Brand New Ending

5K 404 43
                                    

“Bagaimana aku percaya kalau omonganmu benar-benar terjadi? Jangan mengada-ada oppa dan biarkan aku mengejar seseorang yang aku suka. Kau tak bisa membuktikannya maka aku tidak percaya pada ucapanmu.” ucap Nayeon pada satu-satunya lelaki yang menjadi saudaranya juga seeorang yang mengaku sudah tidur dengan Jimin, lelaki yang ia sukai.

Nayeon tentunya mengetahui pekerjaan Jimin, memangnya kenapa? Ia tidak merasa keberatan sama sekali, ya mungkin Jungkook menjadi salah satu pelanggan. Memangnya kenapa? Nayeon berusaha menepis rasa sedikit tidak nyaman, ia tahu kondisi Jimin dari awal dan ia menerimanya. Menyerah di tengah-tengah usahanya bukanlah sifat Nayeon, kecuali Jimin sendiri yang menolak.

“Apa aku perlu memperlihatkan ini padamu? Semua video ini menunjukkan, Jimin bagiku ialah seorang kekasih.” ujar Jungkook lantas menunjukkan galeri videonya.

Banyak sekali, itulah yang Nayeon lihat. Apa kakaknya itu menjadi pelanggan VIP atau semacamnya hingga bisa menyewa Jimin terus-terusan? Dan apa pula sudut kamera ini? Saat Nayeon membuka salah satu video di mana Jimin memakai lingerie berwarna soft pink yang tak menutupi paha putihnya tengah memasak. Tunggu. Nayeon menyadari kalau ruangan yang ada dalam video tersebut ialah apartemen Jimin sendiri.

“Aku suka saat kau memakai pakaian seksi begini.” Jungkook meremas bokong sintal di hadapannya, meremas-remas lebih tepatnya lalu menampar cukup keras sebelum membawa turun kain segitiga yang menutupi aset Jimin.

“Kenapa aku selalu gemas dengan bulatan kenyal ini sayang?”

Jimin memutuskan mematikan kompor lalu berbalik. Celana dalamnya sudah melorot sampai ke lantai sementara jemari Jungkook masih betah meremas-remas. “Karena kau sudah kecanduan dengan pantatku yang seksi. Dan aku suka dengan sesuatu di bawah sini.”

Lihat bagaimana Jimin menyelipkan jemarinya ke dalam Jogger pants abu-abu hingga langsung mendapatkan apa yang ia inginkan. Belum mengeras, padahal ia sudah terlena dengan hanya karena remasan di bokongnya. “Ada anak nakal ternyata, Jiminie akan menghukum little Jeon.”

Jungkook terkekeh. “Hukum dia sayang, buat agar ia menjerit meminta ampun karena keenakan.”

Segera saat seluruh penis Jungkook menyembul keluar, Jimin langsung memberikan hukuman menggunakan mulutnya. Bibir tebal yang mengurung pusaka Jungkook namun tidak semuanya. Jimin gunakan jemarinya untuk menggenggam dan memijat dengan tekanan-tekanan cukup kuat. Sementara mulutnya difokuskan pada bagian ujung.

Nayeon tidak kuat lagi melihat itu semua. Ia mengembalikan ponsel kakaknya dengan kasar, wajahnya memerah. Tak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan setelah melihat video itu, baru pertama kali Nayeon melihat Jimin melakukan pekerjaannya. Ia marah namun pada siapa? Kakaknya atau Jimin? Ia sudah tahu bukan? Resiko dari pekerjaan Jimin dan apa yang harus dilakukan orang yang disukainya itu. Lalu kenapa ia tidak suka dan marah? Cemburukah?

Apa Nayeon siap menghadapi segala kemungkinan ke depan jika ia dan Jimin menjalin hubungan? Sesuatu seperti video tadi tidak mungkin terjadi beberapa kali. Mana mungkin Nayeon meminta Jimin untuk berhenti? Seolah ia tidak bisa menerima Jimin apa adanya dan itu pasti menyakiti perasaan Jimin sendiri.

“Kau tak bisa menjalin hubungan dengannya Nayeon-ah. Aku bicara sebagai kakakmu juga kekasihnya. Pikir saja, pekerjaan Jimin juga ia yang pernah memiliki mantan seorang lelaki. Kalaupun denganmu ia bisa mendapatkan kehidupan normal perihal sex namun semua yang Jimin lalui tidak akan lepas dari jati dirinya. Kau kira dirimu seorang bisa merubah Jimin sepenuhnya? Denganku ia bisa menjadi dirinya sendiri dan tetap bahagia karena aku mencintainya.”

Plak!

Untuk pertama kali seorang Jeon Nayeon melayangkan tamparan pada kakaknya sendiri. Ia tak bisa berkata-kata, semua algoritma logikannya tiba-tiba tumpul setelah mendengar ucapan-demi ucapan kakaknya. Yah, ia memang tidak seyakin itu sedari awal bisa menangani apa yang sudah Jimin mulai. Menanggung semuanya dan merelakannya.

Nayeon mungkin bisa dengan mudah mengatakan tidak apa-apa dan mari kita mulai lembaran yang baru. Akan tetapi, ia tak bisa memastikan bagaimana dengan Jimin. Apa yang ia upayakan benar-benar jalan keluar dari kondisi lelaki itu. Dan perkataan Jungkook membuat kesimpulan yang lebih masuk akal ketimbang angan-angannya yang berharap semoga Jimin dengannya bisa baik-baik saja.

