menangis mendapat tamparan dari penguasa baru rumah ini. Aku mengaku kalah, Rumah ini milikmu.

Hanya sepasang sepatu boots yang bisa kulihat dari bawah sini. Tidak ada satupun yang bisa kuingat dari perampok tidak tau diri ini. Sejak kedatangannya sebagai tamu ia tidak pernah membuka masker dan topinya barang sekali.

Tamu?

Aku susunggukkan. Itu karena kebodohanku. Tapi apa itu salahku?

Kukira Alan datang menjumputku pulang ke Jakarta. Aku tahu aku bodoh. Tidak seharusnya aku terus berlari menghampiri mobil berlogo Mercedez itu walau jelas terpatri di otakku kak Alan hanya memiliki mobil Ayla.

Tidak semuanya salah. Ayah memiliki mobil persis seperti itu dikala ia masih hidup. Kepalaku semakin pening memikirkan hal yang telah berlalu. Aku menyesal.

Darah mengalir dari pelipisku, aku tau. Sangat sakit.

"Bodoh! Kalian semua bodoh! Anak ini masih hidup,"

Tidak, jangan. Aku berusaha menggeleng untuk menyampaikannya. Mereka masih punya hati kan? Mereka tidak mungkin membunuh anak kecil, aku baru berusia 8 tahun. Lepaskan saja ku mohon. Aku tidak berguna.

"Hey..." suara itu seperti tertuju padaku, tapi aku suka suara itu. Membuatku sedikit tenang. Apa dia mau bicara baik-baik padaku?

Kurasakan jari-jarinya menyentuh rambutku dan mengelusnya pelan. Tubuhku semakin gemetar.

"No... darling. Jangan takut. Memang sakit, tapi tidak akan lama. Kau harus percaya padaku," Dia berbisik tepat didepan telingaku. Membuatku semakin ketakutan. Lebih dari sebelumnya.

Ini akhirnya. Yang bisa ku syukuri hanya posisiku yang sudah tengkurap dilantai, tidak perlu tambahan sakit karena terbentur. Aku memang anak bodoh.

Sesuatu menyentuh kepalaku pelan seakan memberi tanda. "Venn!! Bawakan tongkat golf itu."

Mataku terbelalak mendengar ucapannya. Derap kaki terburu-buru menghampiriku.

Don't,... please don't,

Kututup erat kedua mataku.

*^*^*^*^*^*

Sweetest_ex :

Thank you...

LUNNALLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang