5. Wrath

2.8K 438 65
                                    

+62 896 5514 xxxx

Ini Aksa ya? Salam kenal. Gue Ivone. Lagi apa nih?

Aksa membaca pesan itu di beranda depan layar ponselnya. Tanpa membuka aplikasi WA-nya, perhatiannya kembali fokus pada laptop di depannya. Mengabaikan pesan basa-basi dari orang yang tidak dikenalnya itu, dia melanjutkan membuka situs-situs sekolah penerbangan yang sedang dicarinya.

Sebelum kenal dengan Abel, dia sebetulnya sudah mantap dengan dua pilihan sekolah penerbangan di Australia atau New Zealand. Tentu saja dia harus bisa hidup mandiri di negeri orang tanpa kehadiran Mama dan Papanya. Berbulan-bulan sebelumnya dia sudah terus memantapkan diri dan membulatkan tekad.

Dia yakin dia bisa mengatasinya, karena dia sudah terbiasa sendiri di rumah. Tidak ada kakak atau adik yang bisa diajak sharing, yang bisa diganggunya atau diajak ngobrol. Dia sudah terbiasa dengan kesendiriannya. Meski temen-teman di sekolahnya seabreg, toh dia jarang kumpul dengan mereka kecuali dia ada keperluan yang mendesak dan penting sekali.

Tapi sejak kenal Abel lebih dari seminggu yang lalu, kebulatan tekadnya perlahan mengendur. 

Abel sudah membuatnya berpikir lagi untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri.

Menjadi penerbang, sudah menjadi cita-citanya sejak sekolah menengah pertama. Sampai sekarang cita-cita itu masih menjadi impian terbesarnya. 

Masih menjadi tujuan masa depannya.   

Kehadiran Abel dalam hidupnya-lah yang sudah membuatnya mengambil pertimbangan lain.

Dia tertarik pada cowok itu. Hatinya sudah terpikat. Dan dia bertekad memiliki Abel untuk dirinya sendiri. Dia bertekad membuat Abel melihat dirinya.

Meski segala daya upaya sudah dilakukannya. Segala cara sudah diperlihatkannya. Bahkan hari sabtu kemarin dia mengajak Abel nonton konser grup band kesukaan cowok itu, yang tiketnya sudah dengan susah payah dicarinya dan berhasil membuat Abel sampai berteriak kegirangan, namun semua upaya dan caranya itu masih belum memperlihatkan kalau Abel menyadari perasaannya.

Atau Abel memang benar-benar tidak peka?

Dia kadang-kadang sampai frustasi sendiri dengan ketidakpekaan Abel padanya itu. Apa masih kurang perhatiannya dengan menjemput Abel setiap pagi, bahkan juga menjemput sesering mungkin bila cowok itu pulang sekolah. 

+62 812 8822 xxxx

Sa, Lo punya waktu nggak hari sabtu besok? Gue punya tiket Fast Furious nih. Nonton yuk.

Aks menghela nafasnya sambil menggeser pesan itu sampai hilang dari beranda layar depannya.

Dia malas meladeni keagresifan gadis yang mengajaknya nonton itu. Seorang gadis sudah cukup mengerikan buatnya. Ini bertambah satu orang lagi yang mulai mengiriminya chat.

Sejak ketemu Abel dengan teman-temannya yang sedang kerkel itu tiga hari yang lalu, dia mulai merasa teman Abel yang bernama Callie itu makin gencar mengirimnya chat secara random. Entah dari mana gadis itu mendapatkan nomornya.

Setahunya, teman-temannya tidak ada yang berani menyebarkan nomor ponselnya tanpa seijin darinya. Tahu-tahu saja dia sudah kebanjiran chat dari Callie. Menanyakan kabarnya. Menanyakan kegiatannya. Menanyakan makanan yang disukainya. lalu mulai mengajaknya ke toko buku. Bahkan tanpa sungkan minta tolong diantar ke rumah sakit untuk menengok salah satu sepupunya yang sedang dirawat karena sakit DBD.

Aksa tentu saja menolak semua ajakan itu. 

Dia sudah punya gebetan sendiri. Abel tentu saja. 

Fat LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang