Care?

9 3 4
                                    

"Vannia!"

Vanni yang hendak berlalu meninggalkan kelas di jam istirahat pertama ini menghentikan langkahnya. Suara yang cukup asing menyapa indera mendengaran Vanni.

Ia menoleh, matanya sedikit membulat tak percaya atas pemandangan yang tegah terjadi di hadapannya. Laki-laki pendiam yang seminggu lalu adalah pertama dan terakhir kali Vanni mendengar suaranya, kini memanggil Vanni.

Laki-laki yang menjadi teman sebangku Lamia lah yang memanggilnya. Bahkan kini ia tengah berjalan menghampiri Vanni.

"Lamia masih di UKS?" Tanyanya begitu sampai di hadapan Vanni.

Entah mengapa, untuk pertama kalinya Vanni merasa gugup. Aura laki-laki dihadapannya ini benar-benar mendominasi. Vanni hanya mampu menganggukkan kepalanya kaku.

"Kenapa nggak pulang aja?"

"I-iya. Ini mau pulang," ucap Vanni terbatah.

"VANNI, BURUAN!" Teriakan itu milik Fachri. Ia sudah menenteng tas Lamia sedari tadi.

Jujur saja Fachri merasa risih dengan tatapan orang-orang yang berlalu lalang. Bagaimana tidak, ia kini tengah menenteng tas berwarna baby pink milik Lamia dengan gantungan kunci besar berbentuk kelinci.

"Gue sama Fachri mau antar Lamia dulu. Gue duluan," ucap Vanni tanpa menatap lawan bicaranya.

"Hati-hati. Gue titip salam buat Lamia. Get well soon!"

Vanni segera berlari menghampiri Fachri yang sudah berjalan meninggalkannya. Ini adalah kali pertama ia berkomunikasi dengan Gilang.

Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa Lamia tahan menghadapi manusia dengan aura intimidasi begitu besar seperti itu. Ingatkan Vanni untuk mengintrogasi Lamia saat gadis itu sudah sembuh.

"Gue perhatiin, lo sensi banget sama Gilang."

"Perasaan lo aja," sahut Fachri datar. Tas Lamia sudah berpindah ke tangan Vanni. Jadi, ia bisa berjalan dengan tenang.

"Lo cemburu?" Tanya Vanni. Ia menatap wajah Fachri dari samping kiri.

"Nggak. Rada gak suka aja orangnya pendiam."

"Cuma karena lo petakilan dan dia pendiam, lo jadi gak suka sama dia?"

"Konteks gak suka yang gue maksud bukan haters. Berasa gak nyambung aja jadinya gue sama dia."

Vanni mengangguk samar. Sebenarnya ada banyak yang ingin Vanni tanyakan. Mengingat mereka berdua yang selalu cekcok dan Fachri yang seolah anti dekat dengannya.

Namun, sepertinya pertanyaan-pertanyaan dalam otak cantik Vanni harus tertunda karena kini mereka berdua sudah memasuki ruang UKS.

*

"Lo gak apa-apa sendirian di apart?"

Vanni memutar bola matanya malas. Bagaimana tidak, ini sudah keduapuluh kalinya Fachri menanyakan hal yang sama pada Lamia.

Vanni bukanlah orang yang suka memaksa seperti Fachri. Ia cukup bertanya tiga kali untuk memastikan, tidak sampai berpuluh-puluh kali.

Dan selalu, jawaban Lamia akan tetap sama. Ia bisa sendiri di apartement. Lagipula sebentar lagi juga mereka akan pulanh sekolah dan bisa menemani Lamia.

"Ya udah, kalau gitu gue sama Fachri balik ke sekolah dulu, ya. Baek-baek lo! Kalau ada apa-apa langsung kabarin."

Lamia meganguk patuh. Saat hendak menutup pintu kamar Lamia, Vanni kembali ketika ingatannya tiba-tiba kembali.

Tentang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang