T O | PART : FOUR

9 2 0
                                    

Musim dingin tahun ini akan sedikit berbeda bagi Ally. Tentu hal ini menjadi pengalaman pertama bagi Ally karena biasanya ia akan berangkat ke negri Paman Sam untuk memperingati hari kematian kedua orangtua dan kakak kandungnya bersama Alan. Namun kini Ally merasa semua itu sudah cukup. Dirinya berhak memulai kehidupan yang baru.

Bertahun-tahun berlalu setelah mereka meninggalkan Ally begitu saja di bawah hujan salju di tengah taman kota. Ally yang saat itu berusia 5 tahun terdiam di taman sambil memeluk erat taddy bear menunggu kakaknya yang berjanji akan membelikannya secangkir coklat hangat.

Tapi bagaimana itu mungkin. Seorang yang telah tiada membeli minuman hangat untuk diberikan kepada Ally. Sedangkan dirinya melihat kakaknya menghantam minibus dan terlempar cukup jauh.

Janji itu, janji yang masih Ally harapkan.

Janji itu yang masih Ally tagih pada Alan walau ia tau kakaknya sudah meninggal di hari itu bersamaan dengan peristiwa kecelakaan yang juga merenggut nyawa kedua orangtuanya.

Mungkin akan menyulitkan bagi Ally untuk tidur tenang di hari kematian keluarganya tanpa berkunjung ke makam.

"Cee... sudah tengah malam." Lexy terus menggerutu ditengah-tengah kesibukannya.

"Lex, aku ga mungkin bisa tidur kalau kamu terus mengoceh. Pilih gaun biru dan pergi ke kamarmu!" Lexy melirik Ally yang masih menutup matanya dan mengambil beberapa gambar melalui ponselnya.

Lexy yang awalnya kesal mulai mengerti situasinya. Jika diperhatikan Ally terlihat semakin pucat dan kedinginan,

"Ya ampuun... Exy forget. Nti ya Exy bawain selimut biar badan yu yang hot ini ga kedinginan,"

Ally membuka mata melihat asisten pribadinya lari kearah kamarnya. Memang benar ia merasa mulai membeku setelah tiduran di ruang tengah selama 4 jam.

Dengan perlahan ia mendorong tubuhnya untuk duduk di sofa yang sangat nyaman itu.

Ally melihat sekeliling mencari segelas air dan justru mendapatkan pemandangan yang sangat eksklusif dari kaca yang membingkai memenuhi satu dinding itu.

Cahaya dari setiap gedung seakan menggantikan bintang-bintang yang tidak hadir malam ini.

"Yu kenapa sih? Dari tadi melamun mulu, awas kesambet!"

Lexy baru saja datang dan langsung melilitkan selimut yang cukup besar pada tubuh Ally, berusaha menghangatkan dirinya dengan sesekali meniupkan dan menggosok kedua tangan Ally.

"Lex, pilih gaun biru itu. Aku ingin memakai gaun itu di hari pernikahan Eric. Jangan gaun yang lain," Ally berbicara sambil berdoa dalam hati semoga ia tidak harus benar-benar datang di acara penuh sial itu.

Hatinya sudah cukup lelah menerima kenyataan dirinya kembali dianggap sebagai pengganggu bagi orang dekatnya sendiri. Sudah cukup ia menerima amukan dan sindiran dari Alan dan Daniel karena ia pergi ke Tokyo dengan alasan photoshoot yang Ally jalani akan dimulai di kota itu.

Namun tidak ada yang percaya, mereka terus berasumsi tanpa mendengar penjelasannya.

"Lex, padatkan jadwalku besok sore. Bisa kau lakukan itu?" Lexy yang masih mengutak atik ponselnya langsung merespon,

"Tentu dong Yuu, semua udah beres."

***

Di sore itu Ally benar-benar sibuk dengan pekerjaannya sebagai model. Dirinya terus berpose di suatu tempat yang telah di set seakan-akan dirinya berada di kamar tidur dengan gaya Victorian.

Di malam harinya Ally harus berangkat kesuatu acara talkshow yang membutuhkan waktu 30 menit dari tempat pemotretan.

Cukup baginya untuk melupakan apa yang harus ia lakukan sebagai seorang 'teman'. Memang sudah seharusnya ia melakukan ini dan mulai membenahi apa yang salah pada dirinya.

LUNNALLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang