Sofia Diandra Mahardika

7 1 0
                                    

Namaku Sofia Diandra Mahardika, teman-teman kerap memanggilku Diandra. Aku satu sekolah dengan Keke, seorang sahabat sekaligus rival bagiku. Entahlah, aku tidak tau apakah Keke juga berfikiran sama sepertiku. Menganggap aku sebagai rivalnya. Tapi aku sangat mengaguminya, sikapnya yang berbeda membuat dia tampak unik dimata orang. Dia sempurna, tapi tak pernah menyombong. Selalu saja bisa membuatku iri padanya, namun tetap selalu menyayanginya.

Keluarga ku sungguh berantakan, tidak seperti keluarga kalian mungkin. Aku dilahirkan dari seorang ibu yang bertitelkan "kupu-kupu malam", sedangkan ayahku seorang pejudi yang tak pernah peduli pada keluarga.
Jika kalian mengira keluargaku berkecukupan, kalian salah. Ibu yang sudah sakit-sakitan kini sudah tidak bekerja. Sedangkan ayah, karena terlilit hutang di perjudian. Ia menjual semua aset yang ada, termasuk tabungan untukku bersekolah.

Kadang aku mengumpat pada takdir, kenapa menimpakan situasi ini padaku. Apa anak seusiaku sudah harus menerima masalah yang seperti ini. Apa aku dihukum karena dosa ayah ibuku?

Sungguh tidak adil, kenapa aku juga harus merasakannya. Aku ingin sekolah, aku ingin merasa bahagia seperti anak-anak kebanyakan. Aku ingin keluarga yang saling menyayangi, tapi kenapa Tuhan.. Kenapa harus aku yang ditempatkan di posisi ini..

Memiliki prestasi tidak akan ada apa-apanya jika tak didukung oleh materi, motivasi diri saja tidak cukup. Aku merasa kesal, kenapa orangtua ku tak pernah mau sedikit berusaha demi ku. Kenapa orangtua ku tak pernah menyadari kelebihanku. Kenapa mereka selalu acuh dan tak peduli, bahkan tak pernah sedikitpun bertanya apa yang kuingikan. Kalian bisa berfikir dimana akan kutaruh harapan masa depan.

Sangat sakit, iya.. aku sudah beratus-ratus kali merasa seperti ini. Aku bahkan tak berani untuk bermimpi besar. Selalu menelan ludah kepahitan hidup yang menimpaku. Untuk menginginkan hal-hal kecil saja sangat mustahil rasanya, bagaimana mungkin untuk bersekolah.

Impian untuk menjadi seorang guru hanyalah angan-angan belaka. Aku lelah memikirkan hal-hal yang tidak akan ada dukungannya. Biarlah harapan ku saja yang terus melangit. Jika nanti semesta mengijinkan, beri aku satu peluang. Biarkan aku mengubah takdir yang saat ini banyak memberiku luka, dengan takdir yang penuh kebahagiaan.

Wahai.. Jika memang nanti ada satu kesempatan untukku bahagia, berikanlah. Agar aku tau bagaimana itu bahagia.

Wahai.. Jika memang nanti tak akan ada yang berubah, biarkanlah kisahku menggema dan menjadi pelajaran bagi banyak orang.

Wahai.. Jika aku boleh meminta, izinkan aku untuk menggapai impian. Agar aku bisa memberi arti untuk banyak orang, agar aku bisa bermanfaat, dan agar aku bisa dikenang.

Apakah aku bisa membekas dihati seseorang?
Apakah aku bisa di kenang nantinya?

Aku bahkan belum memulai apa-apa untuk mewujudkannya. Aku tak punya daya. Akankah aku ditinggalkan begitu saja?

Takdir,
Bergemalah untukku..

Wahai, Tunggu Aku DisanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang