1. Dimensi beriringan

86 13 6
                                    


Selamat membaca<3

______________________________________________

Deru knalpot motor terdengar semakin berat dan semakin dekat, hingga sebuah pagar besi yang menjulang tinggi dibuka lebar oleh 2 orang pria bertubuh kekar menyambut tuan muda mereka masuk ke kediamannya.

Ia turun dari motor hitam klasik kesayangannya, motor yang menjadi saksi bisu perjuangannnya. Melepas helm yang melindungi kepalanya hingga menampakkan keseluruhan wajah tampannya begitu bersih tanpa goresan.

Bersamaan dengan derap kakinya mulai terdengar, beberapa penjaga disana mengambil posisi berbaris dan menunduk menyambut tuan muda mereka yang mendengus kecil dan melanjutkan langkahnya dengan mendongak angkuh melewati mereka semua untuk masuk ke rumah.

Di ruang tengah raut wajahnya seketika menghangat melihat wanita paruh baya yang setinggi lengannnya itu merekahkan senyum hangat.

"Ayo naik ke atas, bersih-bersih terus makan ya." Pemuda itu mengangguk dan menjalankannya. Melewati tangga yang entah dipoles sebagaimana rupa hingga begitu mengkilau warnanya, juga aksen-aksen interior yang menurutnya banyak berlebihan seringkali membuatnya risih dan ingin menyingkirkannya. Jika ini rumahnya sendiri, maka akan ia buat setiap sudut hanya memiliki warna hitam dan abu-abu.

Satu persatu aksesoris yang melekat di tubuhnya ia tanggalkan, hanya berbalut celana pendek ia berjalan menuju kamar mandi setelah menyambar handuk yang menggantung dan menyelesaikan ritual perelaksasiannya.

Tubuhnya mulai terendam dalam bathup dengan air hangat, kedua tangannya terjulur ke kanan kiri sisi bak dan bergerak mencari posisi relaks. 

~~~

Di sisi lain, kini seorang gadis tengah duduk di balkon kamarnya dengan sebuah novel di lipatan jarinya dan headphone menyumpal kedua telinganya, ah ya ia juga baru menyesap teh hijau yang kini kembali di atas meja bundar di sisi kanannya.

Ia begitu nyaman memberikan seluruh fokusnya pada rangkaian kata yang termuat di dalam buku bacaanya, bahkan sesekali dahinya mengerut di tengah kegiatan membacanya.

Jika dilihat dari fisiknya, ia terlihat cantik dengan sederhana. Ia memiliki lesung pipit di bawah mata yang akan terlihat saat bibirnya tersenyum, kulit putih kemerahannya menambah kesan manis di wajah ovalnya, dan yang menjadi mahkotanya ia lah rambut kecoklatannya yang kini ia ikat menjadi satu dengan asal-asalan.

Tiba-tiba fokusnya hilang saat pundaknya dicolek pelaku yang belum ia ketahui sampai akhirnya membuat ia menoleh ke samping kirinya. Duh kalo ini mah dia gagal mau marah karena telah membuyarkan fokusnya. Sebab ini ayahnya.

Di dunia ini ia hanya memiliki seorang ayah, pria yang cukup berumur namun bahunya masih setegap masa mudanya. Bahkan kerutan masih terlihat semu di wajah tampannya. Jika kalian menanyakan tentang mamanya, beliau meninggal beberapa tahun lalu dan itu menjadi hal terberat yang pernah mereka berdua alami di masa itu.

"Mau ke taman sayang?" tanya ayahnya, bersamaan dengan gerakan tangannya melipat kemeja hitamnya sampai ke siku. Gadis itu menyunggingkan senyum di bibir tipisnya hingga menarik lesung pipitnya terbit, lalu ia mengangguk mengiyakan tawaran ayahnya. Ini adalah ritual malamnya bersama sang ayahnya yang paling tidak bisa ia lewatkan.

Ayahnya mengusap rambutnya lalu berjalan keluar kamar terlebih dahulu, membuat ia pun beranjak dan membereskan barang-barangnya ke dalam. Bermodalkan cardigan rajut buatan tangan mendiang mamanya ia keluar kamarnya menyusul sang ayah di depan.

Mereka berjalan santai melewati rumah-rumah untuk menuju ke taman di depan komplek perumahan. Ia terkikik melihat kebiasaan ayahnya saat tengah berjalan begini, selalu bergerak mengayunkan kedua tangannya ke depan belakang secara bergantian juga sesekali memutarnya berlawanan arah. Jika dahulu ia selalu meledek ayahnya, mamanya selalu muncul disela mereka dengan merangkul lengan putri dan suaminya untuk menghentikan kejahilan putrinya, kini ia hanya terkikik mengingatnya.

"Udah lama nggak diledekin," sindir ayahnya.

"Dih, mau diledekin lagi?" tanyanya. Ayahnya geleng-geleng kepala.

Hingga mereka menapaki jalan bebatuan yang disusun sebagai pengganti red carpet mereka untuk masuk ke taman yang menjadi tujuan mereka. Tak jauh dari jalan masuk mereka akhirnya duduk di salah satu bangku kosong disana.

Ia menopangkan kedua tangannya di sisi- sisi bangku yang ia duduki, dengan pandangannya menerawang sekeliling penjuru taman. Dan ayahnya duduk bersandar dengan menyilangkan kaki kanannya diatas kaki kiri.

"Hari ini baik?" tanya ayahnya.

"Sejauh ini iya, semoga kedepannya juga."

"Kamu inget Dokter Ken? Dia udah balik dari studynya di Jerman, By mau ketemu?" Ia tau arah pembicaraan ini.

"Apa kabar dokter Ken yah?" Puranya tak memahami maksud sang ayah.

''Kita belum ngobrol banyak, kalo ada waktu kamu temuin dia buat ayah." Ia menggeleng.

"By nggak papa yah, nggak perlu terapi." celetuknya setelah beberapa saat.

Belum sempat ayahnya menjawab, dering telfon terdengar dari hp ayahnya yang dengan segera paruh baya itu angkat tanpa beranjak dari duduknya.

Ia mengalihkan pandangannya ke yang lain, dan muncul perasaan ia ingin mengitari taman ini di malam yang cerah seperti ini. Ia menoleh pada ayahnya yang tengah berbicara di telfon, lalu memberi isyarat kata untuk berpamitan berkeliling sebentar, ia beranjak saat mendapat respon anggukan dari ayahnya.

Ia mulai melangkahkan kakinya di atas susunan blok batu menyatu dengan keramaian di tengah taman, beberapa pasangan yang tengah makan bersama, atau anak-anak kecil yang berkerumun di sepeda penjual balon, ada juga yang tengah sendirian namun tetap produktif meski di luar begini.

Angin menyapu belakang lehernya yang terbuka, membuatnya bergidik dan menyilangkan tangan di dada. Ia lanjut melangkah lebih jauh ke dalam, hingga pijakannya berubah menjadi rerumputan. Ia tiba-tiba merasakan kunciran rambutnya mengendur, tidak bahkan terlepas menjatuhkan seluruh rambutnya jadi terlihat sepanjang setengah punggungnya. Ia reflek memutar badan 180 derajat, hingga pandangannya bertemu dengan seorang lelaki jakun yang sedikit lebih tinggi darinya berada tepat di belakang dengan tangan kanan lelaki itu terjulur menyodorkan ikatan rambutnya.

Ia tidak mengerut sebagai tanda heran atau asing dengan seseorang, ia membeku karena tau siapa lelaki itu.

"Dilepas aja, nanti kedinginan." 


TBC....

Jangan lupa tap  votee and i'll be backk!

See you next chapterr<3

R U B I K A | On Going...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang