Untuk kesekian kalinya Zee tidak bisa menemani Saint pergi ke Dokter. Janji yang terucap dari bibirnya seolah hanya bualan semata untuk menyenangkan hati sang istri.
"Saint, besok aku lembur. Maaf, aku tidak bisa mengantarmu pergi ke Dokter." ucap Zee menyesal. Dia merangkul bahu Saint lalu memeluknya sebagai permintaan maaf.
"Iya, it's ok." jawab Saint tersenyum kecil. "Aku pergi menyiapkan makan malam dulu, Phi pergi temui Rose dan temani dia belajar." imbuhnya kemudian pergi ke dapur.
Sesaat setelah kepergian sang istri, Zee bergegas pergi menemui Rose di kamarnya. Dia mengetuk pintu kamar putri sulungnya kemudian membukanya perlahan setelah mendapat jawaban dari Rose.
"Rose, kamu belum selesai belajarnya?" tanya Zee sambil berjalan ke arah meja belajar Rose.
Rose tersenyum, menampilkan deretan giginya kemudian menjawab, “Belum, Daddy.”
"Apa Daddy boleh temani Rose belajar?" Zee bertanya kepada Rose yang dijawab anggukan kepala gadis kecil tersebut.
"Kamu sedang belajar apa?"
"Menulis dan menggambar." jawab Rose tanpa menoleh ke arah sang ayah yang berdiri di sebelah kirinya. Tangan kanannya sibuk mencoret-coret sebuah kertas dengan pensil berwarna-warni.
Dari dekat Zee memperhatikan anaknya belajar dengan giat dan penuh semangat. Dia tersenyum bangga seraya mengusap helaian rambut sang putri tercintanya. Zee merasa bahagia dan beruntung sekali karena sudah dipertemukan dengan Saint dan Rose.
"Ini buat Daddy and Papa dari Rose." seketika Rose berdiri dari kursinya sambil menunjukkan sebuah kertas dengan gambar dua orang laki-laki dan gadis kecil yang berdiri di tengahnya. Di bawah gambar juga tertulis nama Saint dan Zee dan juga Rose, si gadis kecil tersebut.
"Apa Daddy menyukainya?" tanya Rose penuh harap. Tatapannya lurus ke arah Zee yang tengah melihat gambar buatannya. Sang ayah nampak membalik kertas tersebut dengan ekspresi yang sulit ditebak, membuat gadis kecil itu khawatir.
"Daddy, kenapa diam saja? Katakan sesuatu." Rose menarik baju sang ayah dengan gelisah. Dia takut jika sang ayah tidak menyukai atau membenci karyanya.
Zee masih bersikap misterius di depan sang anak yang kebingungan sekaligus khawatir. Dia menaruh kertas tersebut ke atas meja kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Rose yang menatapnya penuh harap dan cemas. “Tentu saja, sayang. Daddy menyukainya!” ujarnya seraya memeluk tubuh gadis kecil itu kemudian menciumnya hingga membuat Rose tertawa geli.
"Stoppp it, Daddy... Aha ahah haha ..." pekik Rose yang tak kuasa menahan rasa geli di tubuhnya akibat perilaku jahil sang ayah yang terus menciuminya tanpa henti. Suara gelak tawa bahagia terdengar nyaring dari dalam kamar, hal tersebut mengundang rasa penasaran Saint yang baru saja selesai menyiapkan makan malam untuk keluarga kecilnya.
Besok paginya, kegiatan pagi keluarga Saint dan Zee sama saja seperti keluarga pada umumnya. Sebelum matahari terbit Zee sudah bangun tidur kemudian mempersiapkan dirinya untuk bekerja. Selanjutnya pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Setelah itu membantu menyiapkan perlengkapan sekolah Rose sebelum mengantarnya pergi ke sekolah. Dan sisanya dilakukan oleh Saint, termasuk menulis yang merupakan hobinya. Karena hari ini harus check up kandungannya, Saint menunda beberapa pekerjaan rumahnya dan bersiap pergi ke rumah sakit seorang diri. Saint memesan sebuah taksi karena Zee melarangnya untuk menyetir sendiri dalam keadaan hamil.
Sesampainya di rumah sakit, Saint bertemu dengan Dokter yang sebelumnya sudah membuat janji dengannya. Saint mendapat kabar baik tentang kehamilannya, janin dalam kandungannya tumbuh dengan normal dan sehat. Tidak ada masalah dengan kandungannya dan kondisi tubuhnya pun sehat. Saint tersenyum bahagia sambil mengusap perutnya. Dia berjalan menyusuri lorong rumah sakit dan tidak sengaja menabrak seseorang yang berlari dari arah yang berlawanan hingga tubuh keduanya terpental dan hampir jatuh ke lantai.
"Ouchhhh!" pekiknya sambil memegangi perutnya yang sedikit tertekan akibat bertabrakan dengan orang tersebut.
"Maaf ... Maaf ... Maaf ... " ucap orang yang menabrak Saint sambil membungkuk berkali-kali.
"Iya, tidak apa-apa." jawab Saint sambil membenarkan sedikit kemeja longgarnya lalu mengambil tasnya yang terjatuh di dekat kakinya.
Orang yang menabrak Saint menatapnya cukup lama dan seperti sedang memperhatikannya dengan tidak biasa dari atas hingga bawah dengan tatapan aneh.
"Maaf," ucap Saint membuyarkan tatapan orang itu.
"Apa kamu-sedang-hamil?" tanya orang itu terbata dengan mimik wajah serius menatap Saint.
"Iya. Kenapa?" jawab Saint bingung.
"Oh, maaf, kenalkan namaku Mark." ucap orang itu tiba-tiba memperkenalkan diri.
Saint pun balas menjabat tangan Mark kemudian menyebut namanya. "Aku Saint." balasnya.
Setelah perkenalan singkat itu mereka berdua memutuskan untuk berjalan bersama menuju pintu depan Rumah Sakit. Saint dan Mark mengobrol cukup akrab di sepanjang lorong rumah sakit, nampak keduanya seperti sudah mengenal satu sama lain.
"Kamu tadi kenapa berlari?" tanya Saint teringat kejadian awal mereka bertemu.
Mark tersenyum miris sebelum menjawab pertanyaan Saint. "Aku tidak percaya dengan diriku sendiri. Aku merasa aneh dan entahlah, aku juga bingung!" ucapnya yang justru membuat Saint penasaran.
"Kenapa? kamu sakit?" Mark menggeleng. "Lalu?" lanjut Saint semakin penasaran.
Mark menghentikan langkahnya diikuti Saint yang berdiri di sampingnya. "Aku sepertimu. Dan aku takut." ucapnya pasrah.
"Sepertiku?" Saint masih tidak mengerti maksud teman barunya itu.
Mark mengangguk lalu mengarahkan pandangannya ke arah perut Saint. "Apa aku boleh menyentuhnya?" tanyanya.
"Iya." jawab Saint diikuti tangan Mark yang mulai menyentuh perutnya dengan lembut.
"Bagaimana Rasanya?" tanya Mark seperti tertarik dengan kehamilannya.
"Mmm ... entahlah. Luar biasa. Aku bisa seperti ini adalah suatu keajaiban yang Tuhan berikan padaku. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata." tutur Saint menjelaskan kekagumannya.
Mark kembali tersenyum. "Aku harap aku bisa menerimanya juga. Meskipun beribu ketakutan menghantuiku." ucapnya kemudian melepaskan tangannya dari perut Saint.
Saint baru menyadari satu hal setelah Mark mengusap perutnya. Orang asing bernama Mark tersebut ternyata sedang berada di fase seperti dirinya dahulu, ketika mengandung Rose. Masa-masa sulit yang telah berhasil dilaluinya. "Kamu pasti bisa melewatinya. Kalau butuh bantuan, kamu bisa menghubungiku." ujarnya manyemangati Mark yang sudah berkaca-kaca seperti hendak menangis.
"Terima kasih." ucap Mark refleks memeluk Saint.
Kemudian keduanya melanjutkan kembali langkah mereka hingga sampai di pintu depan Rumah Sakit. Saint berpamitan pada Mark karena taksi yang dipesannya sudah sampai. Tak lama setelah itu sebuah mobil datang dan berhenti tepat di depan Mark berdiri.
"Maaf, aku terlambat." ucap seorang pria dengan kacamata hitam keluar dari dalam mobil menyambut kedatangan Mark.
Mark berlari menghampiri pria tersebut dan memeluknya. “Tidak apa-apa." ucapnya lirih.
"Kenapa? Apa kata Dokter?" tanya pria itu penasaran sambil mengusap punggung Mark.
“Aku baik-baik saja." Mark semakin mengeratkan pelukannya.
"Hey, apa semua baik-baik saja?" pria itu kembali bertanya dengan khawatir.
Mark melepas pelukannya dan berkata pada pria itu, "Perth, apa kamu akan menerimaku apa adanya? Meskipun aku aneh?" ucapnya sedikit ragu bercampur takut.
To be contonued ...
a/n: thank you and byeeeee seee yaaa ...
a/n: setelah direvisi, dari 800 kata jadi 1k kata 😄 biar jelas alurnya. Maksih yang mau nunggu dan baca semua ceritaku. Btw, next mau up cerita yang mana lagi, komen ya. Dan jangan lupa vote-nya buat yang belum vote/baru baca. 😄 makasihhh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story (Revisi) √ (MPREG)
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Pairing: PerthSaint, ZeeSaint, PerthMark [BOYSLOVE - MPREG] Rate: M Genre: Romance, Angst, Hurt, Crime. A.U "Tentang Aku, Dia dan Dirinya." _Saint WARNING: Cerita ini mengandung unsur BoysLove dan MPreg. So, buat kalian yang gak suka ata...