Hukum Tiga Newton

9 1 1
                                    

Lamia perlahan membuka matanya. Gelap. Itulah kata pertama yang terlintas di benaknya.

"OH, SHIT!!" Teriaknya begitu menyadari apa yang tengah terjadi.

Lamia ketiduran dengan kondisi masih memakai seragam sekolah. Ia buru-buru bangun untuk menyalakan semua lampu di unitnya.

Setelah itu, barulah Lamia pergi mandi. Untungnya ia terbangun belum terlalu malam. Masih pukul tujuh lewat.

Lamia menatap datar dinding kamar mandinya yang terbuat dari batu alam. Otaknya berpikir keras mengingat sesuatu yang mengganjal benaknya.

Sayangnya hingga ritual mandi dan berpakaian selesai, ia masih belum menemukan pertanyaan yang mengganjal benaknya.

Gadis dengan piyama tidur itu memilih turun ke food court yang ada di lantai satu apartementnya. Ia malas masak dan memilih untuk mencari makanan di bawah saja.

Lamia memasuki sebuah cafe langganannya. Usai memesan makanan, ia duduk di salah satu meja dekat jendela.

Pandangan Lamia terarah pada salah satu meja di cafe tersebut. Ya, meja tempat ia belajar matematika bersama Gilang tiga minggu lalu.

"HOLY SHIT!!" Teriakan Lamia kali ini dua kali lipat lebih keras dari teriakan saat ia di kamar.

Hal itu kontan saja menarik perhatian seluruh pengunjung cafe. Mereka menatap Lamia dengan tatapan bertanya-tanya.

"Ada apa ya, Kak?" Salah seorang cleaning service mendatangi Lamia.

"Oh nggak. Itu tadi ada kucing kepleset."

Untung saja Lamia berhasil meyakinkan cleaning service cafe tersebut. Pengunjung cafe juga sudah kembali dengan kesibukan mereka masing-masing.

Lamia mengacak-acak rambutnya yang tengah ia urai. Bagaimana mungkin Lamia bisa bermimpi seperti itu? Ya, mimpi Gilang menembaknya di kelas dengan sebuah boneka anak ayam berukuran sedang.

*

"LAMIA!!"

Suara nyaring yang sangat familiar di telinga Lamia menjadi ucapan "selamat pagi" untuk hari yang cerah ini.

"Tumben lo udah berangkat?" Tanya Lamia pada gadis di sampingnya.

"Gue diantar doi. Reseh banget emang pagi-pagi buta udah maksa gue siap-siap."

"Doi lo yang mana lagi?" Lamia menyernyitkan keningnya.

"Yang dua bulan lalu gue ceritain terus sebulan lalu ngilang dan sekarang deket lagi."

"Ga inget gue. Yang mana sih?!"

"Ih!! Anak SMA Cempaka."

Lamia ingat siapa yang Vanni maksud. Alhasil ia menganggukkan kepalanya. Namun, sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya.

Perasaan dua hari lalu Lamia masih melihat Vanni pulang sekolah bersama salah satu siswa di sekolah mereka. Dan hari ini, sudah ada manusia lain lagi yang menjadi sopir pribadinya.

Karena kelas masih sepi, Vanni memilih untuk duduk di bangku milik Gilang. Laki-laki itu juga belum sampai di sekolah.

Setelah duduk, tanpa basa-basi Vanni langsung meletakkan kepalanya di atas meja dengan tas sebagai bantalnya.

"Lo tidur jam berapa, Van?"

"Jam 3," sahut gadis itu asal.

Lamia melirik jam di dinding, jarum jamnya menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit. Itu artinya, Vanni baru tidur sekitar dua jam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang