➖•eternity•➖Mereka pergi ke bukit alam, melihat lanskap kota malam hari dari ketinggian. Jimin duduk dibangku kayu itu. Matanya belum berhenti berbinar. Kalau kata Jeongguk, netra Jimin seperti galaksi sebab dipenuhi refleksi lampu kota. Iya, Jeongguk terpesona.
Jimin mengambil ponsel. “Dikamera tidak seindah aslinya, Gguk.”
Jeongguk ikut menyunggingkan senyum. Kepalanya mendekat untuk melihat layar ponsel Jimin. Mengambil kesempatan setelah mengumpulkan keberanian.
“Apa iya?”
Dan Jeon Jeongguk mengecupnya. Jimin terpaku, bergeming merasakan lembut pada labiumnya. Beberapa detik kemudian, keduanya tersenyum dibalik tautan itu. Menyadari kepakan sayap yang menggelitik diperut masing-masing.
Itu ciuman pertama mereka. Jeongguk berhasil mengawalinya.
➖•eternity•➖
Saat Jeongguk mulai sibuk bekerja, Jimin akan mengajari Woojoo cara menyelesaikan pekerjaan rumah. Yang pertama adalah membersihkan debu di lantai.
“Woojoo-ya, tekan lebih keras. Debunya tidak mudah terhisap 'kan.”
Woojoo meraut semangat. Tangan mungilnya memberi tekanan lebih pada mesin penyedot. Ibunya disamping membantu.
“Geurae, kibaskan lebih kuat, nak.”
Kemudian mencuci baju. Air cucian segera menyiprat ke pipi Woojoo. Ibunya tertawa gemas. Lalu Jimin membantunya menjepit pakaian yang basah. Merentangkannya dengan benar.
“Ibu, Woojoo lelah.”
Jimin menengok pada anaknya. Mengelus surai hitam nan lembut milik Woojoo. Ia ambilkan sebotol air putih dari kulkas.
“Woojoo hebat hari ini! Mari belajar lebih giat besok minggu!”
.
.
.
Selanjutnya adalah pelajaran merawat diri sendiri. Jeon Woojoo sudah duduk tanpa pakaian di bathub kecil. Ibunya berjongkok dihadapannya. Memakai celemek biru tanda bahwa Jimin tak akan memandikan dirinya.
“Jangan gunakan kukumu. Pelahan saja.” Jimin memberitahu. “Hati-hati dengan samponya.”
Woojoo hampir bersedih mendengar nada tegas Jimin. Tapi jemarinya tetap menggosok rambut dengan perlahan. Menatap sang ibu sambil sekuat tenaga menahan rengutan. Ketika sore, Jimin mengajaknya menyiapkan makanan untuk Jeongguk.
“Apinya kecil saja ya nak. Jangan sampai cangkangnya ikut masuk.”
Woojoo sedikit berjinjit di depan kompor. Tangan Jimin di belakang waspada menjaganya jika seketika limbung. Memecah telur sebenarnya agak susah karena cangkang yang keras, tapi Woojoo tak bicara sepatahpun.
Bocah itu masih diam bahkan ketika sang ayah pulang dan makan bersama. Ia hanya bilang bahwa besok akan ada pertunjukkan seni di sekolah.
Tepat sebelum musim hujan berakhir.
.
.
.
“Aku mengajari beberapa hal dasar pada Woojoo.”
Mereka duduk bersebelahan di teras depan. Memandangi langit gelap dengan sedikit bintang—mereka suka stargazing. Jeongguk mengiyakan tapi seperti ada yang mengganjal di sudut hati. Melihat Woojoo yang sedikit murung, entah kenapa ia seperti bisa menebak apa tujuan sang pujaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity : A Limitless Time | kookmin
Fanfiction[COMPLETED] [ Family!, Drama! ] Dijebak antara ilusi dan kerinduan. Melihat bagaimana kemustahilan menjadi nyata kemudian membuatnya mundur --menyerukan keraguan. Tetapi hati itu sepenuhnya tau, sebab rasa hangat serupa senyum menyebar memberinya ke...