06|Lagi

26 4 13
                                    

"Karna kepercayaan itu sangat penting."

...|...

Elang hanya bisa meratapi nasibnya sekarang, menjadi musuh atau saudara bagi Ana. Jika semua orang perlu tau, salah satu sikap Ana yang paling buruk adalah tingkat rasa dendamnya sudah sampai akut.

Pernah sekali sepupu mereka dari pihak Bunda, dengan sengaja mengambil buku yang kebetulan baru Ana beli menggunakan uang tabungannya. Alhasil, Ana yang memang terkadang sangat peka dengan barangnya, merasa kehilangan. Saat mengetahui bahwa sepupunya-lah yang mengambil, besoknya saat semua sedang berkumpul, Ana dengan sengaja merusak barang-barang yang dibawa sepupunya.

Tak peduli jika Ana dipandang tak suka oleh beberapa anggota keluarga besar. Ana benar-benar tidak peduli.

Dan sekarang Elang sedang berdo'a semoga saja Ana tetap menganggapnya saudara atau minimal kawan.

"Gue gak tau salah Gue apa." Ucap Elang dengan wajah Gue-Gak-Bersalah.

Ana menatap sinis Elang, posisi Ana yang duduk diatas tempat tidur dan Elang yang duduk bersila dilantai, cocok sekali untuk meng-hujat Elang yang seperti babu.

"Masih nanya salah Lo apa?." Ucap Ana dengan tatapan yang semakin menajam.

Elang mengangguk berkali-kali. "Salah Gue apa An?."

"Siapa yang ngasih izin Lo masuk kamar Gue?." Tanya Ana dengan wajah seriusnya, walau jatuhnya malah muka-muka orang receh.

"Lo tidur, yaudah Gue masuk aja." Jawab Elang tanpa rasa bersalah.

"Siapa yang ngasih izin untuk ngambil Laptop Gue?." Tanya Ana lagi.

Elang menghela napas ringan. "Anin bilang suruh ambil Laptop Lo aja."

"Laptop Lo mana?." Tanya Ana penasaran. Seharusnya Elang mempunyai Laptop sama seperti dirinya dan Kak Anin.

"Jatoh." Jawab Elang sangat sederhana.

Ana mengernyit heran. "Pasti Lo banting kan?." Tuduh Ana yang pastinya menjurus kearah kebenaran.

Elang hanya cengengesan tanpa berniat menjawab.

"Dan, Lo ngapain megang buku Diary Gue? Setau Gue, Lo selalu ngehina Gue karena nulis-nulis hal gak jelas di buku Diary kan?." Ucap Ana menyelidik.

Elang mengusap wajahnya kasar, habis sudah dirinya sekarang. "Gue mau ngambil Laptop, gak sengaja jatuh An." Ucap Elang. Hanya kalimat inilah yang bisa dikeluarkan Elang untuk membela dirinya.

"Yakin?." Tanya Ana lebih.

"Iya An, Gue beran-"

Tiba-tiba saja, suara bariton muncul dan memutuskan ucapan Elang tanpa permisi. Membuat Ana dan Elang menatap Ayah mereka yang tiba-tiba saja datang.

"ANA! Ke ruang kerja Ayah sekarang." Satu kalimat pendek dengan nada memerintah itu mampu membuat Ana mau tak mau langsung mengikuti Ayahnya. Meninggalkan Elang yang hanya bisa menatap punggung Ayahnya heran.

Semoga, Ana gak apa-apa. Batin Elang


...|...



Sunshine'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang