8. Rendevnight

2.7K 401 96
                                    

"Thanks ya, Sa." ucap Thobias begitu mereka sudah berdiri di luar cafe setelah mereka selesai makan malam yang akhirnya jadi barengan itu, waktu basa-basi Aksa menawari mereka untuk gabung makan malam dengan Abel diangguki dengan sangat antusias oleh Farel.

"Besok besok, kalau double date lagi, gantian lo yang bayar makan malamnya."

"Siap." Thobias mengacungkan kedua ibu jarinya pada Aksa sambil tersenyum lebar.

"Kita bukan double date lho, Bel," Farel menjelaskan saat melihat pandangan bertanya Abel. "Kebetulan aja gue ama Thobias ketemu lo ama Aksa."

"Okey." angguk Abel dengan raut wajah seolah tak peduli. Bibirnya cuma tersenyum tipis.

"Lo berdua mau langsung pulang?" tanya Aksa waktu mereka sampai di pelataran parkir. 

"Gue janji balikin nih bocah sebelum jam dua belas ama nyokapnya."

"Bocah apaan?" Farel mendelik gemas pada Thobias. 

"Bocah gede." Thobias nyengir lebar ke arah Farel. 

"Tumben."

"Nyokap lagi nggak enak body, Sa," Farel mengklarifikasi sambil menatap Aksa. "Gue nggak boleh pergi lama-lama."

"Lhah, nyokap sakit lo malah kelayapan, Rel."

"Tadi udah mendingan, jadi gue dibolehin keluar. Makanya sekarang gue mau pulang." 

"Ya udah, kita balik duluan, Bel." Thobias menggamit leher Farel dengan canda, seolah ingin memitingnya. "Sebelum gue dipalang."

Farel sendiri tidak menolak perlakuan Thobias itu, dia malah tertawa kecil sambil melambaikan tangan, pamit pada Aksa dan Abel.    

"Lo udah ngantuk belum, Bel?" tanya Aksa sambil menyerahkan helm pada Abel, waktu Thobias dan Farel sudah berlalu dari pandangan dengan motor mereka.

"Belum sih." geleng Abel sambil memakai helm-nya. "Kenapa?"

"Jalan-jalan bentar ama gue, mau?"

"Kemana?"

"Ke satu tempat, kesukaan gue sih." 

"Bukan ke tempat-tempat yang aneh kan?"

"Tempat-tempat aneh apa?" Aksa malah mengerutkan alisnya dengan bingung.

"Ya tempat-tempat aneh. Macam Bar bencong atau Sarang harimau atau komplek pemakaman mungkin..."

Aksa terkekeh pelan sebelum naik ke atas motornya. "Ya kali gue mau ngajak lo ke Bar bencong? Emang tahu gitu dimana Bar bencong?" tanyanya geli sambil menoleh pada Abel yang masih belum naik ke boncengannya.

Abel juga nyengir geli. "Nggak tahu gue." katanya sambil naik ke seat belakang motor Aksa.

Aksa tersenyum kecil dibalik helm-nya waktu Abel melingkarkan tangan mengelilingi perutnya. Dijalankannya motor dengan kecepatan sedang karena udara malam sudah mulai terasa menggigit. Apalagi sepertinya saat mereka nonton tadi, hujan sudah turun dengan deras. Terlihat dari beberapa genangan air di permukaan aspal jalanan yang tidak rata, juga daun-daun yang terlihat masih basah. Udara malam yang juga semakin dingin, terasa dalam lembabnya angin yang menerpa permukaan kulit yang terbuka.  

Tapi pelukan lengan Abel membuat tubuh Aksa tetap hangat. Aksa tidak bisa memungkiri bahwa dia suka sekali dipeluk dari belakang oleh tubuh gempal Abel. Tubuh Abel empuk dan hangat. Membuat Aksa nyaman.

Apalagi aroma yang keluar dari tubuh Abel selalu mengelitik indera penciumannya.

Aksa tidak tahu parfum apa yang dipakai oleh Abel tapi Aksa yakin dia belum pernah mengenali aromanya itu. Aksa malah yakin kalau aroma yang diciumnya itu bukan berasal dari esens parfum tapi aroma itu memang keluar alami dari tubuh Abel.

Fat LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang