Same eyes, complexion.
Auristela Peony tidak membutuhkan Rogan untuk menyembuhkan luka-luka dihatinya.
Sedangkan bagi sosok lelaki tampan dengan pemilik nama lengkap Arogan Segara Aldebaran, Auristela Peony adalah satu-satunya penyesalan terbesar y...
Kamar hotel yang di gunakan Auris sebentar lagi harus ditinggalkan. Pagi-pagi sekali sekitar pukul empat dini hari gadis berambut coklat itu sudah terlihat sibuk menata kembali barang-barang bawaannya. Sampai atensinya teralihkan pada ponsel yang terus menerus berdering di sisi sebelah kopernya.
Auris berdecak sebal sebelum mengangkat panggilannya.
"Hmm, apaan Al?" Jawabnya malas.
"Flight abis ini kan? Kapan sampai?"sahut suara diseberang sana.
"Iya abis ini otw bandara, ntar malem palingan nyampenya, jemput ya Altair yang paling cakep hehe," kekehnya.
"Iya iya aku jemput. btw aku emang ganteng kok sejak lahir. Ntar calling aja ya, see ya Aur, be carefull."
"Pede sekali sih Al! Oke oke, see ya Al."
Auris kembali menata baju-bajunya yang ternyata semakin banyak. Sial sekali baginya tau gitu dia tak akan mengiyakan titipan Cila, juga Altair. Kenapa juga mereka berdua menitip barang kepadanya lebih banyak dari pada barang-barang yang dia beli sendiri.
Dikancingnya koper kelebihan muatan itu dengan susah payah. Auris menarik nafas sejenak lalu menarik kopernya kebawah, meraih slingbag hitam miliknya kemudian kaki jenjangnya melangkah keluar dari kamar mewah tempatnya menginap selama seminggu penuh.
Auris berjalan menghampiri meja resepsionis bertuliskan Párisi Udvar Budapest tempatnya menginap. Hotel mewah bintang lima itu menjadi saksi betapa bahagianya seorang Auristela dapat mengambil cuti, kemudian berlibur ke salah satu destinasi favoritnya sejak zaman Senior High school dulu.
Kaki jenjangnya berhenti didepan pintu masuk hotel. Sekali lagi matanya menoleh manatap hotel tersebut seraya menyunggingkan senyum merekahnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Oke Auris next time Kamu pasti bisa kesini lagi." gumamnya dalam hati.
Koper hitam miliknya dia tarik, sembari memanggil taksi yang kebetulan lewat. setelahnya Auris menyebutkan tujuannya yaitu bandara internasional dikota itu.
Auris memandang jalanan Budapest dengan raut kosong. Egonya kembali memaksanya untuk mengingat pertemuan singkat secara tidak sengajanya dengan sosok pria yang paling dia hindari selama empat tahun belakangan ini.
Kenapa juga dirinya harus kembali bertemu dengan sosok itu. Rasanya dia ingin berteleportasi saat itu juga demi menghindarinya. Susah payah dia mendapat cuti demi menghibur keadaan hatinya yang hampa justru akar masalahnya malah berada disana, seolah takdir tengah berniat bermain-main untuk mempertemukannya kembali.
***
Altair, sosok pria tampan berbadan kekar dengan sedikit tatto di tangan sebelah kanannya itu tengah sibuk merapihkan buku-bukunya yang tadi sempat dia bongkar demi mencari setumpuk laporan sementara, yang tanpa sengaja dia masukkan begitu saja pada selipan buku-buku yang tertata rapih di rak khusus yang terpajang dibelakang meja kerjanya.