"Selamat pagi Juniku" sapanya. Dia masih Peterku dengan senyum sehangat mentari. Menggenggam tanganku kemudian menarikku setengah berlari.
"Kamu mulai lagi" ucapku pura - pura kesal.
"Pagi ini terlalu indah kalau harus kamu awali dengan bibir cemberutmu, Juni. Bersikaplah manis pagi ini. Setidaknya padaku." Lagi - lagi senyum itu. Aku benci mengatakan bahwa aku selalu menikmatinya.
"Baiklah tampan, jadi apa yang membuat dirimu begitu bersemangat pagi ini?". Peterku memang selalu bersemangat, namun hari ini semangatnya terlampau berlebihan.
"Ah. Nanti juga kamu tahu" lagi - lagi dia hanya tersenyum. Tidakkah kamu mengerti, aku membutuhkan jawaban dan ya. mungkin dengan sedikit senyummu.
"Jika kamu tidak ingin memberitahuku, pergilah" Aku melepaskan genggamannya
"Apa kamu ingin merusak pagiku? Oh baiklah. Akan kuberitahu" ucapnya sambil menarik tanganku dan kembali berjalan.
"Oke. apa berita baiknya?" Tanyaku sekali lagi.
"Ada seorang gadis manis yang sedang berusaha mencari perhatianku" Jawabnya.
"Biar kutebak. Rambutnya panjang, matanya coklat, senyumnya manis, dan memiliki tubuh yang sangat goals. Apakah aku benar?" Tebakku pasti. Bukan apa - apa. Masalahnya, karakter yang kusebutkan benar - benar adalah tipe wanita idaman Peterku. Dan kamu tahu, aku sama sekali tidak memenuhi satupun kategori tersebut.
"Astaga. Apakah temanmu Desni yang memberitahumu?" Kaget peter sambil menutup mulut dengan sebelah tangannya yang tidak menggenggam tanganku.
"Ayolah Peter. Aku sangat mengetahui tipe wanita idamanmu itu" aku sedikit tersenyum miring.
"Baiklah, sekarang jelaskan siapa seseorang ini" aku melanjutkan
"Vika. satu angkatan dibawahku" Dan ya, bisa kalian tebak seperti apa wajah terkejutku?
Sepertinya kali ini kalian salah. Aku sama sekali tidak menampilkan ekspresi itu. Bukankah kamu tahu, aku paling ahli dalam melakukan dosa kepura - puraan."Ohhhh" Hanya itu. Kemudian aku dan Peterku berpisah, karena kelasnya dan punyaku berada diarah yang bertolak belakang.
Sedikit perih aku rasakan setelah kepergiannya. Senyum yang sedaritadi kutampilkan seketika memudar. Bergantikan kerutan didahi dan pikiran yang dipenuhi ribuan tanya.
Perasaan asing itu kini muncul kembali. Setelahnya, kusadari setetes air mengalir dari mataku. Dengan cepat aku menghapusnya kasar. Menghirup napas dalam - dalam kemudian menghembuskannya seolah sedang mengeluarkan seluruh bebanku ditubuhku.
Kupastikan langkahku, menarik kembali senyum dibibirku, menggenggam erat kedua tali tasku sambil menyusuri koridor sekolah menuju kelasku.***
Yang aku ingat. Saat itu sekitar pukul dua belas. Waktu istirahat makan siang disekolahku.
"Wah wah. Sepertinya ada yang sedang banyak pikiran disini" Dia si ratu bermulut pedas, Cia.
"Ya. Seperti yang kamu lihat. Memikirkan Hyunjin-ku" Jawabku asal menyebutkan nama biasku. Siapa yang ingin kepura - puraannya diketahui.
"Oh ayolah. Aku mengenalmu dengan baik, Juni" Cia melipat tangannya didepan dada kemudian memutar bola mata malasnya.
"Maka kamu sudah tahu penyebabnya, Cia" Baiklah, aku mengakui kekalahanku. Tidak ada yang bisa kusembunyikan dari peramal ini.
"Bahkan lima menit yang lalu aku melihat sumber masalahmu sedang saling melemparkan senyum didepan kelasnya" Sepertinya mengetahui fakta tidak selalu berakhir gembira.