(2) Momen Absurd di Rumah

480 31 3
                                    

Maafkan keterlambatan updatenya yah..

Oh, ya, jangan lupa vote sebelum baca.

Enjoy!

*****

"Huaaah! Capek banget!"

Felly menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Kedua kaki mungilnya ia selonjorkan bebas, serta punggungnya ia sandarkan pada kepala tempat tidur. Dua jam sudah dirinya menghabiskan waktu dengan berkutat habis di depan laptop. Tentu saja untuk mengerjakan tugas kuliahnya.

"Emang dasar 'tuh dosen botak! Bisanya nyuruh-nyuruh doang. Tau deh, nih tugas entar di lirik apa nggak. Masih mending kalo kertasnya gak dijadiin bungkus kacang," gerutu Felly.

Entah berapa kali Felly memaki dosennya hari ini. Segala kata mutiara yang indah dan berkilauan tertutur lemas dari mulut gadis sembilan belas tahun ini.

"Ciyee ... Maba Universitas Nusa Harapan Jaya lagi sibuk ngerjain tugas."

Fandy mengakhiri kalimatnya dengan kekehan mengejek. Ia meletakkan dua gelas kopi dingin di meja rias tepat di samping tempat tidurnya, kemudian dengan sigap duduk di samping istrinya, mengambil posisi yang sama persis.

"Kamu ngagetin banget deh, Fandy!"
Felly mencubit lengan Fandy gemas. Sementara Fandy hanya meringis pelan, setelah itu menoel-noel pipi istrinya.

"Kamu 'tuh, kalo emang mau ngerjain tugas, yah jangan di tempat tidur dong, sayang. Emang kamu gak pernah belajar riset, apa? Belajar di tempat tidur itu kan, bisa menyebabkan kantuk yang bikin kita gak fokus sama materinya.."

"Aku gak belajar, Fan. Aku lagi ngerjain tugas."

"Sama aja kali. Emang kamu lagi ngerjain tugas apa?"

"Tugas analisis ragam bahasa. Dari si Haris botak itu, loh. Mana deadline-nya besok lagi."

Fandy tertawa lepas melihat wajah istrinya yang kemerahan layaknya kepiting rebus. Ia sangat memaklumi kemarahan istrinya itu. Fandy paham betul, bahwa setiap fakultas dan setiap jurusan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Termasuk Felly, yang memilih jurusan Sastra Indonesia sebagai langkah awalnya dalam meraih gelar sarjana.

"Awas, Fel! Ntar si botak punya indra keenam lagi. Bisa ngeliat orang yang gibahin dia, terus dikasih nilai E."

"Ih, biarin aja. Emang dia nyebelin kok, mukanya aja udah kayak jamet gitu."

Fandy memegang perutnya sambil cekikikan, "Udah ... Udah ... Mending kamu sekarang minum kopinya deh, biar lebih bugar dan tugasnya cepet kelar. Aku mau ke toilet dulu terus bobo." Fandy mengacak-acak rambut istrinya singkat lalu beranjak ke toilet untuk menuntaskan hajatnya yang sudah di ujung tanduk.

Setelah membereskan urusan di toilet, Fandy mendapati istrinya yang sudah terlelap pulas. Anehnya, gelas kopi yang terpampang nyata di samping Felly habis tanpa sisa. Hanya ada jejak-jejaknya di bibir gelas, yang Fandy duga itu merupakan bekas bibir istrinya. Hal ini ditanggapi Fandy dengan tawa kecil. Ternyata, kandungan kafein dalam kopi ini tidak dapat memengaruhi senyawa adenosine dalam tubuh Felly. Mungkin bukan salah kopi ini. Tapi, karena memang Felly yang aneh.

"Istrinya Fandy emang beda."

Fandy memindahkan laptop di pangkuan Felly ke atas meja belajar yang hanya berjarak satu setengah meter dari sisi bawah tempat tidur mereka. Tak lupa, ia menyelimuti istrinya dengan penuh kasih sayang sembari memandangi wajah polosnya beberapa saat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story Of My Marriage 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang