BAGIAN 7

390 19 0
                                    

Hari telah menjelang senja. Kegelapan mulai menyergap sekitar pinggiran Hutan Dandaka. Pada saat ini, tampak Pendekar Rajawali Sakti bersama seorang prajurit dari Kerajaan Pandarakan sudah tiba di pinggiran hutan ini. Tempat Pandan Wangi dan Panglima Sura Darma serta pasukannya menunggu. Namun suasana terlihat sepi dan tidak seorang pun terlihat.
"Apakah kau yakin mereka berada di sini?" tanya Rangga cemas.
"Aku yakin sekali."
"Lalu, ke mana mereka sekarang?"
Prajurit itu tidak mampu menjawab, dan hanya mencari-cari lewat pandangan matanya.
"Cobalah, ingat-ingat. Barangkali kau lupa," ujar Rangga lagi.
"Tidak. Aku yakin di sinilah mereka akan menunggu kita"
"Hm...." Rangga bergumam pelan.
"Aku.... Aku tidak berdusta. Kisanak"
"Ya, ya. Aku mengerti. Mungkin mereka sudah berpindah. Dan sebaiknya kita cari di sekitar sini," sahut Rangga sambil menarik tali kekang kudanya. Dan mereka kini berkeliling, memutari tempat itu
"Lihat..! Ada apa di sana?!" tunjuk prajurit itu ketika melihat banyak sekali burung pemakan bangkai yang beterbangan di depan.
Melihat itu, dada Rangga jadi berdebar-debar tidak menentu. Jantungnya berdetak lebih kencang lagi. Dia memang mengkhawatirkan nasib Pandan Wangi. Harapannya, mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu pada gadis itu.
"Haaa..! Ayo, Dewa Bayu. Bawa kami ke sana secepatnya!" teriak Rangga sambil menepuk leher kudanya.
Kuda berbulu hitam itu melesat cepat bagai kilat. Dan sebentar saja, mereka sudah berada di tempat itu. Prajurit itu langsung tersentak kaget ketika melihat seluruh prajurit kerajaan yang menyertai Panglima Sura Darma telah tewas tanpa nyawa lagi. Rangga buru-buru melompat turun dari punggung kudanya, dan mencari-cari kalau-kalau Pandan Wangi ikut menjadi korban.
"Tidak ada. Ke mana dia...?" desis Rangga.
"Ada apa, Kisanak?" tanya prajurit itu.
"Pandan Wangi. Dia tidak ada di antara mayat-mayat ini," sahut Rangga.
"Apakah kemungkinan dia ... dia diculik?"
"Apa...?! Keparat!"
Prak!
Prajurit itu terlonjak kaget ketika Rangga menghantamkan sebuah batu yang ada di dekatnya hingga hancur berantakan. Wajahnya tampak menyiratkan kegeraman yang memuncak.
"Tunjukkan padaku, di mana mereka berada," pinta Rangga.
"Mereka...?"
"Kedua orang itu!" bentak Rangga kesal.
"Eh...! Me..., mereka pasti berada di dalam Hutan Dandaka," sahut prajurit itu dengan tubuh gemetar dan suara tercekat di tenggorokan.
"Mari kita berangkat," ajak Rangga, sambil melompat ke punggung kudanya.
"Ta... tapi..."
"Tapi apa? Apa kau akan mendiamkan saja semua ini terjadi? Sebagai seorang prajurit sejati sudah selayaknya kau membela kebenaran. Mereka semua mati demi menjalankan tugas. Lalu apa yang kau ragukan lagi? Ayo Ikut!"
"Di... di sana tempat tinggal Nini Dawuk."
"Siapa Nini Dawuk?"
"Guru kedua buronan itu."
"Huh! Siapa yang peduli padanya...?"
"Dia kejam dan berilmu sangat tinggi. A.... aku...."
"Hm.... Kau takut...? Nah, kau boleh pergi. Tapi, tunjukkan padaku letak Hutan Dandaka dan di mana persisnya sarang mereka."
"Eh! Hutan Dandaka berada di depan mata kita, Kisanak. Tapi sarang mereka aku tidak tahu. Mungkin di dalam hutan itu."
Rangga memandang ke depan. Tampak tidak jauh dari tempatnya berdiri, Rangga melihat segerumbulan pepohonan besar yang lebat dan gelap. Pendekar Rajawali Sakti mendesah pelan dan diam-diam menggerutu kesal. Hutan itu begitu luas, dan tanpa petunjuk jelas. Mau tidak mau, dia harus menjelajahinya.
"Betul kau tidak mau ikut?"
"Eh! Aku..., harus melaporkan hal ini ke kerajaan," sahut prajurit itu menemukan alasan.
"Baiklah. Kau boleh kembali dengan berjalan kaki," kata Rangga.
"Berjalan kaki?" tanya prajurit itu terperanjat.
Jarak yang mereka tempuh dengan berkuda saja, sudah begitu jauh. Apalagi sepanjang perjalanan tidak terlihat sedikit pun ada mata air. Tanah-tanah retak dan pepohonan gundul. Dan dia kini harus berjalan di malam hari.
"Ya, berjalan kaki." tegas Rangga.
Setelah berkata begitu, Rangga langsung saja memacu kudanya kencang-kencang.
"Kisanak, tunggu dulu...! Aku ikut saja!" teriak prajurit itu.
Tapi Rangga sudah melesat jauh. Dan seandainya mendengar, Pendekar Rajawali Sakti mana mau peduli lagi? Dia memang paling tidak suka pada orang penakut yang hanya mementingkan keselamatan sendiri. Padahal jelas sekali kalau tugas menangkap kedua buronan itu terletak di tangannya. Dan dia adalah salah seorang prajurit di bawah pimpinan Panglima Sura Darma yang masih tersisa.

100. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Hutan DandakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang