Nuansa putih gading terlihat lebih mendominasi di rumah baru yang akan di tempati oleh keluarga Aldebaran. Tumpukan kardus-kardus besar sudah tidak terlihat lagi dimana-mana. Hanya tatanan interior rumah nan elegan yang terlihat menghiasi rumah bertingkat 2 ini. Rumah bernomor 16 itulah yang akan menjadi tempat tinggal bagi Rigel dan istrinya Vega bersama ke-2 putra mereka Diego Aldebaran dan El Diego Aldebaran. 2 bersaudara yang hanya terpaut 2 tahun. Keluarga baru yang mulai sekarang harus terbiasa dengan kehidupan mereka di Jakarta setelah belasan tahun memilih menetap di California.
Tuntunan pekerjaan membuat Rigel memboyong semua keluarganya untuk tinggal bersama di California yang menjadi tempat kelahiran bagi Diego maupun El Diego. Perbedaan umur yang hanya 2 tahun bukan menjadi alasan mereka akan selalu bersama. Tak pernah berada di sekolah yang sama ada hal kecil yang dilakukan oleh Rigel dan Vega agar ke 2 anaknya bisa menjadi orang yang mandiri tanpa bergantung satu sama lain. Terkait pendidikan, sekalipun Diego berumur 2 tahun lebih tua daripada El, mereka berada pada tingkatan yang sama. Bukan karena ada suatu hal buruk pada diri Diego tapi kenyataanya itulah yang terjadi. Mereka berdua adalah pemuda yang pintar dan memiliki banyak piala penghargaan selama mereka bersekolah di California. Hanya saja Diego yang memiliki kepribadian lebih dewasa daripada El menyukui kegiatan bernuasa alam yang berbanding terbalik dengan El yang lebih gemar dengan kegiatan yang dapat menghasilkan keringat . Tapi tidak berarti El adalah cowok petekilan dan tidak dewasa . Selain karena Diego berumur lebih tua dari dirinya, dapat dikatakan El tergolong lelaki berdarah dingin yang kadang dengan mudahnya dapat menghiraukan apapun yang terjadi di sekelilingnya.
Hingga pada akhirnya hanya gadis itulah yang mampu membuatnya menyadari betapa pentingnya waktu yang selama ini Ia miliki tetapi terbuang begitu saja. Meninggalkan penyesalan hingga tergores rasa sakit di bagian ulu hatinya. Sakit yang jauh sebelum di rasakan oleh El Aldebaran telah di rasakan oleh gadis berambut blonde creamy tersebut.
Dilain tempat gadis yang masih setia menggunakan piama kuningnya sedang mengintip di balik tirai kamarnya. Menajamkan mata dan mengamati apa yang sedang terjadi dengan rumah bercat putih kading tersebut yang telah 3 bulan kosong tidak berpenghuni. Meyakinkan dirinya bahwa saat ini dia memiliki tetangga baru. Yang artinya sebentar lagi bel rumahnya akan berbunyi menandakan kedatang seseorang hendak memberikan sebuah nampan berisi cake mini sebagai bentuk perkenalan diri kepada tetangga, yang merupakan kebijakan dari pengelola perumahan Roses Ricident.Ting Tong !!
"Drey sini turun dek, Ada tante rumah sebalah mau kenalan"
Panggilan Anka ibunda Audreylia menjadi bukti apa yang menjadi tebakan gadis berpiama tersebut tepat sasaran. Tak mau menunggu lama, tanpa di temani sandal berbulu hangat yang memiliki warna senada dengan piama yang sedang IA gunakan gadis tersebut berlari menurunan tangga rumahnya. Mendekat kearah sofa ruang tamu berbahan dasar kulit, melangkahkan kaki kearah Anka ibundanya, seorang wanita dewasa berbaju merah maron memperlihatkan lengan putihnya dan seorang pria jangkung berkaos putih polos dan celana selutut. Pakaian santai yang biasa di gunakan banyak orang ketika berada di rumah."Audreylia Geinah" , Standar tata cara perkenalan yang umumnya di lakukan oleh banyak orang. Tangan kecilnya terjulur ringan ingin menjabat tangan pria berkaos putih yang lebih mudah untuk Ia jangkau, dihiasi senyuman yang tidak begitu dipaksakan. Dan kejadian inilah yang menjadi cerita awal perjuangan gadis manis bernama Audrey untuk mendapatkan apa yang di sebut sebagai Cinta.
Apakah dialah gadis berambut blonde creamy tersebut atau ada pemeran baru yang akan bergabung dalam cerita yang sedang dikarang oleh Audreylia Geinah ?
YOU ARE READING
Starlight
Teen Fiction" Dan Lo adalah suatu hal paling susah gue temuin my Bull's Eye", Audreylia Geinah "Karena tempat gue bukan di langit dan sampai kapanpun gue engga akan pernah kelihatan di mata lo ", El Diego Aldebaran Saat semua rasa bercampur menjadi satu walaupu...