Lagipula Nayeon memang menaruh kepercayaan sebesar itu pada sang kakak. Walau awalnya ragu namun tatapan itu, ia bisa melihat keseriusan. “Aku yang sudah gila dengan melepas Jimin atau oppaku yang sudah tergila-gila.” 

Sebuah tas koper sudah tertenteng di sampingnya, ia tinggal menelfon taksi untuk datang. Pengecut memang, ketika ia bilang tidak ingin melihat wajah sang kakak. Maksudnya ialah lebih baik ia pergi dari negara ini sekalian daripada terus kepikiran ucapan Jungkook yang menancap tepat ke hati. Apalagi setelah mendengar suara Jimin dari sebrang telfon bahwa lelaki itu meminta maaf. Jadi memang semuanya benar adanya.

“Oh ...? Bukankah itu ...” ujar Nayeon kala melihat seseorang yang ia kenali melintas di depannya begitu saja.

Orang tersebut pun berhenti sebentar belum begitu jauh. Dengan gerakan jogging namun bukannya maju malah mundur sampai kedua netra itu bertemu dengan milik Nayeon. Lelaki itu berhenti dan mereka berdua saling memberi salam.

“Kau kekasih Park Jimin kan?” tanyanya dengan masih menampakkan senyum.

“Ah. Aku bukan lagi kekasih Jimin. Kau pemilik klub yang aku belum tahu namanya bukan?” Nayeon menjawab dengan pertanyaan pula, ia agak kesal sebenarnya dengan orang asing ini.

“Perkenalkan namaku Jung Hoseok. Aku juga teman dari Jimin, yaa kau tau pekerjaannya dan pekerjaanku bisa sinkron sewaktu-waktu.” Hoseok tersenyum, ia teringat bagaimana dirinya merupakan salah satu yang menyewa Jimin untuk kepentingan pribadi. “Apa maksudmu tadi dengan bukan lagi kekasih temanku?”

“Kalau kau kenal Jimin, kau pasti tahu Jungkook. Dia oppaku kalau kau belum lupa. Karena dialah yang sebenarnya jadi kekasih Jimin sekarang.” Nayeon menunggu tanggapan dari Hoseok yang tidak ada gelagat terkejut sedikit pun.

“Aku tahu. Jimin sendiri sudah menceritakannya padaku. Kau pasti sedih, mau kutraktir minuman? Di dekat sini ada kok satu kafe, aku biasa sarapan di sana sehabis jogging.”

Memangnya segelas minuman bisa menghilangkan rasa patah hatinya? Akan tetapi Nayeon tetap menyanggupi ajakan Hoseok. Lagipula alasan ia berangkat pagi bukan karena jadwal penerbangannya, hanya Nayeon ingin ruang untuk dirinya. Berada di rumah tepatnya di tempat tertutup membuat pikirannya semakin pengap.

“Apa ada yang ingin kau katakan dengan mengajakku ke sini?” ujar Nayeon setelah membersihkan bekas kopi latte di sudut bibir.

“Tidak ada. Yaa aku hanya menghiburmu? Eits, ini bukan modus PDKT atau apa. Aku kira temannya temanku ialah temanku juga.”

“Apa kau juga suka dengan laki-laki?”

Hoseok mencoba berhati-hati dalam menjawab, ia meletakkan jemarinya di dagu seperti berpikir. “Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan dengan lelaki yang menyukai lelaki lainnya dan aku iya. Aku suka laki-laki dan ingin menjalin hubungan pun sampai urusan kegiatan seksual.”

“Aku mengerti. Orang-orang yang kusayangi juga sepertimu. Jadi aku tidak keberatan, hanya saja ketika perasaanku yang ikut campur. Ternyata berat juga.” Nayeon tersenyum sendu, ia bukan tipe cewek yang mudah meneteskan air mata. Maka dari itu sesak di dadanya belum juga menghilang. Pun menangisi yang ia sudah tahu akan bagaimana akhirnya merupakan hal yang percuma.

“Ada sesuatu yang tak bisa kau kontrol. Bahkan jika itu merupakan bagian dari dirimu, seperti perasaanmu.” ucap Hoseok dan setelah itu ia seruput kembali kopi nya.

“Aku tahu. Hanya memaksa juga tidak baik bukan? Aku memutuskan untuk pergi sementara dan menenangkan diriku.”

Hoseok bertepuk tangan. “Waah, aku tidak tahu kalau adik Jeon Jungkook ternyata bijak juga. Sama seperti Jimin dan Jungkook yang menemukan jalan mereka untuk bersatu. Aku yakin kau juga akan menemukan jalanmu untuk menyembuhkan hati. Fighting!” Hoseok memberi kepalan tangannya, memberinya semangat. Nayeon tersenyum.

“Jangan terlalu baik padaku. Aku tidak mau terjatuh pada lubang yang sama. Kecuali kau berbelok dan menyukai perempuan.” Nayeon menampakkan gigi dalam senyumnya atau tepatnya Hoseok dengan senyumnya yang selalu bisa menular.

High Class [Kookmin / Jikook] {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang