Ki Dara Pincung sudah bersiap membuka jurus. Namun....
"Sobat! Biar aku yang lebih dulu menghajar perempuan iblis ini," cegah Ki Ageng Kunir.
"Huh! Apa pedulinya...? Kau mau maju menggepruknya sekalian pun aku tidak peduli. Yang jelas, dia musti mampus di tanganku!" sahut orang tua cebol itu tanpa tedeng aling-aling lagi.
"Tapi, Sobat..."
"Heh! Kau ingin mengatakan itu tidak adil? Persetan dengan keadilan. Kalau kau juga ikut menggepruk perempuan sial ini, silakan saja!"
Ki Ageng Kunir jadi ragu-ragu bergerak. Meskipun dia urakan, tapi masih memegang peraturan pokok kalau mengeroyok lawan bukanlah perbuatan terpuji. Tapi belum lagi orang tua cebol itu bergerak menyerang lawan, tiba-tiba saja terdengar satu suara dari ambang pintu pondok gubuk Nini Dawuk.
"Kisanak, apakah tidak lebih baik kalau kita undi saja siapa yang lebih berhak menggepruk perempuan itu...?"
"Siapa kau?!" bentak Ki Dara Pincung garang.
Tampaklah seorang pemuda tampan berambut panjang. Bajunya rompi berwarna putih. Di punggungnya tersampir sebuah gagang pedang berbentuk kepala burung. Dan di sebelahnya, terlihat seorang gadis cantik berbaju biru muda. Dia memang Pendekar Rajawali Sakti bersama Pandan Wangi.
Memang, ketika Nini Dawuk tengah bertarung malawan Sudira, diam-diam Rangga mendatangi pondok yang dilihatnya. Pendekar Rajawali Sakti memang curiga terhadap pondok itu, dan langsung memeriksanya. Ternyata di situ dia mendapatkan Pandan Wangi dalam keadaan terikat dan tertotok di tiang. Maka langsung dibebaskannya gadis itu.
Nini Dawuk yang melihat, mendadak saja wajahnya jadi kelihatan geram. Dan buru-buru tangannya berkacak pinggang sambil melotot garang. "Bocah sial! Jadi kaukah yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti..?!" tanya Nini Dawuk.
"Begitulah orang-orang memanggilku." sahut pemuda berbaju rompi putih itu, merendah.
"Bagus. Akhirnya kau datang juga. Tapi sungguh gegabah perbuatanmu dengan melepaskan tawananku. Maka, kaulah yang akan menggantikannya sekarang juga!" sambung Nini Dawuk sambil melompat menyerang pemuda itu.
"Sial! Kau pikir aku ini apa, heh...?!" bentak Ki Dara Pincung tiba-tiba, merasa tidak dipedulikan perempuan tua itu.
Tidak peduli kalau saat ini Nini Dawuk tengah menyerang Pendekar Rajawali Sakti, langsung diserangnya perempuan tua itu dengan gencar. Akibatnya, perhatian Nini Dawuk jadi terpecah menjadi dua. Dan hal itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi Ki Dara Pincung adalah tokoh tersohor yang memiliki kepandaian tinggi.
Dulu saja, kepandaiannya sudah sedemikian tinggi. Entah saat ini. Dan sifatnya yang ugal-ugalan, sering membuat Nini Dawuk keteter. Dia memang tidak peduli sopan santun segala macam. Maka begitu dianggap remeh, tidak menyambut tantangannya, langsung dihajarnya perempuan tua itu habis-habisan.
Akan halnya Pendekar Rajawati Sakti, dia langsung menghentikan serangannya ketika Ki Dara Pincung ikut membantu. Padahal hatinya geram dan amarahnya memuncak karena perlakuan kedua murid perempuan tua itu terhadap Pandan Wangi. Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya menunggu kesempatan saja, bila Nini Dawuk tak bisa dikalahkan.
Berkali-kali Nini Dawuk dibuat jatuh bangun oleh serangan Ki Dara Pincung yang berkepandaian tinggi. Laki-laki cebol itu tidak memberi kesempatan sedikit pun. Namun sebagai seorang tokoh berkepandaian tinggi. Nini Dawuk masih mampu membebaskan dari tekanan lawan. Tubuhnya tiba-tiba melenting ke atas dan berputaran beberapa kali. Kemudian tubuhnya meluruk turun dan mendarat manis di tanah, langsung memasang kuda-kuda. Ditatapnya tajam-tajam Ki Dara Pincung dalam jarak dua tombak.
"Mau memamerkan pukulan mautmu itu, heh...?!" ejek Ki Dara Pincung, ketika Nini Dawuk hendak melepaskan pukulan Penghancur Tulang yang sangat dibanggakannya. Rupanya laki-laki cebol itu sudah bisa membaca gerakan lawan.
"Hih!" Nini Dawuk tidak mempedulikan ejekan Ki Dara Pincung. Kedua telapak tangannya yang terbuka, cepat dihentakkan ke depan. Maka seketika meluruk cepat secercah sinar kuning dari kedua telapak tangannya, ke arah laki-laki cebol itu.
"Uts!" Namun dengan manis sekali, Ki Dara Pincung menghindar. Lalu langsung dibalasnya serangan itu dengan pukulan maut yang mengeluarkan cahaya kebiru-biruan bagai nyala api hendak menyambar.
Werrr!
Glarrr!
Sebuah ledakan dahsyat terdengar begitu dua buah sinar beradu pada satu titik. Nini Dawuk terperanjat kaget ketika tubuhnya terjajar beberapa langkah. Ajian lawan memang nyaris membuatnya tewas. Untung saja tenaga dalamnya sudah cukup tinggi. Namun saat itu juga tubuh Ki Dara Pincung terjengkang ke belakang dengan mulut meringis. Rupanya tenaga dalamnya kalah sedikit di banding Nini Dawuk.
"Ayo, hadapi aku lagi. Perempuan jalang!" bentak Ki Dara Pincung, begitu berhasil menguasai keseimbangannya.
"Cebol keparat! Kau akan mampus di tanganku!" bentak Nini Dawuk geram, setelah berhasil mengatur jalan napasnya.
"Jangan banyak bicara! Ayo, buktikan...!" sambut Ki Dara Pincung tidak kalah garangnya.
"Yeaaah...!"
Orang tua cebol itu tersentak kaget ketika Nini Dawuk kembali gencar menyerang. Agaknya, Nini Dawuk menyadari kalau sudah dikelilingi lawan-lawan tangguh yang siap menunggu giliran. Maka tanpa membuang-buang kesempatan lagi, seluruh kemampuan yang dimiliki dikerahkan untuk menekan habis-habisan. Sehingga tidak heran kalau dalam beberapa saat saja, Ki Dara Pincung mulai terdesak hebat. Dan ketika Nini Dawuk mengibaskan tangan yang mengancam kepala. Ki Dara Pincung cepat memapaknya.
Plak!
Namun, Ki Dara Pincung salah perhitungan. Dikira sehabis mengibaskan tangan, Nini Dawuk akan melepaskan tendangan setengah lingkaran. Ternyata....
Des!
"Aaakh...!"
Ki Dara Pincung menjerit kesakitan begitu satu pukulan Nini Dawuk telak menghantam dadanya, sehingga membuatnya terjungkal. Rupanya bukan tendangan yang hendak dilancarkan Nini Dawuk, tapi sebuah sodokan tangan kiri yang dilepaskan sambil berputar. Untung saja, dia masih sempat membuat beberapa lompatan. Tapi, Nini Dawuk sudah mengejarnya dengan serangan susulan. Terpaksa Ki Dara Pincung bergulingan untuk menyelamatkan selembar nyawanya.
"Yeaaah...!"
Ki Dara Pincung terus bergulingan, tanpa mempunyai kesempatan membalas. Pada saat yang sama, Nini Dawuk terus melancarkan pukulan jarak jauh dengan tenaga dalam penuh. Selarik sinar kuning terus meluruk cepat secara beruntun memburu tubuh Ki Dara Pincung. Namun tokoh tua bertubuh cebol itu memang bukan tokoh kemarin sore. Maka dengan gerakan mengagumkan, tubuhnya melenting ke atas, ketika Nini Dawuk baru saja melepaskan pukulan lewat aji Penghancur Tulang.
Namun baru saja kakinya mendarat, kembali secercah cahaya kuning meluncur deras ke arahnya. Tak ada kesempatan bagi Ki Dara Pincung untuk menghindar, kecuali memapaknya. Maka...
Cras!
Glarrr!
Seketika terdengar ledakan berdentam dahsyat begitu kedua pukulan andalan mereka beradu. Tak lama kemudian, terdengar jeritan pendek salah seorang di antara mereka. Mereka tampak sama-sama terlempar ke belakang.
Namun, nasib malang menimpa Ki Dara Pincung. Dia tewas seketika dengan tubuh hancur dan berceceran di tanah. Sementara, Nini Dawuk sendiri mendapat luka cukup parah. Dari mulutnya darah tidak henti-hentinya mengalir. Bola matanya yang sayu diusahakan untuk segera menatap tajam ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya yang terlempar dan limbung ketika adu kesaktian terjadi, diusahakan untuk berdiri tegak.
"Apakah kau ingin membalaskan sakit hatimu? Silakan. Aku sudah siap," tantang perempuan tua itu dengan suara bergetar.
Rangga tersenyum pahit melihat keadaan lawannya. Di satu pihak, kejengkelannya belum terobati. Namun di pihak lain, dia tidak mungkin berhadapan dengan lawan yang sudah tidak berdaya. Bagaimana mungkin Pendekar Rajawali Sakti bisa membunuh lawan dalam keadaan demikian...?
"Ayo! Apa kau takut menghadapiku...? Huh! Tidak kusangka ternyata Pendekar Rajawali Sakti hanya julukan kosong belaka. Kau tidak lebih dari seorang pengecut!" teriak Nini Dawuk dengan suara parau dan diapaksakan untuk tetap tegar.
"Nini Dawuk! Kau bukanlah lawanku." sahut Rangga pelan.
"Chiuhhh! Omong kosong! Itu hanya untuk menutupi kepengecutanmu! Ayo! Cabut pedangmu, dan hadapi aku!" bentak Nini Dawuk keras sambil meludah.
Rangga hanya menggeleng lemah dan berbalik sambil menggandeng Pandan Wangi. Mereka berjalan pelan meninggalkan tempat itu.
"Bocah sial! Apa kau pikir aku tidak mampu menghadapimu? Huh! Terimalah kematianmu...!" bentak Nini Dawuk sambil melompat bermaksud menyerang. Tapi di tengah jalan, malah tubuh Nini Dawuk sendiri yang terhempas sambil memuntahkan darah segar.
"Hoeeekh!"
Rangga memandang sekilas, kemudian melihat Ki Ageng Kunir juga tidak bertindak apa-apa. Bisa dirasakan kalau orang tua itu juga mempunyai dendam yang hebat pada Nini Dawuk. Tapi, dia berusaha menahan diri karena melihat keadaan lawan yang sudah terluka dalam yang amat parah.
"Keparat! Ayo lawan aku! Lawan aku!" jerit Nini Dawuk keras-keras dengan sesekali memuntahkan darah kental.
Agaknya perempuan tua itu merasa tersinggung betul, karena dianggap rendah oleh Pendekar Rajawali Sakti yang tidak meladeni bertarung dan meninggalkannya begitu saja. Dan hal itu sudah merupakan penghinaan yang hebat dirasakan Nini Dawuk. Dalam kemarahan dan jengkel, luka dalam yang dideritanya semakin bertambah parah saja.
Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti menghentikan langkahnya. Wajahnya segera dipalingkan pada perempuan tua itu. "Nini Dawuk! Tanpa bertarung denganku pun, nyawamu sudah tidak akan tertolong lagi. Perbuatanmu sungguh keji dan nista. Jadi, sudah sepatutnya kau menerima siksaan seperti ini. Membunuhmu lebih cepat hanya akan meringankan penderitaanmu saja. Dan kau memang harus merasakan sakitnya dosa yang sudah kau perbuat selama ini," kata Rangga kalem, seraya berbalik bersama Pandan Wangi.
"Ke..., keparat! Keparat kau ! Hoeeekh!"
Tanpa diketahui Rangga dan Pandan Wangi, sebuah bayangan berkelebat ke arah Nini Dawuk. Lalu....
Bles!
"Aaa..!"
"Heh?!"
"Tidak baik membiarkan penderitaan orang yang sedang sekarat..." gumam Ki Ageng Kunir sambil mencabut pedangnya dari tubuh Nini Dawuk. Rupanya orang tua itu tidak sampai hati membiarkan Nini Dawuk tersiksa di ambang kematiannya. Kemudian, Ki Ageng Kunir memberi salam penghormatan dan langsung meninggalkan tempat itu.
Rangga hanya menggeleng saja begitu menyadari apa yang dilakukan orang tua itu. Memang, tanpa basa-basi lagi dia tadi langsung menghunjamkan pedangnya ke punggung kin Nini Dawuk, dan tepat menembus jantung. Kini Nini Dawuk sudah terbebas dari siksaan. Tubuhnya yang sejak tadi tertelungkup, diam tidak bergerak-gerak lagi. Mati.
"Kakang, tindakan orang tua itu kejam sekali," desks Pandan Wangi.
"Kenapa? Kau tidak setuju?'' tanya Rangga,
"Nini Dawuk bukan binatang"
"Berarti kau membelanya? Padahal, dia sudah menahanmu."
"Sebelum semuanya tiba di sini, dia bercerita mengenai kepahitan hidup yang dialami. Hatiku tersentuh. Aku menduga, pastilah segala kejahatan yang dilakukannya sekadar pelampiasan hidupnya yang selama ini tidak pernah bahagia.""Nini Dawuk itu seorang penjahat licik. Dan lebih dari itu, sifatnya aneh dan menjijikkan. Orang seperti itu tidak layak dipercaya," sergah Rangga.
"Tapi aku menganggap kesungguhan di wajahnya saat menuturkan ceritanya, Kakang."
"Orang seperti itu memang pandai bersandiwara. Apa anehnya...?"
"Aku juga mengerti itu, Kakang. Tapi sepintar-pintarnya orang berbicara, sinar matanya justru akan berbicara lain. Dan aku wanita, sama seperti dirinya. Bisa kurasakan, apa yang diceritakannya padaku," Pandan Wangi tetap membela pendapatnya.
"Sudahlah, Pandan. Tidak baik membicarakan orang yang telah mati, kan...?"
"Aku hanya tidak menyetujui cara orang tua itu tadi."
"Lalu, apa itu berarti kau setuju dengan caraku?"
"Membiarkan keadaannya tersiksa begitu, padahal kita tahu kalau usianya tidak akan bertahan lama? Hm itu tindakan yang lebih kejam lagi." sahut Pandan Wangi.
"Lalu apa yang kau inginkan? Membiarkannya hidup dan membuat kerusuhan di mana-mana?"
"Ya, tidak..."
"Lalu?"
"Mestinya ada cara lain untuk menyadarkan perbuatannya."
"Berarti kau tidak pernah mendengar cerita tentang kehidupannya. Nini Dawuk itu sudah pernah membuat kekacauan beberapa puluh tahun lalu, sehingga diserbu banyak tokoh persilatan. Sampai akhirnya, dia melarikan diri. Dalam pelarian, seharusnya dia bertobat. Tapi, ternyata tidak. Bahkan malah berusaha bangkit lagi dan mendidik dua orang murid yang sama bejatnya. Nah! Orang seperti itukah yang diharapkan bisa sadar dan bertobat...?"
"Iya, iya... Kau memang selalu tidak mau kalah kalau bicara denganku," sungut Pandan Wangi.
"Selagi bicaramu tidak benar, masak aku mesti mengalah."
"Dasar mau menang sendiri!" Pandan Wangi meninju pundak kekasihnya.
Tapi Rangga cepat menangkap, dan menariknya. Dalam sekejap saja gadis itu sudah berada dalam dekapannya.
"Dasar jahil!" dengus Pandan Wangi sambil melepaskan pelukan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga hanya terkekeh saja. Kemudian, dia bersuit kecil. Tidak berapa lana terlihat seekor kuda hitam yang tadi disembunyikan di tempat yang agak jauh datang menghampiri.
"Ayo, cepat kita tinggalkan tempat ini. Kita cari kudamu, Pandan." ajak Rangga.
"Astaga...! Aku baru ingat. Si Putih ke mana, Kakang?"
"Nanti kita cari sama-sama. Nanti juga ketemu. Aku yakin Dewa Bayu bisa mendapatkan si Putih untukmu lagi," sahut Rangga.
Tidak berapa lama, kuda hitam Dewa Bayu sudah berpacu membawa kedua pendekar muda itu. Larinya demikian kencang bagaikan angin. Pandan Wangi memeluk erat-erat pinggang Pendekar Rajawali Sakti, bila tidak ingin terlempar jatuh.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
100. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Hutan Dandaka
AçãoSerial ke 100. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.