Bunda Dimana?

42 4 1
                                    

Ghania Syahla, gadis kecil yang tengah duduk diatas kasur bergambar princess itu menggosok mata sebelah kanannya. Kemudian ia tengkurap hendak turun dari kasur yang lumayan tinggi tersebut. Gadis kecil itu menurunkan kakinya secara perlahan.

Gadis kecil itu tersenyum karena berhasil menuruni kasurnya. Kemudian, kaki kecilnya melangkah keluar dari kamar yang telah terbuka pintunya.

"Mbak!" Gadis kecil itu teriak memanggil pengasuhnya selama 5 tahun ia hidup didunia.

"Eh! Cucu oma sudah bangun?" Bukan sang pengasuh yang menghampirinya. Tetapi, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusianya yang sudab tidak muda lagi itu yang menghampiri gadis kecil itu.

"Mama?!" Gadis kecil itu kegirangan. Karena neneknya datang mengunjunginya.

"Mama, yaya lindu!" Gadis kecil itu memeluk kaki sang nenek.

Kemudian wanita paruh baya itu menggendong cucunya, "Cucu oma ini tambah berat ya," wanita paruh baya itu menghujami kecupan dipipi sang cucu.

"Coba belajar panggil oma, nak!" Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya. Seolah melayangkan protes, "Yaya ndamau! Yaya mau punya mama jugak!" Gadis kecil itu kembali menenggelamkan wajahnya diceruk leher sang nenek. Bergelayutan manja seperti anak simpanse kepada induknya.

"Yaya mandi sama oma ya? Mbak lagi sibuk masak, nak." Gadis kecil itu menggangguk sambari tersenyum. Seolah sangat merasa gembira. Walaupun bundanya tidak pernah melihat kearahnya, tetapi masih ada orang yang menyayanginya. Setidaknya begitulah ia berpikir.

---------------------------

"Yaya sarapan pakai nugget ya, mau?" Gadis kecil yang kerap disapa yaya itu mengkerutkan dahinya, "Mau makan punya mbak," bibirnya mencebik sebagai ciri khas gadis itu jika dilarang melakukan sesuatu.

"Aduh, dek! Mbak lupa. Masaknya pakai pedas. Nanti adek kepedasan. Adek makan nugget dulu ya? Mbak bikinin nasi goreng pakai kornet aja deh, nanti dimakan sama-sama nuggetnya. mau ya dek?" Pengasuh yang merangkap jadi pembantu dirumah minimalis gadis kecil itu pun menjelaskan perihal larangan sang nenek yang melarangnya untuk tidak memakan menu masakan yang sudah tersaji diatas meja makan.

"Yaya tahan kok!" Gadis kecil itu meringis memperlihatkan gigi kecilnya yang tersusun rapi. Netra kebiruan gadis itu pun menyipit, cirikhas gadis itu jika sedang meringis.

"Nanti cucu oma ini sakit perut loh, yaya mam nugget sama nasi goreng aja ya? Biar mbak buatin. Nanti pulang sekolah oma kasih es krim deh, mau?" Gadis kecil itu bersorak 'Ayay' dan tersenyum. Sembari memegang sendok kecilnya sembari menunggu hidangan makanannya selesai dihidangkan.

Tiba-tiba gadis kecil itu celingukan seolah mencari keberadaan seseorang, "Mama, bunda dimana?" Gadis kecil itu bertanya tentang keberadaan bundanya. Wajah polos yang diperlihatkannya membuat neneknya tidak tega terhadapnya.

"Sebentar lagi bunda kesini, nak." Ghania pun mencoba untuk percaya akan ucapan neneknya. Seringkali bundanya tidak ingin sarapan bersama karena keberadaannya dimeja makan rumah minimalis itu. Ketika ditanya pengasuhnya bundanya pasti menjawab 'Sudah telat, ntar makan dikampus aja'.

Gadis kecil itu sudah mengerti akan semuanya. Bundanya yang tidak pernah suka dengannya, bundanya yang seolah menjaga jarak dengannya. Padahal gadis kecil itu hanya ingin diperhatikan sang bunda.

"Bunda!" Gadis kecil itu hendak turun dari kursi mungilnya saat melihat bundanya keluar dari pintu kamar, sang nenek yang melihat itu pun langsung membantu gadis kecil itu untuk turun dari sana, takut terjatuh.

Gadis kecil itu menghampiri sang bunda yang tengah menutup kembali pintu kamarnya. Gadis kecil itu menarik ujung kemeja sang bunda dan berkata, "Bunda ayo kita salapan baleng," netra birunya seolah berbinar, seakan takjub dengan sosok tinggi dihadapannya.

Bukan sambutan baik yang diterima gadis kecil itu melainkan hempasan ditangan gadis kecil itu. Sang bunda berlalu begitu saja menghampiri sang nenek.

"Mi, aku berangkat duluan. Udah telat!" Bunda Ghania mencium pipi maminya dan mencomot satu nugget yang ada diatas piring berwarna pink tersebut.

"Jangan bercanda Nayzhilla, ini baru jam 7!" Maminya mencoba membujuk agar mau sarapan bersama dengan mereka. Tidak, lebih tepatnya dengan cucu tersayangnya.

"Malas, ada anak haram, bikin mual!" Setelah berucap seperti itu bunda ghania berlalu dari ruang makan tersebut. Wanita muda itu mengambil sepatunya ketsnya yang terletak dirak sepatu, disebelah pintu kamarnya. Ghania, gadis kecil itu masih setia menatap kepergian sang bunda hingga wanita muda itu hilang ditelan pintu.

Terlihat bibir ghania berkerucut seolah sedang sedih, ia kecewa kenapa bundanya masih tidak suka kepadanya. Ghania sudah menjadi gadis kecil yang penurut. Menjadi gadis kecil yang pintar. Tidak cengeng seperti dulu. Tetapi, kenapa bundanya masih tidak sayang kepadanya. 'Apa itu anak haram?' kata itulah yang selalu ada dibenaknya. Apa karena dia anak haram makanya bundanya sangat membencinya?

Gadis kecil itupun berjalan lesu ke arah ruang makan. Netra birunya sudah berkaca-kaca, bibirnya bahkan sudah mencebik, "Mama hiks! Kenapa buna malah sama yaya?"

Sang nenek yang tidak tega dengan cucunya pun berusaha untuk menenangkan sang cucu, "Bunda lagi telat ke kampus, nak. Besok pasti bunda sarapan disini sama, Ghania. Ghania Syahla ini cucu oma yang paling baik, janji sama oma, jangan nangis lagi ya, sayang?" Ghania pun berusaha untuk tidak menangis. Walau ia masih ingin menangis dengan kencang. Ia berpikir untuk tidak membuat nenek tercintanya itu ikut bersedih.

"Nanti yaya mbak yang antar sekolah ya, dek?" Sang pengasuh yang baru datang dengan piring dan kotak bekal itu menawarkan diri kepada sang majikan kecil. Yang dibalas dengan tatapan bingung sang majikan kecil.

"Mama gak ngantel yaya?" Ia berpikir kalau ada neneknya maka neneknya yang akan mengantarnya. Bahkan biasanya juga seperti itu, lalu kenapa sekarang neneknya tidak mengantarkannya ke sekolah? Apakah neneknya sudah tidak sayang lagi padanya?

Ghania pun memasang wajah ingin menangis, takut apa yang dipikirkannya ternyata benar.

"Oma ada meeting sama klien, nak. Nanti oma yang jemput Ghania, ya?" Nenenk Ghania seolah menjawab semua pertanyaan yang ada didalam kepala cucu cantiknya itu.

Gadis kecil itupun mengangguk dan menurut saja. Toh dia yakin, diantara banyaknya orang yang pernah ia temui, hanya pengasuhnya dan neneknya yang benar-benar menyayanginya. Ghania pun melanjutkan memakan sarapannya. Gadis kecil itu terlalu penurut, bukannya tidak bisa menolak. Gadis kecil itu memilih untuk menuruti semua orang yang menyayanginya, ia tidak mau berbuat salah, ia tidak mau kedua orang itu membencinya, seperti bunda yang membenci dirinya.

Yaya Was A Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang