T O | PART : ONE

36 3 1
                                    

"Ally?!"
·
·
"Ally, tatap aku!"
·
·
"Astaga, Ally. Jawab aku!"
·
·
"Rena!!"

***

Pagi ini Ally merasakan beban yang begitu berat ketika membuka mata melawan sinar mentari yang masuk melalui pintu balkon yang terbuka lebar. Kain kuning melambai-lambai mengikuti arahan angin membawa kehangatan ke dalam kamar tidur.

Tidak ada yang bisa kulakukan di hari minggu.

Pemikiran yang terlintas pertama kali ketika Ally terbangun pagi ini.

Tok, tok

Sedikit lebih keras Ally mendorong tubuhnya untuk berada di posisi duduk tanpa menggerakan kakinya yang terasa keram.

"Your breakfast, gadis manja." Rena masuk dengan nampan coklat cukup besar. Melihat apa yang ada diatasnya dan menyadari itu tumpukan roti dengan sayur segar diantaranya.

Sandwich? Apa tidak salah,

"Rena, kau lupa. Ini hari minggu, aku tidak makan sandwich."

Rena tidak membalas dan hanya diam berdiri ditengah-tengah kamar bersama nampan itu.

"Aku ingin yang lain. Berikan aku jus saja," Dengan perlahan Ally menggeser tubuhnya ketepian. Sungguh, kepalanya sangat berat dan rasanya ada sesuatu menempel didahi. Agak basah.

"Nona, ini hari senin." Rena menunduk, wajahnya sarat akan ketakutan dan kekhawatiran.

Pasti ada yang kulewatkan. Ally menatap pelayannya itu. Sedikit menepis rasa kantuk.

"Aku tidak suka memaksamu untuk memberitahu ku apa yang seharusnya aku ketahui. Mengerti?" Rena menghembuskan napas sebelum menjawab, "Kemarin nona melamun,"

melamun?

Mengingat-ingat kapan terakhir dirinya konsultasi. Dengan gesit tangan Ally meraih buku agenda di meja kecil tepat di samping kasur.

Oh benar, sudah 2 bulan.

Ally merasa aneh, kenapa ia bisa meninggalkan jadwal check up bulan lalu padahal saat itu adalah yang ia tunggu-tunggu agar bisa menemui seseorang.

Tangan Ally bergerak menaruh agenda itu kesamping, tatapannya terarah pada kedua kakinya yang masih menggantung ditepian kasur.

"Pantas saja rasanya badanku lemas."

Ally tertunduk merasa beban yang dirasakan semakin berat. Tertawa kecil, sesekali memejamkan matanya berusaha lebih keras menahan airmata yang selalu keluar tanpa diinginkan.

Sudah 6 tahun berlalu, kenangan itu masih saja menghantui. Selalu dengan ketakutan yang sama, seperti dirinya kembali di situasi yang sama.

Bodoh Ally, mau sampai kapan kamu begini.

"Your father had told me that-"

"Tidak ada yang sempurna di dunia ini." Tatapan Ally terangkat kearah mata Rena yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu dengan serius.

"Rasanya sudah seribu kali kau mengingatkanku," Rena balas menatapnya dengan senyuman hangat seperti biasanya.

Kalau diingat-ingat Ally ingin sepertinya yang tidak pernah lupa untuk tersenyum, seakan hidupnya sudah happy ending. Ya, itulah diri Ally. Tidak sempurna, karena sepanjang hidupnya selalu mencari kesalahan.

LUNNALLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang